TPM Sulteng Kritisi Proses Penangkapan Terduga Teroris Densus 88/AT

oleh -
Dari kiri Direktur TPM Sulteng Andi Akbar Panguriseng dan Erik Cahyono saat konferensi pers di Sekber AJI Palu, Rabu, (18/5). Foto : Ist

PALU- Tim Pengacara Muslim (TPM) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan protes keras dan mengkritisi atas penangkapan 24 terduga terlibat jaringan JAD.

Mereka menilai proses penangkapan itu mencederai rasa keadilan dan melabrak beberapa aturan perundang-undangan.

Direktur TPM Sulteng Andi Akbar Panguriseng mengatakan, dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris menyebutkan, ketika orang ditangkap atau diduga melakukan tindak pidana terorisme 7 x 24 jam tidak bisa ditemui.

“Pasal ini mencederai rasa keadilan, hanya saja pasal ini belum diuji di Mahkamah Konstitusi,” beber Akbar turut didampingi rekanya Erik Cahyono saat konferensi pers di Sekretariat Bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Rabu , (18/5).

Sebab kata dia, pasal tersebut tidak menggugurkan hukum acara (KUHAP), pasal 51 sampai seterusnya, ketika orang ditangkap dan diancam hukuman 5 tahun ke atas wajib didampingi oleh kuasa hukum.

“Kita bisa bayangkan ada orang ditangkap atau diduga melakukan suatu tindak pidana dan proses berita acara pemeriksaan (BAP) tidak ada kuasa hukumnya, bagaimana bisa,” tanyanya.

BACA JUGA :  Dugaan Korupsi Tender Jalan Ruas Salakan-Sambiut, Empat Orang Dipanggil Kejati Sulteng

Olehnya kata dia proses penangkapan tersebut sangat mencederai keadilan dan melabrak beberapa undang-undang.

Padahal menurutnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keluarga wajib mengetahui kondisi tersangka diduga melakukan tindak pidana.

Menurutnya, ada beberapa kejadian keluarga terduga yang kita dampingi itu sudah lewat 7 kali 24 jam sampai detik ini belum dapat ditemui.

“Ini sangat mencederai rambu-rambu peraturan perundang-undangan, yang berlaku,” tuturnya.

Ia juga mempertanyakan, beberapa orang terduga terorisme proses peradilannya diadili di Jakarta. Padahal tempus delicti (tempat kejadiannya) di Sulteng.

BACA JUGA :  KPU Palu Ingatkan Rambu-Rambu Kampanye kepada Paslon

Meskipun ada Surat Edaran Mahkamah Agung membolehkan peradilan di tempat dianggap aman, bila tempat kejadian (locus delicti) dianggap tidak aman dan kondusif.

“Padahal Kabupaten Poso saat ini sudah sangat kondusif, apalagi dengan kedatangan Panglima TNI baru-baru ini menyatakan Sulteng dalam keadaan aman dan kondusif,” ujarnya.

Lalu mengapa semua pelaku terduga teroris yang ditangkap di Sulteng proses peradilannya di Jakarta, sehingga menurut pihaknya sangat mencederai hak-hak terduga. Apalagi semua masih proses praduga tak bersalah, adapun mereka dianggap berbahaya dan simpatisan , itu masih versi aparat dalam hal ini Densus 88/AT.

“Versi yang keluar hanya dari aparat, tidak berimbang mereka terduga juga harusnya diberikan ruang untuk didampingi oleh kuasa hukum,” sebutnya.

Sehingga imbuhnya, informasi itu adil dan berimbang, persoalan mereka betul terlibat itu nantinya di ranah pengadilan memutuskan.

“Padahal para terduga teroris ini memiliki keluarga, bisa menghubungi kuasa hukum untuk mengadvokasi,” pungkasnya.

Sebelumnya Densus 88/AT dibantu Polda Sulteng sejak Sabtu (14/5) sampai dengan Senin (16/5) menangkap 24 orang dari dua tempat berbeda yakni Kabupaten Poso dan Kabupaten Tojouna-una , mereka diduga terlibat jaringan JAD mendukung kelompok MIT.

BACA JUGA :  AJI Palu Ingatkan Anggotanya Patuhi Kode Etik dan Perilaku saat Liputan Pilkada

Dari 24 orang , satu orang ditangkap di Provinsi DKI Jakarta, satu orang di tangkap di Provinsi Kalimantan Timur, 22 orang yakni, IR, RA, BS, FM, SH, AW, HR, LY, IS, RK, TR, IS, MB, MR, RK, EA, SM, AM, DM, DR, TL, FS dari Sulteng 19 orang berasal dari Kabupaten Poso, 3 orang dari Ampana, Kabupaten Tojouna-una.

Dari hasil penangkapan , adapun barang bukti diamankan diantaranya, satu pucuk api senjata revolver rakitan, puluhan amunisi caliber 38 spesial, ratusan amunisi caliber 5,56 mm, enam unit senjata PCP , anak panah , senjata tajam dan lainnya.

NRD