“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah: 2).
Sebagaimana disebutkan dalam Alquran bahwa syaitan tak suka kepada kebaikan, sehingga selalu berusaha menggoda manusia untuk berbuat keburukan. Makanya, tak mengherankan kalau mendapati orang-orang yang sudah tergoda setan menyenangi keburukan, dan sebaliknya membenci kebaikan.
Bukan hanya gemar berbuat keburukan, para tawanan setan akan bantu-membantu dalam keburukan. Orang-orang seperti ini akan kesetanan dan mencari segala cara agar keburukan terus berlangsung. Tak mau peduli, walaupun telah diingatkan dalam Alquran agar tidak mengikuti langkah-langkah setan karena setan merupakan musuh nyata (QS. Al-Baqarah: 208).
Masalahnya adalah, setan amatlah cerdik. Setan boleh jadi tidak menghalang-halangi manusia dari ibadah kepada Allah SWT dan amalan yang baik, tetapi setan menyimpangkan niat manusia beribadah atau beramal baik sehingga bukan karena Allah SWT. Boleh jadi pula setan menjadikan manusia ikhlas beramal karena Allah SWT, tetapi setan berupaya agar manusia beramal tidak sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.
Di dalam bukunya yang amat terkenal, Talbis al-Iblis (Tipudaya Iblis), Ibn al-Jauzi secara panjang lebar mengungkapkan bagaimana sepak terjang setan dalam memperdaya manusia; termasuk di dalamnya para ahli ibadah, para pembaca Alquran, para ahli hadits, para ulama fikih, juga para pengemban dakwah.
Menurut Ibn al-Jauzi, setidaknya ada enam langkah setan dalam menjerat manusia. Pertama: berusaha menjadikan manusia kafir atau musyrik. Kedua: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka yang Muslim sebagai pelaku bid’ah. Ketiga: Jika gagal, berusaha menjadikan mereka tukang maksiat/pelaku dosa besar. Keempat: Jika gagal, berusaha agar mereka banyak melakukan dosa-dosa kecil. Kelima: Jika gagal,berusaha menyibukkanmereka dalam masalah-masalah yang mubah (yang tidak bermanfaat dan tidak berpahala).Keenam:Jika gagal juga, berusaha menyibukkan mereka dengan urusan-urusan sederhana sehingga mereka melupakan berbagai urusan yang lebih utama; misalnya menyibukkan diri dengan amalan sunnah, tetapi meninggalkan amalan wajib.
Berbeda dengan orang-orang yang bertaqwa, yang senang kepada kebaikan. Bukan hanya menyenangi kebaikan, tetapi punya rasa benci kepada keburukan. Sebagai wujud rasa bencinya, mereka akan berusaha untuk mengajak orang lain untuk bersatu dalam mencintai kebaikan dan sebaliknya membenci keburukan.
Apalagi keburukan yang dilakukan sebahagian orang bisa berdampak buruk bukan hanya terhadap (para) pelakunya, tetapi juga kepada orang-orang yang berada dalam kawasan tersebut. Bahkan, keburukan itu semakin menjadi-jadi manakala orang-orang yang baik hanya diam saja, tak mau melakukan apa-apa untuk menghadang perkembangan kejahatan.
Jelaslah bahwa kehidupan dunia ini tidaklah abadi. Kehidupan kita di dunia ini hanyalah sebuah mimpi. Lalu dimanakah kehidupan kita yang sesungguhnya? Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata “Annaasu niyaamun wa idzaa maatuu intabahuu”. Manusia ini semuanya tidur, dan ketika mati (maka) terbangunlah (manusia) dari tidurnya.
Itulah kehidupan yang sebenarnya. Yaitu ketika kita menutupkan mata meninggalkan dunia ini, maka terbukalah gerbang kehidupan yang sebenarnya.
Selama ini kita hanya memperjuangkan kenikmatan fana yang hanya ada di alam mimpi. Namun jarang sekali kita memikirkan bekal yang akan kita bawa untuk kehidupan hakiki. Kehidupan setelah mati.
Tidak ada satupun kebanggaan dunia yang akan kita bawa nanti. Bukan harta, tahta bukan pula sanjungan dan pujian orang. Hanyalah takwa sebaik-baik bekal menghadap Allah tuhan semesta alam. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqoroh : 197 “Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” Maka setiap manusia haruslah menyadari bahwa taqwa adalah kebutuhan wajib yang harus diraih. Bukan hanya bekal akhirat. Namun juga bekal dunia akhirat.
Takwa di dalam kamus Ilmu Alquran dapat diartikan dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tingkah laku orang yang bertaqwa selalu mencerminkan perilaku mulia dan selalu berusaha menghindari hal-hal yang menjadikan Allah murka. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)