Teror Buaya Makin Mengkhawatirkan, Fraksi PKB DPRD Palu Desak Pemkot Action

oleh -
Ketua Fraksi PKB Kota Palu, H. Nanang (FOTO : mediaalkhairaat.id)

PALU – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Palu agar segera memiliki langkah konkret untuk melakukan penanganan buaya yang kian meneror masyarakat.

“Keberadaan buaya di teluk palu bisa dikatakan sudah meneror masyarakat. Sudah saatnya Pemerintah Kota Palu bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) action untuk menanganinya,” ucap Ketua Fraksi PKB, H. Nanang, di Palu, Senin (9/5).

Kata politisi yang akrab disapa Nanang itu, mengutip apa yang dikatakan pencinta hewan reptil, Panji, keberadaan buaya di sungai atau teluk palu sudah sangat  banyak. Bahkan, Panji memprediksi keberadaan buaya ini akan menjadi bom waktu untuk masyarakat.

“Dan benar apa kata Panji waktu itu. Buaya ini akan menjadi bom waktu karena populasinya akan terus bertambah dan ketersediaan makanannya juga dipastikan akan menipis. Jika makanannya sudah sulit didapatkannya di habitatnya, dipastikan manusia bisa jadi menjadi sasarannya, dan hal ini sudah beberapa kali terjadi meski tidak sempat termakan, tapi mematikan,” tegas Nanang.

BACA JUGA :  Kwarcab Pramuka Sigi Tanamkan Jiwa Kepemimpinan Lewat LPK

Terkait dengan mitos, khususnya warga yang menganggap buaya sebagai keturunan nenek moyang mereka. Nanang mengaku sangat menghargainya, karena hal itu termasuk kearifan lokal. Namun menurutnya, ketika kearifan lokal sudah membahayakan bagi keselamatan manusia, juga harus dijadikan pertimbangan utama.

“Saya yakin tidak ada yang komplain, karena keberadaan buaya ini telah meresahkan warga, terutama yang ada di pesisir pantai. Nelayan sudah tak merasa nyaman lagi mencari hidup, otomatis berdampak pada ekonomi nelayan, warga yang ingin menikmati mandi laut was-was juga, ini berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan warga. Buaya inikan diniatkan untuk dipindahkan ke penangkaran bukan dimusnahkan,” terang Nanang.

BACA JUGA :  Masyarakat Adat di Sulteng Minta Pengesahan UU Perlindungan Masyarakat Adat

Nanang mencontohkan, di Mimika Papua dulunya masyarakat juga memiliki mindset yang sama, dengan kepercayaan bahwa buaya di sekitar mereka adalah keturunan nenek moyang mereka. Namun, berkembangnya waktu dengan populasi yang terus berkembang, secara berganti kasus cengkraman buaya kepada warga.

“Apa yang terjadi saat ini ? mereka kemudian memburu buaya-buaya tersebut karena dianggap meneror manusia,” ungkapnya.

Olehnya, Nanang meminta kepada pemerintah Kota Palu untuk segera mengambil sikap kongkret atas hal ini, dan warga juga harus selalu mendukung upaya-upaya pemerintah dalam menyelesaikannya.

“Jika nantinya pemerintah Kota Palu mengalami keterbatasan dana untuk membiayai buaya di penangkaran. Kami menyarankan agar segera membangun komunikasi dengan dua daerah tetangga, Donggala dan Sigi. Karena masalah teror buaya adalah masalah bersama tiga daerah bersaudara ini,” tandasnya. (YAMIN)