POSO – Situasi di Universitas Sintuwu Maroso (Unsimar) Poso kian memanas. Hingga Kamis (19/6), aksi demonstrasi gabungan dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan memasuki hari ketiga, dengan jumlah peserta yang terus bertambah dan menyebabkan kampus lumpuh total tanpa aktivitas perkuliahan.
Pantauan di lokasi, kepulan asap hitam dari ban bekas yang dibakar memenuhi halaman kampus sebagai simbol protes yang belum menemukan solusi. Massa aksi menyatakan bahwa lebih dari 80 persen dosen serta hampir seluruh mahasiswa kini terlibat langsung dalam gerakan ini.
“Aksi yang ada hari ini sudah melibatkan 80 persen dosen Unsimar dan seluruh mahasiswa. Jadi tidak ada cara lain untuk menghentikannya kecuali turunkan rektor dan organ-organnya,” teriak salah satu peserta aksi.
Akar tuntutan tidak berubah sejak hari pertama, yakni mosi tidak percaya terhadap Rektor Unsimar DR. Suwardi Pantih dan empat wakil rektor. Mereka dianggap gagal menjaga integritas tata kelola kampus dan diduga terlibat dalam penyimpangan pengelolaan keuangan dan kebijakan akademik.
Menurut Fitria Y. Alim, S.Sos., M.Si., dosen FISIP sekaligus juru bicara perwakilan dosen, kedatangan Tim Evaluasi Kinerja Perguruan Tinggi (EKPT) dari Kemendikbudristek pada 11–13 Juni 2025 bukanlah inisiatif kampus, melainkan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang sebelumnya diperiksa oleh LLDIKTI Wilayah XVI.
“Tim EKPT datang karena adanya indikasi penyimpangan yang ditemukan oleh LLDIKTI saat kunjungan mereka tanggal 6–7 Maret lalu. Bahkan saat itu pihak kampus menolak menandatangani berita acara temuan,” ujarnya.
Fitria menepis klaim pimpinan kampus bahwa kedatangan tim EKPT terkait proses akreditasi. Ia menegaskan bahwa tim tersebut adalah eksekutor atas temuan dugaan pelanggaran, dan potensi sanksi yang diberikan tidaklah ringan.
“Sanksinya bisa berupa pembinaan selama enam bulan tanpa penerimaan mahasiswa baru dan tanpa wisuda, atau bahkan pencabutan izin operasional. Ini bukan hal sepele,” tegasnya.
Aksi protes juga mendapat dukungan dari mantan Rektor Lefran Mango, Dekan FKIP Dr. Elia Umrah, serta sejumlah pimpinan fakultas lainnya. Mereka menyebut aksi ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan akademik untuk menyelamatkan kampus.
“Kalau sanksi berat itu terjadi, bagaimana nasib ribuan mahasiswa dan dosen. Kami tidak ingin itu terjadi. Andai pimpinan kampus mau terbuka terhadap temuan LLDIKTI waktu itu, mungkin tidak separah ini,” ujar Fitria.
Selain pimpinan kampus, para dosen juga melayangkan kritik terhadap Yayasan Unsimar yang dinilai pasif dan tidak mengambil tindakan konkret dalam penyelesaian konflik.
“Hingga demo hari ini, belum ada langkah tegas atau solusi yang diambil oleh yayasan. Ini sudah sangat urgen, bukan hal yang bisa dianggap remeh. Kami ingin yayasan hadir menyelamatkan kampus,” tandasnya.
Belum ada pernyataan resmi tambahan dari Rektor Unsimar DR. Suwardi Pantih maupun pihak yayasan terkait perkembangan terbaru aksi demonstrasi ini.
Reporter : Ishaq Hakim
Editor : Yamin