Suatu ketika Rasullah SAW mendapat informasi, seorang pejabatnya yaitu Ibnu Luthbiyah (petugas Amil Zakat) menerima hadiah dari seseorang, lalu ia dipanggil: “Bagaimana anda menerima sesuatu yang bukan hakmu?

Luthbiyah menjawab: Itu hadiah Ya Rasulullah, bukan suapan. Selanjutnya Rasulullah dengan nada marah berkata: Adakah seseorang yang duduk di rumahnya akan menerima sesuatu atau hadiah itu, sedang dia tidak diberi hak (jabatan) dari kita.

Selanjutnya Rasulullah memerintahkannya untuk menyerahkan ke Baitul Mal dan pejabat tersebut dipecat.

Dari kasus tersebut memberikan informasi penting buat kita bahwa tidak boleh seorang pejabat mengambil upah dalam menjalankan suatu pekerjaan, karena tugas tersebut sudah menjadi kewajibannya dan ia sudah digaji oleh negara. Makna lainnya adalah seseorang dilarang memberi hadiah kepada pejabat atau hakim karena jabatannya, sehingga menimbulkan ketidakadilan.

Dalam kasus yang lain Rasulullah saw, menerima delegasi yang dipimpin Usamah bin Zaid, untuk memohon keringanan hukuman seorang pencuri perempuan dari suku Makhzûmiyah. Permintaan maaf itu dilakukan karena perempuan tersebut berasal dari suku terhormat, dan Usamah, dianggap lebih pantas menemui Rasulullah. Tetapi Rasulullah dengan nada kesal, mengatakan kepada Usamah, apakah kamu ingin mengubah dan meringankan hukuman yang telah ditentukan Allah?

Lalu, Rasulullah saw berdiri dan bersabda: “Bahwasanya binasanya umat sebelum kamu, apabila yang mencuri dari kalangan orang terpandang, mereka biarkan, dan apabila yang mencuri dari kalangan rakyat biasa, mereka tegakkan hukumnya. Demi diriku dalam gengaman Allah, sekiranya Fatimah anakku mencuri, sungguh aku potong tangannya” (HR. Bukhari dari `Aisyah ra).

Prinsip keadilan seperti itu pula, telah mengundang banyak orang, memilih Islam sebagai agamanya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

Penegasan Rasulullah tersebut, juga telah mendidik kita agar dalam menetapkan hukum, tidak boleh bersikap diskriminasi, sekalipun untuk keluarga sendiri, yang benar tetap benar, dan yang salah tetap salah.

Bila di zaman sekarang setiap aparat penegak hukum bersikap adil dalam memutuskan perkara, sungguh betapa indah dan nyamannya bagi setiap pencari keadilan.

Keadilan adalah kata kunci yang menentukan selamat tidaknya manusia di muka bumi. Tanpa keadilan manusia pasti hancur. Karena itu tugas utama pokok manusia adalah menegakkan keadilan. Adil terhadap diri, keluarga dan masyarakatnya.

Allah Taala mengingatkan manusia agar tidak keluar dari prinsip keadilan. Sebab keluar dari prinsip keadilan adalah kezhaliman. Sebaliknya istiqamah menegakkan keadilan adalah taqwa.

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maidah:8)

Menegakkan keadilan adalah kewajiban setiap manusia. Keadilan adalah risalah universal yang harus diperjuangkan oleh setiap manusia. Keadilan adalah satu-satunya jalan selamat menuju kebahagiaan hidup dan kedamaian.

Seorang yang paham akan makna keadilan pasti beriman kepada Allah dan kekafiran identik dengan kezhaliman.

Allah berfirman: ”Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (Al-Kahfi:57). Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)