UMKM Naik Kelas melalui Kerjasama “Kemitraan”

oleh -

OLEH : Jayadin, S.H*

Saat ini UMKM merupakan salah satu usaha yang terus bertahan dan tumbuh, meskipun baru-baru ini negara Indonesia telah menghadapi masa yang begitu sulit yaitu wabah virus Covid-19, di mana banyaknya perusahan besar yang gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga.

Keberadaan UMKM menurut siaran pers Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, sampai tanggal 1 Oktober 2022, pertumbuhan UMKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha dan kontribusi UMKM memberikan nilai tambah terhadap barang dan jasa dengan capaian 60,5%.

Sementara penyerapan tenaga kerja mencapai 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.

Data demikian menunjukan UMKM sendiri turut menumbuhkan perekonomian di negara Indonesia.

Namun, keberadaan UMKM sendiri tidak akan mampu bersaing dan mengembangkan usahanya tanpa adanya dukungan dari pemerintah.

Salah satu upaya pemerintah dalam membantu pelaku UMKM adalah melalui pola “Kemitraan”.

Melalui pola ini diharapkan pertumbuhan pelaku UMKM dapat naik kelas dan mampu bersinergi serta bekerjasama dengan pelaku usaha besar.

Kerjasama “Kemitraan”

Kemitraan ini merupakan pola kerjasama yang disusun oleh pemerintah.

Pola ini merupakan strategi pemerintah untuk UMKM agar dapat bersaing dan bekerjasama dengan pelaku usah besar.

Keseriusan pemerintah terhadap pengambangan usaha UMKM diatur lagi melalui UU nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM.

Dengan berlakunya UU tersebut tentunya akan lebih memberikan jaminan perlindungan hukum serta kepastian hukum terhadap eksistensi UMKM.

Pasal 1 ayat 13 UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM, menerangkan bahwa pola kemitraan itu merupakan kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung atas dasar saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan usaha besar

BACA JUGA :  Perkuat Ekonomi Donggala, Yasin akan Fokus di Sektor UMKM dan Pertanian

Atas dasar norma inilah ruang bagi UMKM dapat membangun kepercayaan diri untuk melakukan kerjasama dalam bidang usaha seperti barang dan jasa.

Keterlibatan UMKM dalam melakukan kerjasama bisnis dengan pelaku usaha besar itupun memposisikan UMKM dapat bekerjasama secara langsung dengan pelaku usaha besar, dan juga UMKM dapat terlibat sebagai pihak ketiga (secara tidak langsung) dalam kerjasama.

Namun tentunya posisi dan kerjasama demikian harus didasarkan pada asas saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan baik terhadap UMKM maupun pelaku usaha besar.

Ada beberapa hal kerjasama kemitraan yang disusun serta dijelaskan dalam Pasal 26 UU No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan menengah, yaitu diantaranya melalui pola inti plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil serta kerjasama usaha patungan (joint venture).

Namun bagi UMKM sendiri tentunya pola kemitraan ini akan sangat berat jika tidak dibekali dengan pengetahuan serta pengalaman yang memadai.

Apakah mungkin UMKM mampu melakukan pola seperti diatur dalam pasal 26 UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM,? apalagi jika dilihat perkembangan dunia bisnis industri serta teknologi yang begitu cepat saat ini, dimana usaha besar dominan menguasai mesin serta alat produksi.

BACA JUGA :  BI Sulteng Gerakkan Ekonomi Lokal melalui Beragam Inisiatif

Sementara di sisi lain, posisi pelaku UMKM menjadi tidak diuntungkan.

Tantangan ini tentunya bukan hanya ditumpukan semua kepada pelaku UMKM sebab hal itu akan terasa berat jika tidak didukung dengan peran pemerintah.

Upaya Pemerintah

PP Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yang merupakan turunan peraturan lebih lanjut dari UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM, telah menjamin bahwa pemerintah pusat dan daerah dalam Pasal 102 ayat 2 PP Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, memberikan insentif berupa pengurangan atau keringanan pajak, pengurangan atau keringanan retribusi daerah, pemberian bantuan modal, bantuan riset dan pengembangan, fasilitas pelatihan vokasi serta subsidi bunga pinjaman.

Pemerintah pusat dan daerah dengan kewenangannya, menjamin dan memberikan perlindungan hukum terhadap pelaku UMKM.

Hal tersebut dilakukan agar supaya pelaku UMKM dapat mengembangkan usahanya serta bisa memberikan kepercayaan diri untuk membangun kerjasama melalui pola kemitraan.

Pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah mempunyai fungsi kontrol dan regulator terhadap pelaksanaan kerjasama kemitraan.

Fungsi demikian digunakan untuk mengatur pola kerjasama kemitraan antara UMKM dan usaha besar.

Hal ini dilakukan agar tercipta iklim usaha yang sehat dan seimbang sebagaiman yang diatur dalam Pasal 118 ayat 1 dan 2 PP Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga yang tugas utamanya melakukan penegakan hukum terhadap dunia bisnis atau usaha sebagaimana diatur dengan UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

BACA JUGA :  Etika dan Perilaku Politik dalam Menghadapi Pilkada

Tujuan penegakan hukum demikian adalah untuk menjaga kepentingan umum, mewujudkan iklim usaha yang kondusif, mencegah praktik monopoli serta terciptanya efektifitas dan efisiensi kegiatan usaha.

Melalui UU No. 20/2008 jo PP No. 17/2013, KPPU memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menegakkan hukum atas pelaksanaan kemitraan antara usaha besar dengan UMKM.

Hal ini akan sangat menguatkan posisi UMKM dalam melaksanakan kerjasama kemitraan dengan usaha besar.

Sebab, dengan adanya kepentingan KPPU dalam melakukan pengawasan serta penegakkan hukum terhadap pola kerjasama kemitraan, akan mencegah praktik terselubung dalam pola kemitraan.

Kehadiran KPPU dalam melakukan pengawasan dalam pola kerjasama kemitraan dan penegakkan hukum mengarah pada objek atau jenis pelanggaran seperti, usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil dan/atau usaha menengah mitra usahanya, dan usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro dan/atau usaha kecil mitra usahanya.

Kedua jenis pelanggaran mungkin saja akan terjadi mengigat posisi UMKM yang tidak memiliki modal besar serta tidak menguasai alat produksi, sehingga disinilah KPPU bekerja untuk melakukan pengawasan serta penegakkan hukum dalam dunia usaha khusunya pada pola kerjasama kemitraan agar terciptanya iklim usaha yang seimbang serta etika bisnis yang sehat.

*Penulis adalah Advokat/Konsultan Hukum