Teknologi Informasi dan Hoaks di Indonesia

oleh -
Ilustrasi

Oleh : Ikhlasul Fajri S.ST

Tidak diragukan lagi bahwa teknologi informasi telah banyak membantu kehidupan manusia. Dalam dunia pendidikan misalnya, teknologi informasi mempermudah para akademisi untuk mendapatkan materi pembelajaran yang mereka butuhkan, memperingat biaya pembelian buku, memfasilitasi para pelajar untuk melakukan pendidikan jarak jauh, bahkan menyediakan tempat belajar bagi orang-orang yang tidak bersekolah sekalipun. Bukan hanya dalam dunia pendidikan, teknologi informasi juga memberikan banyak manfaat pada setiap aspek kehidupan manusia, seperti perkonomian, kesehatan, dan aspek lainnya. Namun, sayangnya teknologi informasi tidak selalu memberikan dampak positif, terdapat beberapa dampak negatif dari teknologi informasi, salah satunya adalah mempercepat beredarnya berita bohong atau yang sering disebut dengan hoaks.

Kemajuan teknologi membuat penyebaran berita dapat dengan mudah dilakukan. Kemudahan untuk menembus ruang dan waktu dalam hitungan detik ini membuat berita yang mengandung hoaks juga akan semakin mudah untuk tersebar, dapat melalui media sosial seperti dari satu grup ke grup yang lain dengan mudah. Dari data yang dirilis oleh kominfo, dalam waktu 20 bulan (periode Agustus 2018-31 Maret 2020) setidaknya terdapat 5.156 berita hoaks yang tersebar di Indonesia. Mirisnya lagi, semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, berita hoaks juga akan semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari data bulanan yang dirilis oleh kominfo, dimana pada sepanjang tahun 2018, setiap bulannya jumlah hoaks yang tersebar selalu dibawah 80 isu, dengan jumlah isu hoaks selama lima bulan hanya sebanyak 243 isu hokas, angka ini bahkan masih jauh lebih sedikit dibandingkan isu hoaks yang beredar pada tahun 2020, dimana pada satu bulan saja, isu hoaks yang tersebar selalu lebih dari 300 isu.

BACA JUGA :  Menakar Starting Point Posisi Elektabiltas Paslon Gubernur dan Wagub Jelang Kampanye 2024 di Sulteng

Motif Hoaks di Indonesia

Dilansir dari situs kominfo, hoaks menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat. Massivenya penyebaran hoaks, tak jarang menyebabkan masyarakat kesulitan membedakan berita yang benar (fakta) dan berita hoaks. Oleh karena itu, sebagai instansi yang bertugas untuk menjamin tersedianya informasi yang benar dan terpercaya, diskominfo merilis motif penyebaran hoaks di Indonesia. Beberapa motif utama seseorang menyebarkan hoaks adalah untuk mendapatkan profit seperti orang-orang yang berprofesi sebagai buzzer. Alasan lain dan sekaligus alasan utama yang melandasi orang-orang menyebarkan hoaks adalah provokasi dan menyebarkan propaganda. Biasanya orang yang menyebarkan hoaks dengan motif seperti ini memiliki alasan politis seperti untuk menyindir dan menjatuhkan lawan politik, serta untuk mendapatkan masa pendukung. Oleh karena itu, sangat wajar jika data dari kominfo menunjukkan isu hoaks terbanyak di Indonesia pada renatan waktu Agustus 2018 hingga 31 Maret 2020 adalah hoaks mengenai isu politik dengan 1025 isu hoaks diikuti dengan hoaks pada isu pemerintahan dengan 922 isu. Harapannya dengan masyarakat mengetahui motif penyebaran hoaks tersebut, maka masyarakat akan semakin berhati-hati dan memastikan kebenaran berita saat mendapatkan kabar berita yang bersifat propokatif dan mengandung propaganda.

BACA JUGA :  Aspek Hukum, Polemik Larangan Kampanye atau Tindakan Pemerintah pada Norma Pasal 71 UU Nomor 10

Upaya Menghindari Hoaks

Selain mengetahui motif penyebaran hoaks, penting bagi kita untuk mengetahui alasan mengapa hoaks dapat dengan mudah menyebar di Indonesia. Sehingga dengan mengetahui penyebab hoaks mudah tersebar, kita dapat mengantisipasi dan menghindari berita hoaks. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hoaks dapat tersebar dengan mudah di Indonesia, namun secara garis besar terdapat dua faktor utama, yaitu kurangnya minat baca dan minimnya penggunaan data dalam berargumentasi.

Hoaks pada dasarnya tidak akan mempengaruhi orang-orang yang memiliki literasi dan minat baca yang tinggi. Namun sayangnya menurut data UNESCO, Indonesia merupakan salah satu negara dengan minat baca terendah di dunia, dengan minat baca sebesar 0,001% dengan kata lain dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang saja yang rajin membaca. Yang artinya dari 206,5 juta penduduk remaja (penduduk usia 15 tahun keatas) hanya 206,5 ribu penduduk saja yang rajin membaca, dan 204jt penduduk remaja lainnya akan mudah termakan berita hoaks. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk terhindar dari hoaks adalah dengan cara menanamkan minat baca sejak dini kepada anak. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah daerah untuk menambah minat baca anak, seperti menyediakan perpustakaan keliling/perpustakaan berjalan, menyediakan pojok baca, hingga memberikan himbauan kepada orang tua untuk menanamkan budaya baca sejak dini.

BACA JUGA :  Putusan Self-Executing MK dan Demokrasi Konstitusional

Selain itu, faktor lain yang diyakini menjadi penyebab hoaks adalah minimnya penyebutan sumber dan penggunaan data dalam berargumentasi atau bernarasi. Ketersediaan Data dapat menjadi pembeda antara hoaks dan fakta. “Data mencerdaskan Bangsa” slogan ini bukan hanya sebatas bualan belaka. Pasalnya data benar-benar berperan dalam mencerdaskan bangsa karena dapat dimanfaatkan pada banyak kondisi seperti sebagai landasan arah pembangunan, tolok ukur keberhasilan pembangunan, hingga dapat dimanfaatkan untuk membedakan hoaks dan fakta. Dengan data kita dapat mengkonfirmasi kebenaran dari setiap berita yang kita dengar, namun tentu cara ini membutuhkan sumber data yang terpercaya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai data, maka pemerintah telah memiliki instansi penyedia data yang terpercaya, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan memiliki situs web pemerintah yang berbasis data dan tidak asing lagi ditelinga kita, yaitu www.bps.go.id.

Penulis adalah ASN BPS Kabupaten Sigi