Berbagai pandangan mengemuka dalam beberapa diskusi tak resmi, menyikapi keputusan, sekaligus kesanggupan Gus Fuad Plered, atas sanksi adat yang dijatuhkan kepadanya.

Sanksi adat ini adalah buah dari perbuatannya melakukan penghinaan dan ujaran kebencian kepada Pendiri Alkhairaat, Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua.

Beberapa tidak sependapat, jika sanksi adat Kaili yang telah dijatuhkan oleh Majelis Wali Adat Patanggota Ngata Palu kepada Fuad Plered, ikut menghapus hukum pidana yang tengah berproses di kepolisian.

Bagaimana sebenarnya posisi dan kekuatan hukum adat ini di tengah masyarakat Indonesia? Bagaimana pula negara meletakkan hukum adat ini sebagai pegangan untuk ditaati? Lalu siapa saja yang bisa dikenakan sanksi adat?

Kepada media ini, Jamaluddin A. Mariajang dalam kapasitasnya sebagai Pengamat Budaya, sekaligus Pengajar Sosiologi di Universitas Tadulako (Untad), memberikan pandangannya. Berikut wawancaranya:

Kami mendapat informasi bahwa dalam waktu dekat ini, libu Adat Kaili akan menyidangkan prosesi “Nompana’a” (tunaikan sanksi adat) dari tosala Fuad Plered. Bagaimana pandangan anda terhadap prosesi ini?

Nompana’a itu prosesi adat Kaili untuk menilai pelaksanaan keputusan adat. Setelah sebelumnya telah dijatuhkan sanksi atas perbuatan Fuad Plered yang menurut adat Kaili disebut “Salambivi”. Suatu perbuatan yang dikategorikan “salah ucap” berakibat timbulnya rasa terhina, dirugikan bagi seseorang maupun kelompok. Adat menetapkan sanksi untuk perbuatan ini dari tingkatan ringan hingga berat. Libu (pertemuan adat) dilangsungkan untuk eksekusi keputusan adat itu.

Bila sanksi Adat telah ditunaikan, apa konsekwensinya?

Sebuah hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang termasuk kurungan badan, hakikatnya adalah menghilangkan, mengembalikan atau memulihkan hak-hak orang lain yang dilenyapkan atau dirampas, diubah, dikurangi akibat suatu kesalahan bertindak.

Sanksi penjara atau pembayaran denda bermakna dua hal; pertama, menebus kesalahan atau kejahatan bertindak, kedua mengembalikan, memulihkan hak hak korban yang dianggap hilang atau lenyap. Hal tersebut diatur oleh norma yang diakui oleh masyarakat dan negara.

Apakah menurut anda, Fuad Plered telah menjalani hukuman seperti yang anda maksud?

Menjadi hal prinsip yang harus dipahami dari peristiwa hukum ini adalah pemahaman kita terhadap eksistensi hukum adat dalam sistem hukum nasional. Termasuk dalam kesadaran ini adalah mamahami eksistensi kita sebagai negara bangsa (nation state) yang dibangun oleh beragam suku bangsa dan kebudayaan.

Selanjutnya, mengerti eksistensi hukum adat yang beragam itu sebagai sumber hukum negara sesuai UUD 45. Berdasar pada pemahaman itu maka pelaksanaan hukum adat Kaili terhadap Fuad Plered dianggap bahwa dia sedang menjalani kèputusan hukum formal. Ya, dia menjalani keputusan hukum yang diakui negara.

Tapi apakah hukum adat Kaili hanya berlaku pada pengikut adat Kaili atau suku Kaili?

Nah disinilah letak ketidakpahaman tentang hakikat hukum adat sebagai bagian dari sistem hukum nasional. Sekali lagi harus dimengerti bahwa prinsip kehidupan bernegara kita adalah negara kebangsaan (nation state).

