OLEH: KPK UNTAD*
Prahara ini sebenarnya telah lama terjadi di Kampus Universitas Tadulako. Memuncak ketika segala kecurangan yang dilakoni pejabat kampus menjadi temuan dari Dewan Pengawas UNTAD. Temuan yang sangat patut diduga merugikan negara miliaran rupiah (data tersedia lengkap).
Tiba-tiba ada surat dari ketua Senat Universitas Tadulako, saudara Basir Cyio, yang mencoba menggampangkan masalah atau menghaluskannya (eufemisme). Bahwa apa yang terjadi di kampus adalah masalah dinamika kampus semata. Ada juga yang mengatakan, ini adalah masalah internal. Ini cuma soal politik menuju pemilihan Rektor. Sesuatu yang sudah sering ditampilkan sebagai modus ketika ada warga kampus yang menyoal sebuah penyimpangan. Mari kita bertanya secara waras. Benarkah semua ini cuma dinamika semata..? Ataukah kekisruhan serius..?
Manusia berakal sehat akan berfikir. Bagaimana bisa cuma disebut dinama kampus ? Ketika rapat resmi dari lembaga yang sah di Universitas Tadulako, bernama Dewan Pengawas, menemukan penyimpangan serius. Para pejabat kampus diduga menyembunyikan aib korupsi mendekati seratusan milyar selama beberapa tahun terakhir.
Bagaimana, disebutkan dinamika ? Jika, akibat pengungkapan tersebut, ketua Dewan Pengawas diteror berlapis. Pertama, foto beliau disandingkan dengan gambar porno di media sosial. Perbuatan, tidak beradab untuk menjatuhkan martabat manusia. Sementara, beliau adalah pejabat Kementerian Keuangan yang ditempatkan di Sulawesi Tengah. Kedua, diprovokasinya mahasiswa untuk mendemonstrasi Ketua Dewan Pengawas di kantor Perbendaharaan negara provinsi Sulawesi Tengah dimana, beliau adalah Kakanwilnya. Demonstrasi yang sangat patut diduga didalangi para pejabat yang terganggu kepentingannyaoleh temuan Dewan Pengawas tersebut.
Bagaimana dikatakan, dinamika..? Bila, akibat dari masalah ini. Lantas, sejumlah dosen menemui Rektor pada tanggal 12 Juli 2021, untuk bicara solusi dan antisipasi jalan keluar dari masalah yg dihadapi Universitas Tadulako. Tapi, malam harinya, salah satu dari dosen yg bersangkutan diteror secara fisik dengan pelemparan rumah yang menyebabkan pecahnya kaca jendela..? Persoalan nya sedang ditangani Polres kota Palu saat ini. Semua peristiwa ini, sangat patut diduga memiliki pertalian erat.
Apa sesungguhnya, dinamika kampus itu.? Dia akan selalu bertalian dengan debat kebebasan Akademik (Academic freedom). Di sini orang berinteraksi dalam perbedaan berfikir tentang teori Ilmu pengetahuan, argumentasi logika, gagasan dan ide. Tapi, yang terjadi di kampus Universitas Tadulako, bukan itu.
Bahkan, dinamika yang semestinya pun, dihambat oleh kaum yang sedang pegang kuasa di kampus ini. Ambilah contoh pada lembaga resmi bernama Senat Universitas Tadulako. Di lembaga perwakilan ini, justru para anggota yang bergelar Doktor dan Profesor malah kehilangan hak demokrasinya. WA yang menjadi wadah komunikasi para cerdik pintar, anggota SENAT ini, berkali kali ditutup. Semuanya, hanya karena takut terungkap aib yang sebenarnya telah menjadi rahasia umum.
Hal ini masih terus terjadi, bahkan pada rapat Senat Universitas Tadulako pada tanggal 02 Juli 2021. Hanya untuk usulan memasukan acara dan lain-lain dalam agenda acara. Admin zoom harus mematikan jaringan secara sengaja (ended by host). Begitu juga, ketika masukan peserta via chat. Jaringannya juga diputus (chat disabled). Ketua Senat begitu mengkuatirkan bila anggota senat menyoal masalah keuangan BLU. Padahal, soal kekisruhan pengelolaan dana BLU ini sudah diketahui sejak lama. Sekarang, tidak mungkin lagi ditutup-tutupi. Karena, itu tidak mungkin hanya soal dinamika kampus semata.
Kalau setiap kejadian atau interaksi akademik hanyalah soal dinamika semata. Maka tidak mungkin, Profesor Marhawati Mappatoba di Kriminalisasi. Dimana pelakunya justru saudara Basir Ciyo sendiri yang kala itu adalah Rektor Universitas Tadulako.
Prof Marhawati dituduh korupsi, dicabut haknya sebagai dosen, didemonstrasi oleh mahasiswa yang direkayasa. Prof Wati melawan atas nama kebenaran dan keadilan. Faktanya, Menteri Pendidikan akhirnya merehabilitasi nama baik Prof Marhawati. Karena beliau memang tidak bersalah. Mestinya, ini jalan bagi Prof Marhawati untuk menuntut balik. Tapi itu, tidak atau belum dilakukan.
Kalau hanya soal dinamika kampus semata, maka Dr. Nisbah pasti tidak mengalami penzoliman dan fitnah, beliau dituduh menerima tunjangan berlebihan yang berpotensi korupsi karena mengabdi di KPU Sulawesi Tengah. Nisbah juga melawan. Dan, melalui sidang TUN di Palu dan Makassar hingga ke Mahkamah Agung, beliau menang. Menunjukkan, kriminalisasi adalah tabiat dari rezim Kampus Universitas Tadulako saat ini. Bagi mereka yang mencoba melawan kebijakan yang zalim.
Lagi. Bagaimana hanya disebut dinamika kampus ? Bila masalah yang menimpa Profesor Sultan di kampus Universitas Tadulako, membuat beliau kehilangan gelar profesornya. Beliau lalu, dipenjara lebih lima tahun. Tuduhannya, antara lain berkait biaya perjalanan Dinas. Dan, pemotongan dana penelitian yang diduga merupakan bagian dari kebijakan Rektor pada saat itu.
Beberapa Dosen Untad juga mengalami nasib yang sama. Diberhentikan sebagai Dosen dan dicabut status PNS. Kemudian dipenjara dan wajib mengembalikan ratusan juta ke negara. Padahal, angka kerugian diperkirakan kurang dari satu milyar.
Catatlah kita, bahwa semua ini terjadi di era dua Rektor yang terakhir (Muh.Basir Cyio dan Mahfudz) Karena itu, kita tagih kesatriaannya beliau berdua. Tampil dan hadapilah secara “gentleman” atas apa yang menjadi temuan Dewan Pengawas. Jangan lagi mencari-cari alasan pembenaran dan pembelaan yang semu. Karena jujur saja, yang sedang terjadi di Universitas Tadulako saat ini. Sesungguhnya adalah masalah kriminal. Skandal besar. KEKISRUHAN SERIUS. Sama sekali, bukan DINAMIKA KAMPUS.
*KPK Untad adalah sekelompok orang yang terdiri dari akademisi yang peduli dan prihatin atas kekisruhan di kampus Untad