Tiga Pengembang di Palu Diduga Melanggar Aturan Pembangunan Perumahan

oleh -
Posisi bangunan perumahan yang dinilai melanggar aturan, di Kelurahan Tondo. (FOTO: IST)

PALU – Direktur PT Total Properti Konstruksi, Alfian Chaniago, menduga adanya pelanggaran aturan yang dilakukan oleh sedikitnya tiga pengembang atau developer yang sedang membangun perumahan di wilayah Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

Tiga pengembang yang dimaksud, saat ini sedang melakukan pembangunan di atas tanah kurang lebih seluas 6 hektare, tepatnya di bagian belakang lokasi Hunian Tetap (Huntap) Budha Tsu Chi.

“Kebetulan di lokasi itu bersebelahan dengan lokasi yang saya beli sekitar 15 hektar di Tondo, Kenapa saya menyampaikan ini, karena selain sudah mengganggu akses jalan ke lokasi saya, juga karena kondisi perumahan yang dibangun tidak sesuai aturan dan estetika,” ujar Alfian Chaniago, di kantornya, Kamis (16/05).

Alfian lalu memperlihatkan foto-foto kondisi tanah dan perumahan yang telah dibangun di atas tanah urukan itu.

“Saya melihat bahwa pembangunan perumahan ini seperti melanggar aturan atau tidak seperti biasanya yang harus dilakukan. Di sini mereka membangun rumah di atas tanah urukan yang tidak dipadatkan dan tidak ada talud,” ungkapnya.

Menurutnya, dalam kaidah pembangunan perumahan di atas tanah urukan, harus dilakukan pemadatan terlebih dahulu. Jika dengan metode pemadatan alam, maka harus menunggu kurang lebih 5 tahun.

BACA JUGA :  Mengatasi Jerat Pinjol ala OJK

“Kalau pakai alat berat, tidak bisa juga karena timbunannya terlalu tebal. Kalau mau pakai alat berat, maka harus bertahap, tipis-tipis. Tapi itu semua mereka tidak lakukan. Baru kurang lebih satu tahun sudah langsung dibangun. Ini lebih parah daripada zona merah,” katanya.

Dari foto-foto yang ditunjukkan Alfian, terdapat bangunan rumah yang telah dibangun, posisi belakang atau dapur sudah langsung berhadapan dengan tebing.

Harusnya, kata Alfian, dari posisi tebing itu, mundur lagi sekitar lima sampai tujuh meter, kemudian dibuat jalan sekitar 7 meter, baru boleh membangun perumahan.

“Jadi harusnya rumahnya itu menghadap ke tebing, tapi sekarang yang terjadi justru membelakangi tebing dan bagian belakang atau dapurnya itu sudah langsung di tebingnya, paling hanya 3 meter space-nya,” ungkapnya.

Komplek perumahan yang dibangun di atas tanah urukan, di Kelurahan Tondo. (FOTO: IST)

Ia hampir memastikan, ketika hujan terus menerus mengguyur Kota Palu selama seminggu saja, bangunan-bangunan tersebut akan amblas.

BACA JUGA :  UIN Datokarama Siap Laksanakan Wisuda Tahun 2024

Tak hanya itu, lanjut dia, akses jalan menuju lokasinya yang sudah ada sejak dulu, juga ikut ditimbun menggunakan material tanah urukan hingga sejajar dengan lokasi perumahan. Padahal jalan tersebut bukan bagian dari komplek perumahan tersebut.

“Ada batas alam berupa sungai kering juga sudah mereka timbun,” tambah Alfian.

Rabu kemarin, Alfian dan sejumlah pihak, seperti Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Tata Ruang, Dinas Perizinan, DLH, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sulteng, dan para pengembang, telah melakukan pertemuan di Kantor Kecamatan Mantikulore. Ia juga sudah menyampaikan persoalan itu kepada pihak Dinas Perumahan, namun tidak mendapatkan respon.

“Memang ada dua masalah yang kita bahas kemarin, yaitu terkait jalan ke lokasi saya yang mereka tutup dan itu sudah mereka iyakan. Tetapi mereka tidak mau membahas soal pelanggaran pembangunan itu,” katanya.

Padahal, kata dia, Ketua REI Sulteng sendiri membenarkan bahwa pembangunan perumahan di atas tanah urukan, harus dilakukan pemadatan seperti yang ia sampaikan.

BACA JUGA :  Kasus UU ITE Berlanjut Sidang Pemeriksaan Setempat di Poboya

Ia mengingatkan kepada pihak perbankan yang bekerja sama dengan para pengembang agar berhati-hati dalam mengeluarkan pembiayaan terhadap perumahan itu, mengingat bangunan yang ada belum layak untuk dipasarkan atau dibiayai.

“Ini kan rumah disubsidi oleh pemerintah untuk orang yang penghasilannya tidak boleh melebihi dari Rp4 juta,” ujarnya.

Kepada dinas terkait ia juga menyampaikan harapan agar mempertimbangkan atau mengevaluasi kembali perijinan yang sudah dikeluarkan.

“Mereka membangun di atas tanah yang belum layak atau tidak dilakukannya pemadatan, baik pemadatan secara alat berat maupun alam,” katanya.

Sebab, kata dia, bila pelanggaran-pelangganan ini dibiarkan, mengingat Kota Palu sendiri adalah daerah rawan bencana, maka bangunan-bangunan itu dipastikan tidak akan bisa bertahan.

“Kepada pihak-pihak dinas terkait, harus segera mengadakan evaluasi terhadap perizinannya dan harus melakukan tes struktur tanah, sudah layak atau tidak dilakukan pembangunan,” tutupnya. (RIFAY)