Maraknya kejahatan yang terjadi dan terkuak belakangan ini, seperti korupsi besar-besaran di kalangan sebagian pejabat, kolaborasi pengusaha dan penguasa (pejabat), mafia hukum dan peradilan.
Belum lagi, peredaran narkoba yang telah menyerang dunia anak-anak, pergaulan bebas di kalangan remaja dan masyarakat umum lainnya yang sangat mengkhawatirkan, kekacauan rumah tangga sebagai akibat perselingkuhan.
Berbagai tindakan kriminal lainnya yang frekuensinya semakin hari semakian meningkat, merupakan fenomena kehidupan yanhg amat menakutkan dan menjadi ancaman yang sangat membahayakan kehidupan kita semua.
Fenomena tersebut lebih menakutkan dan lebih besar bahayanya dari pada ancaman gempa, terorisme dan berbagai penyakit fisik yang akhir-akhir ini terjadi. Karena, berbagai tindakan kejahatan tersebut dapat menghancurkan sebuah bangsa dan sebuah negara. Kehancurannya bukan saja di dunia, akan tetapi di akhirat juga.
Semua itu bermuara dari lenyapnya kejujuran dan suburnya kebohongan dalam kehidupan kita saat ini.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di mana-mana kita sulit menemukan sebuah kejujuran dalam masyarakat, sebaliknya di mana-mana kita dengan mudah menemukan kebohongan demi kebohongan. Di rumah, kita dengan mudah menemukan ketidak jujuran antara suami dan istri dan antara anak dengan orang tuanya.
Di pasar, kita dengan mudah menemukan pedagang yang tidak jujur dalam sukatan dan timbangan.
Di kantor dan tempat kerja, khususnya di lembaga-lembaga pemerintahan, dengan mudah kita menemukan kebohongan dan ketidak jujuran.
Di pengadilan dan penegakan hukum, dengan mudah kita temukan kebohongan dan ketidakjujuran.
Di kalangan pengusaha dan bahkan di kalangan poltisi, dengan mudah kita temukan kebohongan dan ketidak jujuran.
Lebih mengerikan lagi, di dunia pendidikan dan dakwahpun kita sering pula menemukan kebohongan dan ketidak jujuran. Hampir tidak ada lini kehidupan saat ini yang tidak dirasuki kebohongan dan ketidak jujuran. Sebaliknya, kejujuran sudah menjadi makhluk langka.
Orang-orang yang jujur dianggap makhluk aneh, lugu dan tidak bisa mengikuti serta memahami perkembangan zaman.
Nabi Muhammad Saw, jauh-jauh hari, yakni lebih dari 14 abad silam, telah mewanti-wanti kita, sebagai umatnya, agar selalalu bersifat jujur dan sekali-kali jangan terlibat dalam kebohongan, sekecil apapun dan dalam kondisi apaun, kecuali dalam keadaan perang, mendamaikan orang yang sedang berselisih dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Itupun dengan sangat hati-hati dan sebatas yang diperlukan saja.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan imam Bukhahri dan Muslim Rasul Saw. bersabda :
“Hendaklah kalian semua menjadi jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan menyampaikan kalian ke syurga. Bilamana seseorang itu jujur dan menguasai sifat jujur (secara terus menerus), maka Allah menetapkannya sebagai seorang yang jujur. Dan sekali-kali jangan kalian berbohong, karena sesungguhnya kebohongan itu menggiring kalian kepada berbagai kejahatan (dosa) dan sesungguhnya berbagai kejahatan itu akan menggiring kalian ke neraka. Bilamana seseorang itu berbohon dan terus menerus berbohong, maka Allah akan menetapkannya sebagai pembohong. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya pencitraan tidak bisa dilakukan dengan rekayasa dan kebohongan, karena betapapun canggihnya rekayasa dan kemampuan membungkus kebohongan dan ketidak jujuran, suatu saat pasti terbongkar juga, seperti yang kita saksikan beberapa waktu belakangan ini.
Citra yang baik, hanya dapat dilakukan dengan kejujuran hidup dengan semua dimensinya, sejak dari keyakinan/keimanan, undang-undang (peraturan hidup) sampai kepada muamalah dan akhlak sehari-hari. Hal ini dijelaskan Alllah dalam surat Maryam / 19 : 50 dan Asy-syu’arok / 26 : 84, terkait dengan pencitraan nabi Ibrahim ‘alaihissalam sehingga Beliau menjadi buah bibir (lisana shidqin) sepanjang masa sampai akhir zaman.
Umat Nabi Muhammad Saw, bahkan diwajibkan untuk menjadikan Ibrahim sebagai uswah disamping Nabi Muhammad Saw. dan mebacakan sholawat dan salam atasnya sewaktu shalat dan mengaitkan sholawat atas Nabi Muhammad Saw.
Dengan shalawat kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Maka citra Ibrahim yang spektakuler adalah Kahlilullah (kekasih Allah) dan Abul Anbiyak (Bapak Para Nabi).
Sebaliknya, pencitraan yang dibangun di atas kebohongan dan ketidakjujuran akan memunculkan imej di masyarakat sebagai Khalilusy-syaithan (Kekasih Setan) dan Abul Fujur (Bapak Kejahatan/Korupsi). Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)