PALU- Tim Pengacara Muslim (TPM) Sulawesi tengah (Sulteng), berpandangan, operasi satuan tugas Tinombala menuntaskan/mengejar daftar pencarian orang (DPO) Poso masyarakat sipil bersenjata dinilai gagal. Hal ini dibuktikan dengan meninggalnya empat warga di Kabupaten Sigi, Jum’at (27/11).
“Olehnya, sebaiknya dievaluasi atau dibubarkan, sebab sederetan kasus kekerasan di Kabupaten Poso dan di Kabupaten Sigi terus terjadi. Bukti Satgas Tinombala tidak dapat memberi rasa nyaman dan aman kepada masyarakat,” kata TPM Sulteng, Andi Akbar, di Palu Selasa, ( 1/12).
Andi Akbar mengamati, dari operasi ber sandi camar maleo sampai berganti sandi operasi tinombala, justru semakin banyak masyarakat menjadi korban.
“Ini menjadi bukti, agar Operasi Tinombala, segera dievaluasi dan tidak diperpanjang lagi,” kata Akbar.
Sebab menurut Akbar, begitu banyak biaya sudah dikeluarkan Negara, guna mendanai operasi tersebut. Tapi perburuan sipil bersenjata, nyatanya sampai sekarang tidak tuntas.
“Belum lagi adanya dugaan salah tembak oleh aparat kepada masyarakat. Sampai saat ini, belum ada titik terang sejauh mana penanganannya,” ungkapnya.
Akbar menambahkan, terkait penyerangan kepada masyarakat,oleh sipil bersenjata, harusnya tidak ada lagi sejak adanya satgas.
Dia mengakui, ada keberhasilan dalam operasi satgas tersebut, DPO yang tewas ditembak, itu sudah menjadi tugas negara, diwakilkan kepada pihak kepolisian.
Dalam pandangannya, berkaitan adanya sipil bersenjata, bila nantinya satgas operasi Tinombala dievaluasi atau dihentikan. Semua stakeholder , tidak hanya TNI dan Polri dilibatkan dalam upaya keamanan.
“Hematnya semua tokoh agama, tokoh masyarakat, forkopimda duduk bersama mencari solusi terkait masyarakat sipil bersenjata tersebut,” kata Akbar.
Bagi Akbar, masyarakat sipil bersenjata itu tidak seperti kita bayangkan banyak dan memiliki kekuatan.
Akbar menyandingkan, ketika kasus gerakan Aceh merdeka (GAM), yang dilakukan upaya preemtif dan preventif oleh TNI berhasil dan bisa diatasi.
“Tidak harus dengan pendekatan operasi militer,” katanya.
Walaupun, kata Akbar, upaya duduk bersama tokoh masyarakat, tokoh agama dan forkopimda ini pernah dilakukan, tapi yang dikedepankan pendekatan militer.
“Perlu dilakukan upaya dialog oleh tokoh-tokoh masyarakat guna membangun komunikasi dengan sipil bersenjata. Tidak harus dengan pendekatan militer,” sebutnya.
Akbar menambahkan, keinginan masyarakat saat ini, khususnya masyarakat Poso, ingin hidup damai, rukun berdampingan dengan semua pemeluk agama berbeda.
Sebab masyarakat Poso punya perjalanan panjang terkait konflik, jadi tidak ada dukungan dan simpati terhadap aksi-aksi kekerasan dilakukan.
Akbar menegaskan, mengutuk keras aksi-aksi kekerasan dilakukan secara sadis dan sporadis yang mengatasnamakan dalil-dalil agama.
“Itu tidak dibenarkan dalam Islam dan semua agama,” pungkasnya.
Reporter: Ikram
Editor: Nanang