MORUT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali Utara (Morut), sudah memberikan tanggapannya terkait polemik dan protes dari masyarakat Desa Tamainusi Kecamatan Soyo Jaya, yang menolak SK Bupati tentang Pengangkatan Penjabat Kepala Desa.

Sekretaris Dinas PMD, Charles N. Toha, menegaskan, polemik pemberhentian Ahlis dari jabatan Kepala Desa Tamainusi telah sesuai aturan. Tak perlu lagi diributkan dan diperdebatkan.

“Masa jabatan Ahlis secara resmi telah berakhir pada 26 Februari 2025, tepat enam tahun sejak dilantik untuk periode kedua pada 2019 lalu,” kata Charles N Toha kepada wartawan baru-baru ini.

Namun belakangan, telaahan Staf Kepala Dinas PMD Kabupaten Morut bocor ke publik.

Telaahan Staf nomor 400.10/021/DPMDD/2025 tanggal 14 Januari 2025 ditujukan kepada Bupati Morowali Utara, Delis Julkarson Hehi.

Telaah tersebut terkait perihal pengaktifan kembali jabatan Kepala Desa Tamainusi. Ada lima poin isi telaahan staf yang secara garis besar, mengurai permasalahan dan aturan untuk mengaktifkan kembali Kepala Desa Tamainusi.

Poin pertama menjelaskan seputar pokok permasalahan. Poin kedua, mengulas soal pra anggapan. Poin ketiga, mengurai fakta dan data yang berpengaruh terhadap persoalan.

Point keempat dan kelima, yaitu kesimpulan dan penutup.

Telaahan ditandatangani Kepala Dinas PMD Andi Parenrengi, dengan tembusan tertulis Inspektur Inspektorat Kabupaten Morowali Utara.

Ahlis menilai, bocornya telaahan Staf Dinas PMDD Kabupaten Morut, seakan membantah dengan sendirinya pernyataan Sekretaris PMD Charles N Toha.

Ia menilai, Pemkab Morut melalui dinas teknis tersebut, terkesan plin plan dan bahkan “mengkadali” aturan.

Bahkan, kata dia, ada kepentingan dan skenario yang sedang dimainkan Pemkab Morut terhadap pengaktifan kembali Ahlis sebagai kepala desa.

Ahlis mengaku bahwa kebenaran akan datang dengan sendirinya, meski lambat.

“Telaahan staf yang bocor ke publik? Saya juga baru dengar dari warga saya. Ada yang sampaikan. Saya ini sudah terlanjur dizolimi oleh pemerintah kabupaten dan Dinas PMD. Saya hanya menuntut hak. Mengaktifkan kembali saya sebagai kades, itu sesuai dengan aturan,” tegasnya, Ahad (06/07).

Dirinya sudah diberitahu secara lisan terkait Telaahan Staf yang ditujukan kepada Bupati Morowali Utara tanggal 14 Januari 2025 tersebut.

Tidak itu saja, kata Ahlis, SK pengaktifan kembali dirinya sebagai kepala desa, juga sudah diberitahu secara lisan kepada dirinya.

“Jadi, kesimpulan saya, memang saya ini dalam tanda kutip sedang dimainkan. Silakan masyarakat Morowali Utara menilai pemerintah daerah kita hari ini. Saya telah menjadi korban,” tegas Ahlis.

Karena itulah, jangan heran, kata dia, kalau masyarakat Desa Tamainusi saat ini jadi dua kubu.

Mereka terbelah karena persoalan ini. Ada yang setuju dengan pengaktifan dirinya, ada juga yang kurang setuju karena tidak mengetahui secara utuh duduk masalah sebenarnya.

“Pemerintah daerah sendiri yang bikin polemik di masyarakat. Aturan dimain-mainkan. Kalau sudah seperti ini, bagaimana jadinya Morowali Utara ke depan,” sesal Ahlis.

