“Tjamkan Pantja Sila adalah Koentji”

oleh -

OLEH: Rizaldy Alif Syahrial*

POKOK PANCASILA

Tjamkan Pantja Sila, frasa itu tertulis rapi di cover sebagai judul sebuah buku. Buku yang terbubuhi tanda tangan Pak Karno. Buku yang diterbitkan tepat 1 Juni 1964.

Dari buku ini, kita dapat menyelami fikiran-fikiran Pak Karno yang mencetuskan sebutan “Pantja Sila”.

Dalam sambutannya, Pak Karno menyatakan bahwa Pancasila harus dipakai sebagai dasar untuk mempertumbuhkan ideologi progressive dari bangsa Indonesia. Untuk menumbuhkannya, kita harus selalu berpegang teguh pada tiga pokok pengertian dari Pancasila.

Pak Karno menyampaikan tiga pengertian pokok dari banyaknya penjabaran mengenai Pancasila.

Pokok pertama adalah Pancasila sebagai pemerasan kesatuan jiwa Indonesia. Hal ini dapat dimaknai bahwa Pancasila adalah penggambaran dari rasa bersama bangsa Indonesia. Jika semua nilai dari masyarakat
Indonesia di peras, maka hasil dan titik temunya adalah Pancasila.

Dapat dikatakan, Pancasila merupakan miniatur karakter kepribadian bangsa. Jika keringat karakter itu diperas, maka tetesan yang dihasilkanya adalah Pancasila.

Pokok kedua menurut Pak Karno adalah Pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa dan wilayah Indonesia. Hal ini dapat dimaknai sebagai sintesa dari heterogenitas masyarakat nusantara.

Pancasila yang menjadi pemersatu dikala perbedaan terus beradu. Pancasila sebagai perwujudan persamaan nasib bangsa Indonesia yang menginginkan perubahan. Perubahan dari fase penjajahan menjadi fase kemerdekaan.

Sebagai bangsa yang terjajah, rakyat Indonesia merasakan
kesamaan penderitaan. Perlawanan yang masih sporadis menjadikan kekuatan dan peluang menang nihil. Kongsi dagang yang dibangun masih antar kerajaan/kesultanan dan pihak penjajah, sehingga perlawananpun hanya dilakukan oleh kerajaan/kesultanan yang mulai merasa ditindas.

Tetapi, saat persatuan menjadi manifestasi bersama maka hanya kemerdekaan yang layak diterima.

Bisa dibayangkan bagaimana para sultan dan raja menanggalkan baju-baju kebesaran dan kekuasaanya demi manifestasi persatuan. Mereka dengan ikhlas melakukanya agar penderitaan yang dirasakan dapat usai.

Agar kehidupan masyarakat yang adil, makmur, tentram dan sederajat
dapat terwujud di bumi nusantara.

Pada Pokok ketiga, Pak Karno menyatakan bahwa Pancasila sebagai weltanschauung bangsa Indonesia dalam kehidupan nasional dan internasional.

BACA JUGA :  AHY Berikan Surat B1-KWK ke Paslon Husen-Ayub

Hal ini dapat dimaknai bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila lahir dari hasil galian terhadap kekayaan nilai dari bumi Indonesia. Dari pandangan hidup tersebut, Pancasila menjadi pedoman dalam tindakan dan kebijakan yang diambil oleh Negara. Baik kebijakan domestik maupun kebijakan luar negeri.

Tak boleh keluar dari nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, termasuk komitmen Indonesia dalam perdamaian dan penghapusan penjajahan di atas muka bumi.

Lebih lanjut, kenapa butir-butir Pancasila yang sekarang kita kenal sebagai konsensus menjadikan Negara bisa membawa pada pintu gerbang kemerdekaan dan kokoh berdiri. Terbukti ketika perlawanan yang dilakukan masih sporadis, para pejuang menelan pil kekalahan.

Mungkin jawabannya terdapat dalam suatu pernyataan Pak Karno. Saat itu Pak Karno menyatakan bahwa Pancasila benar-benar dasar yang dinamis dan satu-satunya dasar yang benar-benar dapat menghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia.

Pak Karno menawarkan poin-poin semisal Ketuhanan Yang Maha Esa untuk menggalang massa dan mendapatkan dukungan penuh. Pak
Karno menyatakan bahwa dasar negara yang kita butuhkan adalah mempersatukan tenaga revolusioner.

Untuk menyatukanya, dasar negara tersebut yang pertama harus satu dasar yang dapat mempersatukan.

Dasar yang kedua harus memberi arah bagi peri kehidupan negara kita.
Mengapa aspek ketuhanan yang dipilih bukan aspek ateisme ?. Ya, jawabannya karena masyarakat Indonesia percaya Tuhan. Masyarakat Indonesia percaya pada aspek socio cosmis. Rakyat percaya ada kekuatan besar yang mengatur alam semesta.

ari galian nilai tersebut, sehingga pak Karno mengambil butir Ketuhanan Yang Maha Esa, karena menurut beliau kita harus memikirkan dasar statis atau dasar dinamis yang berasal dari jiwa rakyat itu sendiri. Tak boleh dari luar. Kita memiliki kepribadian sendiri. Tiap-tiap bangsa mempunyai kepribadian sendiri.

