PARIMO – Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Darussholihin Nahdlatul Wathan (NW) Auma, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, menyatakan dukungan penuh terhadap Operasi Madago Raya 2025, dalam rangka menanggulangi penyebaran paham radikal di wilayah Sulawesi Tengah.
Ketua Pelaksana Harian Pondok Pesantren NW Auma, Saparwadi, baru-baru ini, mengatakan, sebagai lembaga pendidikan berbasis Islam yang memiliki visi mencetak generasi berilmu, beriman dan bertaqwa, pihaknya menolak dengan tegas segala bentuk pemahaman yang menyimpang dari ajaran Islam, khususnya paham intoleran dan radikal.
“Kami sangat menolak adanya paham-paham radikal yang dapat menimbulkan aksi terorisme dan mengganggu ketertiban masyarakat. Yayasan dan seluruh jajaran siap mendukung Satgas Madago Raya dalam misi menjaga kedamaian dan keamanan di Parigi Moutong dan wilayah Sulawesi Tengah secara umum,” ujar Saparwadi.
Pondok Pesantren Darussholihin NW Auma berdiri sejak tahun 2010 atas inisiatif Haji Ahmad Abror, murid dari ulama kharismatik asal NTB, Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Pesantren ini menjadi cabang dari jaringan pendidikan Nahdlatul Wathan dan kini telah berusia 13 tahun.
Berbasis di Desa Sausu Auma, Ponpes ini memiliki tiga jenjang pendidikan: Madrasah Ibtidaiyah (setara SD), Tsanawiyah (setara SMP), dan Aliyah (setara SMA), serta berbagai program unggulan keagamaan seperti Tahfidz Al-Qur’an, Tahfidz Hadits Arbain, seni tilawah, kursus Bahasa Arab dan Inggris, hingga pelatihan dasar kitab kuning.
“Selain menggunakan kurikulum nasional dari Kementerian Agama, kami juga tetap menjalankan kegiatan kenegaraan seperti upacara bendera setiap Senin. Ini bagian dari penanaman nilai-nilai kebangsaan di kalangan santri,” tambahnya.
Saat ini, jumlah peserta didik di Ponpes NW Auma mencapai 431 orang, dengan 170 santri di antaranya tinggal di asrama mengikuti program tahfidz. Tenaga pengajar terdiri dari 40 orang ustaz dan ustazah, dengan 10 di antaranya tinggal di area pondok.
Ponpes ini juga aktif menggelar kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan yang melibatkan masyarakat sekitar, seperti peringatan Maulid Nabi dan hari besar Islam lainnya, serta mendorong santri ikut lomba-lomba seperti tartil Al-Qur’an dan puisi.
Berbagai prestasi pun telah diraih, terbukti dari banyaknya piala penghargaan yang terpajang di ruang kantor pesantren.
Saparwadi menyampaikan bahwa paham radikalisme bukan hanya bertentangan dengan ajaran agama Islam yang damai, tapi juga menjadi ancaman serius terhadap keutuhan bangsa dan kerukunan antarumat.
Karena itu, pihaknya siap menjadi mitra strategis bagi aparat keamanan dalam membentengi masyarakat, khususnya para santri, dari infiltrasi ideologi ekstrem.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah dan kepolisian. Operasi Madago Raya adalah langkah nyata yang harus kita dukung bersama demi mencegah terulangnya konflik dan menciptakan masa depan yang damai dan sejahtera di Parigi Moutong,” tutupnya. *