Telan Korban, Legislator Sulteng Desak Pemerintah Hentikan Aktivitas PETI

oleh -
Anggota DPRD Provinsi Sulteng, Moh Hidayat Pakamundi

PALU – Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Moh Hidayat Pakamundi meminta kepada pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah dan aparat kepolisian untuk menghentikan seluruh aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI).

Hal ini menyusul jatuhnya korban jiwa akibat tertimbun longsor di lokasi PETI Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), belum lama ini.

“Kita sebagai wakil rakyat, terlepas dari komisi yang saya bidangi, tapi saya melihat sudah ada nyawa terenggut dari aktivitas tambang tanpa izin yang sangat marak. Yang jadi pertanyaan, kenapa dibiarkan,” ujar Hidayat.

Ia pun mempertanyakan siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas meninggalnya sejumlah penambang yang tertimbun longsor.

“Kalau menurut saya, jika ada aktivitas ilegal, tentunya harus dilarang. Siapa yang berhak melarang, ya pemerintah,” tuturnya.

BACA JUGA :  Kemenkumham Buka 133 Kuota CPNS Sulteng

Saat ini, kata dia, soal pertambangan sudah diambil alih oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini, kata dia, harusnya ada peran pemerintah untuk melakukan aktivitas pengawasan.

Kan ada dinas pertambangan di daerah yang tentunya punya inspektur, ada bidang pengawasannya. Namanya pertambangan ini, apapun itu harus diawasi. Bukan hanya yang legal, tapi yang ilegal pun harusnya menjadi bagian dari pengawasan mereka,” katanya.

Politis Partai Demokrat itu menambahkan, ia sendiri ingin tahu sudah sejauhmana peran pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan. Apakah Gubernur melalui instansi terkait sudah pernah melakukan koordinasi atau menyurat kepada pihak keamanan untuk bersama-sama menghentikan aktivitas ilegal ini.

BACA JUGA :  Berebut Rente di Lokasi PETI

Khusus di Buranga, lanjut dia, semua pihak sudah tahu bahwa aktivitas pertambangan emas itu adalah ilegal atau tidak berizin. Sementara, kata dia, kegiatan pertambangan juga ada aturannya dan aktivitas pertambangan yang ilegal juga berkonsekwensi pidana.

“Lalu mengapa aktivitas yang dimaksud juga terkesan dibiarkan,” katanya.

Ia juga menyinggung status pertambangan rakyat yang juga dibenarkan dalam aturan. Menurutnya, daripada terjadi terus menerus seperti itu, kenapa tidak aktivitas ilegal yang ada saat ini dilegalkan saja menjadi status Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan luas area sesuai aturan yang ada.

“Sekarang ini, mau tidak daerah melakukan itu dengan cara meminta kepada pemerintah pusat. Supaya ada yang mau melakukan pengawasan terhadap pertambangan tersebut,” tambahnya.

BACA JUGA :  Seminar Nasional Bursa Karbon di Untad, BI Dorong Transformasi Ekonomi Hijau

Selain itu, kata dia, daerah juga bisa mendapatkan pendapatan dari aktivitas itu dan berkewajiban melindungi rakyatnya karena sudah memungut pendapatan dari aktivitas yang dilakukan rakyatnya itu. (RIFAY)