Pak Karno menyatakan dasar Negara tidak bisa opleggen dari luar. Misalnya kalau kita ambil elemen-elemen dari alam fikiran Eropa dan alam fikiran Afrika, itu adalah elemen asing bagi kita yang tidak concordantly dengan jiwa kita sendiri. Tak bisa menjadi dasar yang sehat, apalagi dasar yang menyatukan.

BACA JUGA :  RDP Bersama PT CNE, Komisi B DPRD Dorong Pemkot Bangun Kembali Mall Tatura

Butir-butir tersebut dipilih sebagai daya tarik terhadap jiwa kita sendiri. Dalam Pancasila, tergambar jelas ide besar dan sumbangsih untuk dunia. Misalnya kalau kita menyebut keadilan sosial, Pak Karno menyatakan bahwa keadilan sosial yang nanti akan kita adakan bukan sekadar keadilan sosial dalam lingkungan bangsa Indonesia.

Visi kita bukan hanya untuk bangsa Indonesia saja tetapi juga untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, misalnya kita mengadakan politik bebas-aktif untuk seluruh kemanusiaan. Kita menginginkan kemanusiaan
yang adil dan beradab untuk semua manusia.

Ide besar ini semua tersaji rapi dalam butir-butir Pancasila. Lima butir yang terlihat sederhana tapi memiliki kompleksitas dalam fikiran dan dalam tujuanya.

Beberapa peristiwa besar telah menguji eksistensi Pancasila. Terbukti sampai saat ini Pancasila masih tetap bertahan sebab hanya Pancasila-lah dasar yang mampu mempersatukan kita semua. Hanya Pancasila yang membuat kita tegak berdiri dan bangga di hadapan tantangan sebagai
bangsa dan tantangan dari Negara lain.

Kita kokoh bersama Pancasila 5 dasar yang dipegang teguh dan diambil dari nilai hidup masyarakat.

Hingga kini, kita menjalankan Negara untuk tujuan kolektif hasil ejawantah Pancasila. Tepatnya dalam Preambule Undang-Undang Dasar 1945, khusunya alinea ke-IV.

Kita terus berusaha melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kita terus berusaha memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Tentu saja berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Semua ini adalah tujuan kita hasil ejawantah dari nilai-nilai Pancasila yang harus terus kita pegang teguh.

DEBAT YANG BELUM USAI

Hingga kini ada persoalan sejarah yang belum tuntas untuk Pancasila. Hal itu berkenaan dengan hari lahir Pancasila. Apakah hari Lahir Pancasila 18 Agustus 1945 atau 1 Juni ?

Debat soal ini belum usai, mungkin takkan pernah selesai. Masing-masing kelompok mempertahankan versinya. Mungkin spektrum dari perdebatan ini lebih menyentuh aspek politik karena hal ini lebih kepada soal pengakuan dan legitimasi atas sejarah. Masing-masing memiliki landasan
argumentasi tersendiri.

BACA JUGA :  Ketua Harian Tim Pemenangan Koalisi BerAmal, Hidayat Lamakarate Kampanye Terbatas di Desa Uevolo

Jika saya ditanya, maka saya akan jawab Pancasila sebagai dasar Negara yang kita kenal saat ini adalah rumusan Pancasila 18 Agustus 1945. Cukup panjang argumentasinya, Tetapi, saat ini saya tak ingin masuk jauh dalam perdebatan kapan Pancasila yang kita kenal saat ini lahir.

Hal tersebut hanya memperuncing perbedaan kita sebagai bangsa. Di saat
seperti ini, sudah cukup kita saling menjatuhkan, saatnya kita bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan ejawantah dari nilai-nilai Pancasila.

Jangan sampai kita hanya ramai membahas soal pro kontra soal hari lahir Pancasila, sedangkan kita tak beramai-ramai mencamkan Pancasila dan mengimplementasikanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jangan sampai kita saling serang hingga merasa diri dan kelompok kita yang paling benar. Padahal jika menelisik, sebesar apa sih jasa kita terhadap bangsa dibanding jasa Pak Karno dan para bapak bangsa?. Rasa-rasanya masih jauh.

Jauh sebelum kita berdebat soal inipun, orang sekaliber Pak Karno telah menyatakan dengan tawadhu bahwa beliau bukan pencipta Pancasila.

Apa yang beliau kerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kita sendiri, dan beliau menemukan lima butir mutiara yang indah. Mutiara yang dinamakan Pancasila.

Pancasila bukanlah alat perpecahan, Pancasila justru menjadi menghapus dahaga dikala ikhtiar dalam menyatukan dan mencapai tujuan negara.

Hingga saat ini, saya meyakini bahwa Pancasila adalah konsensus terbaik dari pendiri bangsa sehingga menjadi dasar yang kokoh bagi negara kita. Pancasila menjadi alat pemersatu yang mampu menyatukan nilai, rasa, karakter, jiwa, kehendak dan dedikasi seluruh manusia Indonesia untuk bergerak mencapai tujuan bernegara. Pancasila adalah titik temu untuk
mewujudkan seluruh cita-cita Kemerdekaan.

Kata lainya, Dengan Pancasila kita akan keluar dari krisis saat ini. Dengan Pancasila gerbong besar yang bernama Indonesia akan meraih kejayaanya.
Sehingga men-Tjamkan Pantja Sila adalah Koentji”. (Tengah malam, 1 Juni 2021)

*Penulis adalah Ketua Kompartemen Hukum dan Perundang-Undangan HIPMI Kabupaten Sigi