Kita adalah kesatuan bangsa yang dibangun oleh suku suku bangsa yang otonom secara kuktural. Ada yang namanya “habitat” “relung” (niche) artinya ruang kehidupan yang membedakannya dari ruang kehidupan lainnya. Suku suku bangsa itu memiliki kebudayaan masing masing. Kebudayaan itulah relungnya, ruang kehidupannya. Maka, tradisi/ kebudayaan itu relung masing masing suku bangsa. Inilah hakikat bahwa kita harmoni dalam perbedaan.

Inilah makna dasar NKRI harga mati. Hukum adat adalah salah satu wujud kebudayaan dari suku suku bangsa. Realitas ini harus dipertahankan demi bangsa dan negara Indonesia. Jadi, hukum adat kaili memang berlaku bagi suku kaili. Tetapi harus diakui oleh setiap warga bangsa ini. Setiap tindakan warga bangsa dalam wilayah keadatan Kaili harus dilindungi dengan hukum adat Kaili apabila memilih jalan penyelesaian hukum adat. Demikian juga berlaku bagi hukum adat suku bangsa lainnya; Jawa, Bugis, Dayak dan lain lain.

Dalam kasus Fuad Plered mengucapkan ujaran kebencian kepada Guru Tua dan Alkhairaat, hukum adat Kaili telah digelar, ini bagaimana padangan anda?

Ya, disinilah harus kita pahami. Fuad menggunakan haknya untuk diadili secara hukum adat Kaili. Jangan sama sekali melihatnya Fuad itu mencari hukuman yang enteng. Inilah ekspresi kematangan jiwa NKRI itu. Apalagi memandang hukum adat Kaili itu enteng, ini salah kaprah. Bersikap seperti itu, anda bisa di-givu (dihukum) juga.

Saya saksikan dewan wali adat itu bersidang. Mereka sangat serius dan amat bijaksana. Saya tidak memberi penjelasan tentang adat ini. Karena wilayah sakral bukan kompetensi saya.

Mengapa ada warga Alkhairaat (Komwil Alkhairaat Sulteng) memilih pendekatan ini?. Alasan mendasar bahwa Guru Tua itu orang Kaili, suku Kaili keturunan Arab. Habitat kulturalnya adalah kebudayaan Kaili. Dari tanah kaili ini Guru Tua mengembangkan Alkhairaat. Maka hukum adat kaili wajib melindungi beliau. Ingat, Guru Tua itu bukan lagi orang arab. Beliau suku Kaili keturunan Arab.

Mungkinkah ada orang yang diam-diam atau terbuka beralawanan dengan prinsip NKRI ini?

Saya husnudzhon tidak ada. Mengakui hukum adat itu harga mati. Jiwa NKRI. Jika ada maka pasti ini ada orang yang tidak sadar terpapar idiologi transnasional.

Contoh ideologi transnasional yang populer antara lain: gerakan Islam transnasional seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, dan Al-Qaeda/ISIS, serta ideologi liberalisme, kapitalisme, dan sosialisme yang juga menyebar secara global. Tapi saat ini boleh jadi ada segelintir orang yang menampung amarah kelompok tertentu di Jawa yang bersilang sengketa nasab. Kita harus benar-benar bersih dari interes ini.

Bagaimana proses pelaporan pidana di kepolisian tentang ujaran kebencian terhadap Guru Tua dan Alkhairaat?

Sekali lagi, dan sekali lagi, kita harus taat pada hukum yang berlaku di negara ini termasuk hukum adat Kaili seperti yang sudah disinggung di atas. Jangan bawa dendam, interes dari luar. Kepentingan bangsa harus ditempatkan di atas. Biarkan polisi bekerja sesuai prosedur dan asas hukum yang mereka pegang.

Kita hanya memberi masukan telah melakukan proses hukum adat dan ada permintaan maaf dari Fuad. Apapun hasil kerja polisi kita harus dukung dan kuatkan. Kita harus perhatikan ketertiban dan stabilitas. “Walkadhimiinal ghaidho” (menahan diri ini ajaran Al-Quran).