PALU – Universitas Tadulako (Untad) menegaskan posisinya sebagai salah satu pusat keunggulan riset kebencanaan di Indonesia melalui penyelenggaraan The 4th Annual Meeting of The LMI-SIR Project (Laboratoire Mixte International – Subductions et Indosinnes of Risques Associes), yang digelar, mulai 28 hingga 31 Oktober 2025, di Kampus Untad, Palu.
Forum bertajuk “From Hazard Geosciences to Disaster Risk Reduction” ini menjadi ruang pertemuan para peneliti lintas negara untuk memperkuat kolaborasi riset geosains dan mitigasi bencana.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Untad bekerja sama dengan Institut de Recherche pour le Développement (IRD) Prancis, Institut de Physique du Globe de Paris (IPGP), dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (CVGHM).
Fokus utama pertemuan ini bukan sekadar berbagi hasil penelitian, melainkan membangun jembatan antara riset ilmiah dengan kebijakan publik. Para ilmuwan membahas cara mengintegrasikan hasil kajian geologi, seperti riset gempa bumi, likuefaksi, dan tsunami, ke dalam strategi nasional pengurangan risiko bencana.
Rektor Universitas Tadulako, Prof. Dr. Ir. Amar, S.T., M.T., IPU., ASEAN Eng., menegaskan, forum ini merupakan langkah konkret untuk memastikan sains tidak berhenti di laboratorium, tetapi menjadi dasar kebijakan yang menyelamatkan masyarakat.
“Ilmu kebencanaan harus menjadi penuntun tindakan. Kolaborasi ini memperkuat kemampuan kita membaca tanda-tanda alam, mengantisipasi risiko, dan merancang kebijakan berbasis data ilmiah,” ujar Prof. Amar.
Sebagai tindak lanjut dari kolaborasi tersebut, Untad juga memulai pembangunan Nalodo Research Center, pusat riset yang akan fokus pada penelitian gempa bumi dan likuefaksi.
Kehadiran lembaga ini diharapkan menjadi simpul kolaborasi global, menghubungkan riset akademik dengan teknologi pemantauan dan mitigasi kebencanaan di lapangan.
Prof. Amar menyebut, pendirian Nalodo Research Center bukan hanya langkah akademik, melainkan juga bagian dari tanggung jawab moral Untad sebagai kampus yang berdiri di wilayah yang pernah dilanda bencana besar pada 2018.
“Palu mengajarkan kita bahwa riset harus menyentuh realitas sosial dan menjadi fondasi kesiapsiagaan masyarakat,” katanya.
Kegiatan pembukaan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan kebencanaan, di antaranya Dr. Mohammad Wafid (Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM), Dr. Priatni Hadi Wijaya (Kepala CVGHM), Dr. Raditya Jati (Deputi Sistem dan Strategi BNPB), serta Dr. Adrian Tohari (Kepala Pusat Riset Bencana Geologi BRIN).
Dari mitra internasional hadir Prof. Adèle Martial Gros (IRD Indonesia–Timor Leste), Dr. Jean-Philippe Métaxian (IPGP/IRD Prancis), dan Dr. Devy Kamil Syahbana (CVGHM Indonesia).
Kolaborasi lintas negara yang dibangun melalui LMI-SIR Project ini diharapkan tidak hanya memperkuat riset ilmiah, tetapi juga mendorong penerapan hasil penelitian dalam bentuk kebijakan mitigasi yang lebih tangguh dan berkelanjutan.*

