OLEH: Kasman Jaya Saad*
Kata milad atau maulid dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata milad/mi·lad/ diartikan juga waktu kelahiran; hari kelahiran.
Pada momentum milad biasanya, baik personal maupun institusi, digunakan untuk melakukan evaluasi dan refleksi tentang peran seperti apa yang telah dilakukan dan bagaimana peran-peran baik itu ke depannya.
Ada dua hal melatarbelakangi tulisan saya kali ini, tentang milad, yaitu Milad Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu yang ke-32 dan milad perempuan tangguh yang telah mendampingi saya lebih 28 tahun, jatuh pada tanggal yang sama, hari ini 16 Desember.
Pada perempuan tangguh itu ku hanya mengucap terima kasih karena kamu selalu memberikan yang terbaik untuk membahagiakanku. Tak usah selalu bilang rindu, cukup rasakan aku selalu di hatimu.
Namun kepada Unisa, tempat di mana saya mengabdi dan menjadi bagian dari civitas akademika, milad kali ini perlu dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi dengan baik dan secara berkesinambungan (well evaluated/controlled) dalam bingkai semangat continous updating.
Cepatnya perubahan dan makin kuatnya tuntutan akan capaian kualitas luaran, memaksa institusi Perguruan Tinggi (PT), termasuk Unisa untuk memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang ada, menyesuaikan dengan perkembangan Iptek yang berubah dengan cepat. Dan perubahan-perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat perlu disikapi secara tepat dengan melakukan refleksi mendalam agar peran Unisa ke depan dapat tetap terjaga dan makin dipercaya.
Pada milad seperti ini, Unisa memang perlu melakukan refleksi di tengah perubahan yang sangat cepat, secara global perubahan terlihat dalam bentuk berkembangnya masyarakat informasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (era industri 4.0).
Dalam situasi yang demikian, maka penguasaan ilmu pengetahuan oleh individu (luaran) menjadi prasyarat dan modal dasar bagi upaya pengembangan dirinya. Olehnya diperlukan respon proaktif dari seluruh civitas akademika Unisa, dalam menghadapi era yang makin kompetitif itu dengan cara melakukan peningkatan kualitas pelayanan akademik secara berkelanjutan dan melakukan repositiong dalam konteks lingkungan eksternal.
Peningkatan kualitas layanan akademik dan repositiong itu tidak hanya dilakukan dengan perencanaan yang baik, tetapi juga harus dilaksanakan dengan baik.
Momen milad ini menjadi penting bagi Unisa untuk kembali menyadari kompetensinya, institusi dengan nama besar Alkhairaat dan kharismatik pendirinya Sayyid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua), sebagai lembaga yang islami untuk tetap menjaga idealisme peran perguruan tinggi sebagai wahana pendewasan manusia melalui transformasi nilai, budaya dan norma.
Peran ideal ini harus tetap terjaga dan menjadi “pembeda” bagi institusi PT lainnya. Unisa harus lebih memaknai visinya dengan baik menjadi universitas yang islami, maju dan terpercaya.
Pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya harus senantiasa berorientasi pada pengembangan nilai-nilai Islam. Artinya membahas ilmu pengetahuan dan kejadian alam harus dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat metafisika, dalam hal ini keberadaan Tuhan, Allah Swt. Unisa punya peran penting dalam mengislamisasi sains itu.
Dan motto Unisa “Membangun Akhlakul Karimah” tidak sekadar jargon, namun harus dibumikan dan menjadi perilaku (bahkan budaya) keseharian bagi seluruh civitas akademikanya.
Bahwa dengan adanya perubahan cara pandang (paradigma) pendidikan, termasuk PT yang makin pragmatis dan utilitarianisme, dimana segala sesuatu cenderung dilihat dari sudut manfaat dan kegunaan praktis bagi kehidupan, keadaan ini telah mengakibatkan pemahaman dan orientasi pendidikan mengalami pragmatisasi. Dan itu bisa dicermati dengan lahirnya kurikulum Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar (KMMB).
Tidak dapat dipungkiri bahwa dimensi ekonomi dewasa ini telah mendominasi tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan, dan itu rasional saja. Namun hemat saya di tengah harus besar pragmatisme pendidikan itu, tidak lantas menafikan peran ideal PT. Bahwa penting mencetak anak didik (luaran) yang terampil dan memiliki kecerdasan, namun jauh lebih penting mencetak anak didik yang memiliki rasa dan budi pekerti (moral) yang baik.
Banyak dari kita menganggap, kata profesional itu cukup memiliki keahlian dibidangnya, namun lebih dari itu, banyak dilupakan orang, bahwa dalam kata profesional, sejatihnya melekat tentang tanggung jawab moral dan etika, dalam bahasa religi dikenal dengan akhlak.
Jadi semakin tinggi profesional seseorang maka makin tinggi akhlaknya. Indikator akhlak itu adalah jujur (Sidiq) dan tepercaya (Al-amin). Dan Unisa dapat menjadi pilihan untuk mengembangkan fungsi ideal PT itu. Unisa tidak sekedar menjadi center of excellence dalam Iptek namun juga akhlak .
Akhir kalam, selamat milad kampusku, selamat milad cintaku. Berkah selalu.
*Penulis adalah Dosen Unisa Palu