PALU — Lima bulan setelah mencuatnya dugaan kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak kakak beradik di Desa Pakuli Utara, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, hingga kini belum terlihat kemajuan berarti dalam penanganannya. Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam dari Yayasan Sikola Mombine, lembaga yang selama ini fokus pada isu perlindungan perempuan dan anak di Sulawesi Tengah.
“Kami sangat menyesalkan lambatnya proses penanganan kasus ini. Sudah lima bulan berlalu, namun belum ada kepastian hukum bagi korban maupun keluarganya. Ini bentuk ketidakadilan nyata bagi anak-anak korban kekerasan seksual,” ujar Direktur Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani, kepada wartawan di Palu.
Kasus dugaan kekerasan seksual ini menimpa tiga anak kandung bersaudara. Tindak kekerasan diduga dilakukan oleh paman dan kakek kandung korban, sehingga termasuk dalam kategori inses.
Kasus tersebut terungkap ketika korban termuda, berinisial NQP (6 tahun 5 bulan), mengalami demam tinggi dan infeksi pada area kemaluan. Kondisi itu menimbulkan kecurigaan orang tua atau wali korban. Setelah dilakukan pemeriksaan medis dan wawancara, muncul indikasi kekerasan seksual yang mengarah kepada anggota keluarga dekat sebagai pelaku.
Menurut catatan Yayasan Sikola Mombine, kasus ini dilaporkan pada Mei 2025. Namun hingga awal November 2025, belum ada kejelasan dari pihak kepolisian terkait hasil penyelidikan, penetapan tersangka, maupun bentuk perlindungan psikologis komprehensif bagi korban.
Yayasan menilai, lambatnya proses hukum berpotensi memperburuk kondisi psikologis korban serta menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
“Lambatnya proses hukum bukan hanya bentuk kelalaian, tetapi juga memperpanjang penderitaan korban dan keluarga. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, aparat penegak hukum berkewajiban memberikan penanganan cepat, ramah anak, dan berperspektif korban,” tegas Nur.
Ia mendesak Polda Sulawesi Tengah segera mempercepat proses penyelidikan dan memastikan pelaku kekerasan seksual terhadap tiga anak di Pakuli Utara dapat segera diproses hukum.
“Keadilan untuk anak-anak korban tidak boleh ditunda,” ujarnya.
Selain itu, Yayasan Sikola Mombine juga mendorong DP3A Provinsi dan Kabupaten Sigi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk aktif memastikan pemenuhan hak-hak korban, termasuk pendampingan hukum, rehabilitasi psikologis, dan jaminan keamanan.
“Keadilan bagi korban kekerasan seksual tidak boleh menunggu. Semakin lama kasus ini dibiarkan tanpa kepastian, semakin besar luka yang mereka tanggung. Anak-anak korban kekerasan seksual berhak atas pemulihan dan perlindungan penuh dari negara,” pungkas Nur.
Menanggapi hal itu, Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Sulteng, Kompol Reky Pilperi Hengsmar Moniur, menyebutkan bahwa perkara tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
“Penyelidik sudah memeriksa tujuh orang saksi, termasuk pelapor, korban, dan orang tuanya. Kami juga sudah meminta visum et repertum (VER) korban,” jelasnya.**

