JAKARTA – Isu penundaan Pemilu yang saat ini lagi santer, diulas secara lugas oleh Wakil Ketua Dewan Syura DPP PKS, Moh Sohibul Iman, Ph.D, saat menutup Konsolidasi dan Bimtek Pimpinan Fraksi PKS se-Indonesia, di Jakarta, Jumat (26/03).

“PKS yang pertama menyatakan menolak penundaan Pemilu dan sampai saat ini tetap konsisten. Alhamdulillah, sampai saat ini dinamikanya sudah lima parpol yang ikut menolak penundaan Pemilu,” kata mantan Presiden PKS yang akrab disapa Ustadz MSI itu.

PKS menilai, di balik penundaan Pemilu, ada masalah besar yang mengancam tatanan demokrasi yang saat ini masih berjalan terseok-seok di Indonesia saat ini.

“Penundaan Pemilu, merusak tatanan yang lebih besar hany untuk kepentingan istana. Penundaan Pemilu, mengorbankan dan mengabaikan tatanan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berdarah-darah oleh mahasiswa dan rakyat sejak 1998,” kata Sohibul Iman.

Ia lalu mengutip pendapat Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, di mana ada empat indikator matinya demokrasi di sebuah negara. Menurut Ustadz Sohibul, bahwa kematian demokrasi, tidak hanya karena adanya kudeta yang dilakukan militer.

“Pemerintahan sipil yang dipilih melalui mekanisme demokrasi pun bisa menyebabkan kematian demokrasi dan membawa pada pemerintahan yang otoriter,” katanya.

Menurutnya lagi, bahwa indikator yang disebutkan Steven Levitsky dan Daniel Zilbatt tersebut, mulai tampak saat ini.

“Puncaknya adalah wacana yang digulirkan pemerintah soal penundaan Pemilu 2024 hingga ke 2027,” sambungnya.

Masih menurut buku bagaimana Demokrasi Mati, bahwa kematian demokrasi tidak lain akan kembali membawa Indonesia ke era otoriter sipil.

Sebelum menutup bimtek, Ustadz Sohibul mengapresiasi sikap tegas Ketua Umum PDI-Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, bahwa walaupun merupakan partai utama pengusung Presiden, namun dengan tegas ikut bersuara menyatakan menolak penundaan pemilu.

“Kami mengapresiasi sikap Ibu Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan, yang komitmen dalam menjaga tegaknya demokrasi di Indonesia,” tandasnya. ***