Tawakkal yang Sebenarnya

oleh -
Ilustrasi. (media.alkhairaat.id)

Hidup tidak lepas dari musibah, kesenangan, kesedihan, keguncangan jiwa, kesempitan, harapan dan berbagai macam yang silih berganti. Maka agar selamat melewati semua itu dibutuhkan iman, istiqamah kemudian usaha dengan akal untuk berinisiatif dan membangkitkan semangat optimis   dan terakhir tawakkal.

Selain berusaha dengan segala ilmu dan keterampilan, dibutuhkan pula kekuatan batin untuk ketenangan hidup. Sebab batin yang kosong dari nilai-nilai Islam akan dikuasai keinginan dunia yang tidak terpuaskan.

Allah SWT memberikan penghargaan mahal terhadap orang sabar, syukur dan tawakkal. Mengapa mahal? Karena kata Allah SWT dalam Al-Qur’an “sangat sedikit orang bisa melakukannya”. Orang yang sabar, syukur dan tawakkal itu bisa terlihat dari apapun kondisinya.

Yang kita pahami bahwa tawakkal adalah “yakin dan percaya penuh pada pertolongan Allah dan menyerahkan segala hasil perjuangan kepada Allah”.

Menurut pendapat Imam al-Qusyairi, “Semua gerak-usaha manusia harus selalu diikuti tawakkal di hati”. Dalam praktiknya, seseorang harus berkeyakinan bahwa hanya Allah memutuskan segala hasil usaha.

Tawakkal adalah buah dari iman. Tanpa iman, tidak mungkin seseorang mampu tawakkal.

Nabi selalu menyiapkan segala hal dan menyusun strategi memenangkan pertempuran. Nabi juga mencari nafkah, melakukan urusan sehari-hari, bekerja keras dan tidak meninggalkan penggunaan sarana dan prasarana. Sangat bertolak belakang dengan trend mencari jalan pintas ke paranormal (dukun), tempat keramat atau usaha supranatural lainnya.

Tawakkal tidak bisa dilakukan jika dalam meraih tujuan tidak melakukan langkah yang seharusnya dilakukan.

Rasulullah SAW sendiri senantiasa menggantungkan tawakalnya kepada Allah. Salah satu contohnya adalah bahwa beliau selalu mengucapkan doa-doa mengenai ketawakkalan dirinya kepada Allah SWT.: Dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah saw. senantiasa berdoa, “Ya Allah, hanya kepada-Mu lah aku menyerahkan diri, hanya kepada-Mu lah aku beriman, hanya kepada-Mu lah aku bertawakal, hanya kepada-Mu lah aku bertaubat, hanya karena-Mu lah aku (melawan musuh-musuh-Mu). Ya Allah, aku berlindung dengan kemuliaan-Mu dimana tiada Tuhan selain Engkau, janganlah Engkau menyesatkanku. Engkau Maha Hidup dan tidak pernah mati, sedangkan jin dan manusia mati.” (Muslim)

Tawakkal adalah pohon yang baik yang tidak berbuah kecuali buah yang baik dalam diri maupun kehidupan. Kehidupan pribadi yang berimbas pada kehidupan bermasyarakat atau berorganisasi. Di antara buah sikap tawakkal, yaitu: As-Sakinah wa at-thuma’ninah (Ketenangan dan ketentraman)

Buah dari pohon tawakkal ini adalah ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang dirasakan oleh orang yang bertawakkal kepada Rabb-nya. Ia rasakan itu memenuhi seluruh relung jiwanya, ia merasa aman ketika orang lain takut, merasa tenang ketika mereka berguncang, merasa yakin saat mereka bimbang, tsabat saat orang lain goyah, penuh harap sementara mereka hilang asa, dan menikmati perasaan ridha saat orang lain diracuni murka.

Ia tak ubahnya seperti prajurit yang berlindung di benteng yang amat kokoh, menyediakan makanan, tempat istirahat, perbekalan dan senjata lengkap. Dari dalam benteng itu ia bisa melihat namun tak terlihat, menembak tanpa tertembak, semua kejadian di luar benteng tidak menggentarkannya sama sekali baik teriakan ataupun gemuruh senjata.

Inilah keadaan yang dirasakan Nabi Musa alaihissalam ketika sahabat-sahabatnya berkata: “Kita pasti terkejar!” Nabi Musa menjawab: “Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku”. (Asy-Syuara (26): 62).

Keadaan ini juga dirasakan oleh Nabi Muhammad saw ketika ia berkata kepada Abu Bakar di gua Tsaur: “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (At-Taubah (9): 40).

Seperti yang dialami pula oleh Ibrahim alaihissalam saat dilemparkan ke dalam api, ia tidak meminta tolong kepada manusia, jin atau malaikat, ucapan yang keluar dari mulutnya hanyalah: Cukuplah Allah untukku dan Dia sebaik-baik pelindung. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)