PALU- Saiful Wahid, anggota DPRD Kabupaten Tojo Una-una yang keberatan, diganti melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) SK.PP/475/2020. Dia pun akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/ Palu.
Pengajuan gugatan tersebut, teregister dengan nomor perkara 76/Pdt.G/2020/PN Palu, dilakukan setelah Mahkamah Partai Bulan Bintang (PBB), Keputusan Nomor: 03A/MP/PP/VIII/2020, pada pokoknya menolak pengaduan Saiful Wahid selaku Pengadu untuk seluruhnya.
Melalui kuasa hukumnya, Muh. Rasyidi Bakry mengatakan, gugatan diajukan karena sesuai ketentuan Pasal 33, ayat (1) UU RI Nomor 2
Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
“Dalam hal penyelesaian perselisihan melalui Mahkamah Partai tidak tercapai. Penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Negeri,” ujar Muh. Rasyidi Bakri dari kantor hukumnya, kepada MAL Online, Senin (14/9).
Ia menyebutkan, adapun yang jadi tergugat adalah Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (DPP PBB) sebagai Tergugat I dan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Bulan Bintang (DPW PBB), sebagai Tergugat II.
Selain itu, kata dia, dalam gugatan juga ditarik 3 pihak, dari badan pemerintahan sebagai turut tergugat yakni; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kab. Tojo Una-Una sebagai Turut Tergugat I. Gubernur Sulawesi Tengah sebagai Turut Tergugat II dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tojo Una-Una sebagai Turut Tergugat III.
Menurut Rasyidi, pelibatan ketiga turut tergugat tersebut memang menjadi suatu keharusan agar gugatan tidak cacat, karena melalui merekalah, usulan PAW terhadap Kliennya diproses.
“Kemudian dengan melibatkan para turut tergugat, maka mereka dengan sendirinya akan mengetahui bahwa klien kami masih menempuh upaya hukum,” katanya.
Sehingga kata dia, para turut tergugat harus menghargai proses hukum sedang ditempuh dan menunda proses usulan PAW Saiful Wahid , sampai ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Rasyidi berharap, agar gugatan kliennya bisa dikabulkan oleh Majelis Hakim PN Palu akan menyidangkan gugatannya, karena alasan dijadikan dasar DPP PBB untuk melakukan PAW bertentangan dengan aturan hukum berlaku.
“Alasan utama, jadi dasar DPP PBB untuk melakukan PAW terhadap
klien kami sebagaimana tertuang dalam SK PAW tersebut, adalah karena klien kami, saat itu sedang tersangkut masalah pidana,” terangnya.
Tapi kata dia, terlepas dari fakta tentang kliennya yang telah ikhlas menerima dan menjalani putusan pidana tersebut, namun secara yuridis, dalam Undang- undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), khususnya dalam Pasal 405 ayat (2) huruf c, diatur bahwa Anggota DPRD diberhentikan antar waktu apabila dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
“Sementara, ancaman pidana penjara pasal 378 didakwakan kepada klien kami 4 tahun. Dengan demikian, alasan untuk melakukan PAW
terhadap klien kami, karena telah menjalani hukuman pidana, secara hukum menjadi tidak relevan dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum,” pungkasnya. (IKRAM)