Trauma yang Sama
Hati yang gundah karena keberadaan Operasi Tinombala yang tak kunjung selesai melakukan perburuan Kelompok Sipil Bersenjata di Poso, tidak hanya dirasakan oleh keluarga korban insiden Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi.
Kamis 9 April 2020, sejumlah warga tak jauh dari Polsek Pesisir Utara mengaku mendengar suara yang mirip dengan letupan senjata. Akan tetapi hingga kini tak ada yang tau suara tersebut benar berasal dari sebuah senjata atau bukan, namun yang pasti setelahnya jasad Qidam Alfariski (Alm), dilaporkan meninggal dunia tak jauh dari Polsek tersebut.
Lekas, pihak aparat kala itu menyebut Qidam merupakan bagian dari Kelompok Sipil Bersenjata Poso, yang tengah diburu oleh Satgas Tinombala. Pun, oleh Kabid Humas Polda Sulteng menyebut Qidam bagian dari kelompok teroris Poso.
Akan tetapi, pihak keluarga tak tinggal diam. Sang Ayah Irwan Mowance menuntut keadilan, bersama Tim Pengacara Muslim (TPM) melaporkan Kabid Humas AKBP Didik Supranoto atas pernyataan tersebut, kemudian pihak Polda Sulteng meralat pernyataannya bahwa Qidam bukan teroris.
Namun, belakangan diketahui mediaalkhairaat.id dari pihak TPM, Andi Akbar, polda sulteng telah mengeluarkan SP3 atas laporan yang dilakukan ayah Qidam terhadap Kabid Humas Polda Sulteng. Hal itu menurut Akbar, sangat mengada-ngada dan tidak memiliki dasar apapun.
“Maka itu kita mengajukan gugatan perdata (PMH) dipengadilan negeri palu berkaitan dengan pencemaran nama baik oleh Kabid Humas Polda Sulteng,” tegasnya, Kamis (3/12) di Palu.
Meninggalnya Almarhum Qidam Alfariski (20) tahun, turut menyisakan trauma maupun rasa gundah dihati Irwan Mowance. Bagaimana tidak, sang buah hati tewas dalam keadaan juga tak wajar. Pihak keluarga menduga, personel yang tergabung dalam Satgas Tinombala kala itu telah melakukan penganiayayaan serta kekerasan hingga berujung kematian.
Tuduhan itu bukan tanpa sebab, karena dibuktikan dengan sejumlah luka yang tidak biasa ditemukan disekujur tubuh Qidam.
Alih-alih memburu Kelompok Sipil Bersenjata di Poso, Satgas Tinombala kembali salah tembak dan menewaskan dua orang petani bernama Syarifudin dan Firman pada Juni lalu. Saksi mengatakan aparat terus menembak membabi-buta kendati dua orang itu telah berteriak mengaku bukan teroris. Kala itu, personel satgas berdalih tidak mendengar teriakan mereka.