PALU – Aktivitas penambang emas tanpa izin (PETI) di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi-Moutong, mendadak menjadi perhatian banyak pihak pasca memakan korban, Rabu Malam.
Insiden tanah longsor yang tiba-tiba terjadi membuat sejumlah penambang tewas tertimbun. Sedang beberapa di antara lainnya mengalami luka-luka.
Dalam penjelasannya, Kepala Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah, menegaskan, bahwa apa yang terjadi di Desa Buranga itu adalah yang dikhawatirkan selama ini. Seharusnya ini dapat dicegah sejak dini.
“Sudah sewajarnya seluruh PETI ditutup. Kejadian seperti ini siapa yang bertanggung jawab?” tegasnya kepada Mediaalkhairaat.id, Kamis (25/2).
Sofyan menjelaskan, sejak Rapat Koordinasi (rakor) akhir tahun 2019 antara Irwasda Polda Sulteng dan Ombudsman, terdapat 12 pengawasan yang menjadi perhatian. Di antaranya, pengawasan terhadap praktek PETI di Sulteng mulai dari kasus Dongi Dongi, Poboya dan termasuk diantaranya adalah PETI di wilayah Parigi-Moutong.
Dia mengatakan, bukan hanya terjadi perilaku melawan hukum di sana, melainkan lebih menyedihkan adalah lalainya sistem pengawasan, baik aparat penegak hukum, maupun juga institusi daerah termasuk Pemkab Parigi Moutong.
Pihak Ombudsman, mensinyalir adanya keterlibatan oknum pada aktivitas PETI ini. Hal itu dapat dilihat dari luasnya pembukaan areal tambang tanpa ijin, investasi terjadi secara masif dengan adanya alat-alat berat beroperasi yang pada gilirannya menimbulkan kerusakan lingkungan.
Karena itu, ia meminta Irwasda Polda Sulteng segera menginstruksikan agar seluruh PETI ditutup.
“Baik yang di Buranga, Kayuboko dan juga Dongi Dongi tidak lagi beroperasi,” Tuturnya.
Pun, Sofyan meminta agar pihak Polda Sulteng menindak tegas bila ada oknum anggotanya dan Pengusaha yang menjadi backing PETI tersebut.
“Karena juga patut diingat kawasan-kawasan tersebut bukan merupakan wilayah pertambangan. Jadi sudah saatnya aparat kepolisian bertindak tegas,” pungkasnya.
Rep: Faldi/Ed: Nanang