Ahlis sendiri mempertanyakan, jika memang Pemkab Morut melalui Dinas PMD menyatakan masa jabatannya berakhir Februari 2025, kenapa tidak diikutkan saja Desa Tamainusi untuk menggelar Pilkades tahun ini dan kenapa harus mengangkat Pj kades lagi.

“Sesuai aturan baru, jabatan kades diperpanjang 2 tahun, dari 6 tahun menjadi 8 tahun. Kesannya, Pemkab Morut ingin mengulur-ulur waktu dua tahun ini, yang seharusnya menjadi hak saya. Indikasinya, Desa Tamainusi tidak diikutkan Pilkades tahun ini untuk memilih kades baru,” kritik Ahlis.

Ia menerima informasi, hanya ada sekitar lima desa yang menggelar Pilkades tahun ini di Morut, dan tidak ada Desa Tamainusi.

“Saya tidak akan maju (mencalonkan) juga. Tapi Pemkab Morut tidak fair dan sportif. Gelar saja Pilkades. Buat apa mengangkat Pj kades. Supaya mungkin bisa mengulur waktu dua tahun, yang mestinya digunakan untuk memperpanjang jabatan saya sesuai aturan,” sesal Ahlis lagi.

Menurutnya, jika malah mengangkat Pj kades, maka Pemkab Morut seenaknya saja membuat aturan. Tidak memberi pelajaran yang baik kepada masyarakat, dan menggunakan kewenangannya berdasarkan selera, bukan berusaha berjalan sesuai aturan.

“Ini akan menjadi catatan kelam bagi pemerintahan Morut yang sekarang. Anak dan cucu kita jangan diwariskan hal-hal seperti ini,” tandas Ahlis.

Sebelumnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tamainusi menyatakan dengan tegas penolakan mereka terhadap Pj kades yang diangkat Bupati Morowali Utara pada 26 Mei 2025.

BPD menilai, pengangkatan Pj Kades tidak sesuai aturan. BPD dan masyarakat setempat mendesak agar kepala desa definitif Ahlis segera diaktifkan kembali menjadi kepala desa.

“Sesuai aturan, kepala desa definitif Ahlis diaktifkan kembali dengan diperpanjang selama dua tahun. Artinya, Februari 2027 barulah jabatan Ahlis akan berakhir,” kata Wakil Ketua BPD Tamainusi, Abidin, beberapa hari lalu.

Setahunya, masalah yang menimpa kades definitif, Ahlis, sudah selesai. Kasusnya juga bukan kasus makar, bukan korupsi, bukan narkoba, bukan asusila. Hanya masalah tanahnya sendiri.

“Hukuman lima bulan sudah dijalani. Ancaman hukumannya juga bukan di atas lima tahun. Tapi kenapa masalah ini justru dipermasalahkan terus,” sesal Abidin.

Kantor hukum Fariz Salmin dari Law Firm SH & Associates selaku kuasa hukum Ahlis, menilai, SK Bupati Morut tentang pengangkatan Pj Kades Tamainusi, cacat hukum dan mencerminkan sikap arogan kekuasaan.

SK Nomor 188.45/KEP-B.MU/0117/V/2025 tertanggal 26 Mei 2025 tentang Pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Desa Tamainusi, diprotes kuasa hukum.

“Karena jabatan Kepala Desa Tamainusi tidak sedang kosong. Klien kami, Ahlis, telah menyelesaikan proses hukum hingga ke Mahkamah Agung, dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht),” ujar Fariz.

Ia menjelaskan, Ahlis sebelumnya dijatuhi hukuman lima bulan penjara. Akan tetapi pasal yang dijerat tidak memiliki ancaman pidana lima tahun ke atas, sebagaimana disyaratkan Pasal 41 huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk memberhentikan kepala desa secara tetap.

“Seharusnya, berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU Desa dan Pasal 11 ayat (1) Permendagri No. 82 Tahun 2015, klien kami diaktifkan kembali paling lambat 30 hari sejak putusan pengadilan diterima oleh Bupati Morut,” tegas kuasa hukum. *