SIGI– Kabupaten Sigi kembali menorehkan sejarah penting dalam upaya pelestarian budaya daerah. Setelah Ayam Panggang Biromaru, kini kuliner khas lainnya yakni Uta Dada resmi tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) oleh Kementerian Hukum Republik Indonesia, difasilitasi langsung oleh Kantor Wilayah Kemenkum Sulawesi Tengah.
Penyerahan sertifikat KIK dilakukan pada momentum Telusur Rasa – Uta Dada Fest 2025 digelar di Taman Al-Asmaul Husna, Sigi, Sabtu (20/9). Acara yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Sigi melalui Dinas Pariwisata ini menjadi panggung besar untuk memperkenalkan Uta Dada sebagai identitas kuliner daerah sekaligus bagian dari 17 subsektor ekonomi kreatif tengah digiatkan.
Dalam festival dihadiri oleh DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Sigi, Bupati Sigi Rizal Intjenae, serta berbagai pemangku kepentingan, Kanwil Kemenkum Sulteng hadir melalui Kepala Bidang Kekayaan Intelektual, Aidha Julpha Tangkere. Pada kesempatan tersebut, ia menyerahkan sertifikat Hak Cipta Seni Pertunjukan Telusur Rasa – Uta Dada Fest serta sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal Uta Dada kepada Bupati Sigi.
Seni pertunjukan Uta Dada sendiri merefleksikan ekspresi budaya masyarakat Sigi sarat makna filosofis, kearifan lokal, dan nilai kebersamaan. Dengan adanya sertifikasi ini, Uta Dada kini memiliki perlindungan hukum agar tidak mudah diklaim pihak lain.
Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng, Rakhmat Renaldy, menyampaikan apresiasi mendalam terhadap langkah strategis ini. “Pendaftaran Kekayaan Intelektual Komunal Uta Dada adalah bukti komitmen bersama dalam melestarikan warisan budaya. Ini bukan hanya sekadar kuliner, tetapi juga identitas masyarakat Sigi harus terus dijaga dan diwariskan,” ujar Rakhmat.
Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, hingga pelaku usaha untuk memperkuat perlindungan karya budaya. “Kekayaan budaya akan bernilai tinggi apabila terlindungi secara hukum. Dengan begitu, ia tidak hanya lestari, tetapi juga dapat berkontribusi pada ekonomi kreatif,” tambah Rakhmat.
Festival ditutup dengan sajian kuliner tradisional, pertunjukan seni budaya, serta sesi foto bersama para tamu undangan. Kegiatan tersebut bukan hanya menghidupkan kembali identitas lokal, tetapi juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat tentang arti penting menjaga kekayaan intelektual daerah.
RPORTER : **/IKRAM