MEMBANGUN sebuah peradaban tidak terlepas dari mempersiapkan generasi terdidik. Pendidikan bukan hanya yang sifatnya formal semata tapi melampaui dari itu pendidikan agama dan membumikan Al-Qur’an juga tak kalah penting.
Bicara soal membumikan Al-Qur’an. Tadi siang saya menyempatkan singgah di salah satu gubuk milik warga di Kampung leluhur saya, tepatnya di Desa Padalaa. Gubuk berdinding papan itu hanya seukuran 4X6 meter persegi, dihuni oleh pasangan yang dikaruniai 2 orang anak, putra dan putri. Putra sulungnya sudah beranjak remaja bersekolah di SMK dan si bungsu tumbuh menjadi gadis mungil bersekolah di SD.
Dari gubuk sederhana, lantunan ayat-ayat suci Allah telah diperdengarkan. Di ruang tengah terpampang beberapa poster hukum bacaan, tanda baca seperti Qalqolah, hukum izhar, hukum iqlab dan lainnya. Ditulis sendiri oleh si pemilik gubuk. Saya dibuat takzim, ternyata gubuk itu bukan hanya tempat beranak pinak membesarkan kedua buah hati mereka namun dipakainya untuk mendidik calon-calon generasi emas di kampung.
Setengah dari gubuk sederhana itu disulapnya menjadi Taman Pengajian Al-Qur’an atau bahasa kerennya TPQ. Rusmin nama pria paru baya pemilik gubuk sekaligus pengasuh santri di TPQ AINNUR tersebut. Saat berbincang beliau menceritakan sedikit kisah perjalanannya hingga menjadi seorang guru ngaji.
“Saya ini dulu bisa di bilang temannya iblis, bayangkan saja orang sholat di masjid saya masi terlena putar musik, parahnya lagi kalau hari jumat warga berduyun-duyun ke masjid memenuhi panggilan Ilahi menunaikan kewajiban sebagai pria sejati’ eh saya malah sibuk keliling jual ikan,” urai Rusmin mengulik kisah masa kelamnya.
“Berapa tahun saya jalani hidup dalam kendali iblis. Suatu ketika tepat di hari Jum’at saat hendak menjual ikan keliling kampung menggunakan motor. Tiba-tiba saya diminta berhenti oleh seorang warga kemudian mendekat lalu berkata dengan nada sindiran untuk menghargai waktu dan orang sholat. Kalimatnya ringan tapi menusuk, maknanya luar biasa. Dada saya serasa tertimpa beban ada semacam rasa bersalah tapi saya tidak tau harus berbuat apa, jangankan do’a-do’a sholat cara berwudhu pun saya masi bingung-bingung awalan dan ahirnya.” Sambungnya.
Dikatakan Rusmin lima tahun yang lalu, Desa tetangga kedatangan guru mengaji. Membuka pengajian di desa tsb. Santrinya bukan hanya kalangan anak-anak (pelajar) tapi kebanyakan orang dewasa.
“Kebetulan saya lewat jual ikan setelah mendapat informasi bahwa guru membuka pendaftaran pengajian seketika hati kecil saya terketuk. Mungkin ini hidayah Allah. Saya segera balik kerumah, sebelumnya saya singgah membeli buku Iqra. Sesampainya di rumah saya kemudian mandi lalu bersiap berangkat ke kampung sebelah. Melihat gelagat saya yang tidak seperti biasa, lazimnya sedari jual ikan duduk ngopi sembari menghabiskan beberapa batang rokok di ruang tamu. Istri seolah penasaran kemudian bertanya mau kemana, saya memberitahu apa yang terkandung dalam hati. Reaksi sang istri tetiba berubah ia terheran-heran, namun karena dukungannya kuat demi perubahanku, ia kemudian ikut membersamai.”katanya.
“Menjadi rutinitas kami tiap hari berangkat menuju kampung tetangga, 4 kilo meter jaraknya namun jalanan cukup menguji adrenalin, kala itu jalanan belum semulus sekarang, lumayanlah waktu tempuhnya sekira setengah jam perjalanan. Delapan bulan lamanya menekuni bersantri, dibimbing langsung oleh Guru Mengaji yang sudah familiar di kalangan orang Menui. Pak Suarno Maiya, sampai kemudian tamat dan khatam. Bacaanpun Alhamdulillah sudah bagus, bisami kami dibawah keacara.” Katanya sambil terkekeh.
Singkatnya. Semenjak kejadian itulah eks pemain kibor (musisi) Galper itu, menapaki jalan Hijrahnya. Allah membukakan pintu hidayah untuknya berhijrah. Belajar dan menggali ilmu agama menjadi keharusan baginya. Ia haus akan ilmu. Hingga ahirnya ia di beri amanah menjadi pegawai SARA ( Khatib ) di Masjid Nurul Hidayah.
Beberapa bulan silam didasari semangat dan tekat Rusmin ahirnya resmi mendirikan Taman Pengajian, ia ingin menunaikan janji dan impiannya setelah berhijrah untuk membuka TPQ. Meski masi baru dengan segala keterbatasan untuk memenuhi segala kelengkapan di TPQ AINNUR miliknya. Namun Keterbatasan bukan penghalang baginya selagi tekad dan kemauan ada InsyaAllah selalu dibukakan jalannya.
Di akuinya saat ini fasilitas dan persediaan Al-Qur’an yang ia miliki masih sangat terbatas dibandingkan jumlah santrinya yang makin bertambah. Santri dibagi menjadi 3 kategori, bukan hanya datang dari kalangan pelajar tapi termasuk orang dewasa turut serta. Ia hanya mengandalkan beberapa Al-Qur’an yang sempat dibeli dari sebagian rezeki yang ia sisipkan dan wakaf dari salah satu staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Menui Kepulauan. Harapannya agar di Desa Padalaa Al-Qur’an selalu dibumikan.
Apabila ada yang kelebihan Al-Qur’an di rumah atau kelebihan rezeki marilah kita berburu amal Jariyah dengan Me-Wakafkan Al-Qur’an Ke TPQ AINNUR berlamat di Desa Padalaa, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah atau bisa menghubungi nomor Bapak Rusmin, Contak me/0822-9656-5673,Wa./0812-4220-1008.
(Penulis: Edi Laris)