Tolak Full Day School, Komisi IV Sarankan PMII Lakukan Kajian

oleh -
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Zainuddin Tambuala saat memimpin pertemuan dengan perwakilan PMII, di ruang Baruga DPRD, Jumat (18/08). (FOTO: MAL/RIFAY)

PALU – Komisi IV DPRD Provinsi Sulteng menyarankan kepada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk melakukan kajian terkait pemberlakuan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah, khususnya di Sulteng. Permen tersebut mengatur sekolah 8 jam sehari selama 5 hari alias full day school (FDS).

Kajian yang dimaksud menyangkut kekurangan dari sistem yang dinilai oleh PMII bisa mematikan pendidikan karakter yang ada di sekolah diniyah.

Hasil kajian tersebut, diharapkan bisa membantu DPRD khususnya komisi IV untuk menyampaikan pandangan kepada Gubernur selaku ekskutor dan selanjutnya bisa diteruskan ke pusat.

Pihak Komisi IV membantah jika selaku komisi yang menangani persoalan pendidikan, dituduh tidak pernah memikirkan terbitnya Permen tersebut. Hanya saja, lanjut dia, DPRD bukanlah eksekutor. Pihaknya hanya bisa menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah, tentunya melalui kajian dan rasionalitas yang terjadi saat ini.

BACA JUGA :  Tiga Paslon Resmi "Bertarung" di Pilgub Sulteng

“Aturan ini kan sudah jalan. Namun harus kita ingat bahwa penerapan kebijakan ini bukan hanya persoalan di tingkat Sulawesi Tengah, tetapi juga dari seluruh Indonesia. Saya juga abnaulkhairaat yang juga tidak ingin sistem ini bisa mematikan pendidikan dasar karakter yang ada di Alkhairaat,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Zainuddin Tambuala, saat menerima perwakilan PMII di Ruang Baruga DPRD, Jumat (18/08). Saat itu, Zainuddin didampingi dua anggota komisi IV, Matindas Rumambi dan Halimah Ladoali.

Penerapan aturan tersebut, lanjut dia, bisa saja diterima dan dijalankan dengan baik oleh daerah-daerah tertentu karena dinilai cocok. Sehingga tidak bisa hanya dilihat dari kacamatan lokal Sulteng saja.

“Buktinya, ada daerah di Jawa yang sudah menjalankan sistem ini. Namun memang, kemungkinan ada daerah lain yang tidak bisa,” katanya.

Dia mengingatkan, Permen tersebut dikeluarkan oleh menteri yang berasal dari Muhammadiyah. Bisa saja, lanjut dia, di sisi lain ada yang menolak, namun di pihak lain justru menerima.

BACA JUGA :  Wali Kota Palu Tegaskan Pentingnya Sinergi dan Evaluasi dalam Rapat Paripurna DPRD

“Mungkin PMII tidak sepakat, tapi bisa saja Pemuda Muhammadiyah justru mendukung. Jadi ini memang perlu dibahas lebih serius agar tidak ada gesekan-gesekan yang terjadi,” tutupnya.

Pihaknya meminta agar PMII bersabar menunggu tindak lanjut dari komisi IV. Menurutnya, tuntutan PMII tersebut tidak serta merta disahuti tanpa dilakukan pembahasan lebih serius.

“Nanti kami akan undang perwakilan dari PB Alkhairaat, PW Muhammadiyah dan bisa melibatkan adik-adik dari PMII untuk membicarakan persoalan ini agar bisa menghasilkan sebuah kesepakatan yang tidak menimbulkan masalah dikemudian hari,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Ponpes As'diyah Tolai Bisa Bersaing dengan Kondisi Moderen

Sementara Anggota Komisi IV, Matindas mengakui, pihaknya sering mendapat keluhan dari sekolah terkait berlakunya full day school tersebut.

Jumat kemarin, perwakilan dari PMII mendatangi gedung DPRD guna menyampaikan protes pemberlakukan full day school. Mereka meminta pihak DPRD bisa menjembatani keluhan mereka ke pusat agar mencabut Permen tersebut.

“Bayangkan saja kalau siswa harus menjalani proses belajar selama delapan jam. Mereka tidak akan punya waktu lagi untuk mendapatkan pendidikan karakter seperti di sekolah-sekolah Alkhairaat,” kata salah satu perwakilan PMII. (RIFAY)