Tindaklanjuti Edaran Menpan-RB, DPRD akan Perjuangkan Nasib Honorer

oleh -
Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Sri Indraningsih Lalusu, didampingi Sekretaris Komisi, Ronald Gulla saat rapat bersama mitra komisi, di Ruang Baruga, Selasa (07/06). (FOTO: media.alkhairaat.id/Rifay)

PALU – Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), mengundang Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Inspektorat dan Biro Hukum, dalam rangka rapat dengar pendapat, di Ruang Baruga DPRD Sulteng, Selasa (07/06).

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi I, Sri Indraningsih Lalusu itu guna menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) terkait panghapusan tenaga honorer di instansi pemerintahan. Pada Tahun 2023 mendatang, status tenaga honorer tersebut sudah dialihkan menjadi  Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

“Sesuai surat edaran itu, maka aturan ini harus terlaksana pada Bulan November 2023. Maka masih ada setengah tahun kita melakukan persiapan, termasuk belanja mereka (honorer) tahun depan,” kata Sri Indraningsih Lalusu.

Ia mengatakan, pihaknya sengaja mengundang sejumlah mitra komisi tersebut, mengingat banyaknya tenaga honorer, termasuk di Sekretariat DPRD Sulteng.

“Tujuan kami DPRD adalah menyelamatkan honorer. Kalau mau di-P3K-kan seperti apa mekanismenya. Kami akan berjuang sebab kalau mereka (honorer) dihapus, maka angka pengangguran juga bisa bertambah,” kata politisi PDI-Perjuangan itu.

Sesuai informasi yang diperolehnya dari Sekretaris DPRD, akan ada jabatan struktural baru di DPRD, yakni Bagian Pengawasan.

“Jadi kita akan berjuang agar jangan sampai mengurangi honorer, tinggal dibagi-bagi saja ke bagian-bagian yang ada,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengakui, tenaga honorer yang ada di sejumlah OPD, termasuk Sekretariat DPRD sangat banyak.

Olehnya, kata dia, diperlukan evaluasi terkait tingkat kebutuhan di OPD-OPD dan mempertimbangkan masa pengabdian honorer tersebut.

Kamis nanti, kata dia, pihaknya akan menemui Menpan-RB dalam rangka membahas persoalan tersebut. Ia meminta pihak BKD ikut serta untuk menjelaskan kondisi honorer yang ada di Sulteng agar bisa diperjuangkan.

Kepala BKD Sulteng, Asri, mengatakan, total tenaga honorer di Sulteng mencapai 6003 orang. Paling banyak, kata dia, terdapat di RSUD Undata sebanyak 449 orang, disusul Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air sebanyak 440 orang, Badan Pendapatan Daerah 385 orang, RS Madani 320 orang, Sekretariat DPRD Sulteng 309 orang dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) 304 orang. Sisanya tersebar di sejumlah OPD.

“Terkait honorer ini, dalam waktu dekat kami akan minta data kembali terkait kualifikasi pendidikan dan masa pengabdian di masing-masing OPD. Ini untuk melihat siapa saja yang bisa diprioritaskan menjadi P3K,” kata Asri.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga akan menyurat ke Kemenpan-RB, agar mempermudah seleksi bagi P3K, khususnya dari tenaga-tenaga honorer yang sudah mengabdi cukup lama.

“P3K ini memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan PNS. Perbedaannya hanya di pensiun dan pesangon,” katanya.

Sekretaris Komisi I DPRD Sulteng, Ronald Gulla, menambahkan, selain surat edaran Menpan-RB, juga ada surat mengenai formasi yang dibutuhkan dalam P3K. Namun, kata dia, dari sekian banyak formasi tersebut, tidak tercantum tenaga administrasi atau tenaga lainnya seperti bagian humas.

“Kalau bisa, BKD juga menyurat lagi mengenai usulan formasi. Bisa dicantumkan lagi kebutuhan tenaga administrasi atau tenaga lain seperti di humas yang bertugas sebagai fotografer atau pemberitaan,” tutur Ronald.

Ia juga sepakat dengan usulan BKD agar mempermudah seleksi bagi P3K. Jika perlu, kata dia, honorer yang sudah mengabdi di atas lima tahun, tidak perlu diseleksi lagi.

Sementara itu, Anggota Komisi I, Ridwan Yalidjama, mengatakan, siapapun yang menjadi honorer, entah masa pengabdiannya baru satu atau sudah 10 tahun, pastinya bercita-cita menjadi PNS.

“Tapi bukan berarti kita memberikan harapan. Yang perlu dilakukan adalah mencari jalan keluar. Kalau tidak menjadi P3K atau PNS, mereka ini dikemanakan. Kita bisa usulkan ke Menpan, apakah bisa diangkat oleh daerah. Kita juga harus tahu dulu, berapa jumlah manusia dan berapa beban kerja,” tandasnya. (RIFAY)