PALU – Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menggagas kegiatan dialog dan lokakarya dengan tema “Berani Harmoni Wujudkan Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sulawesi Tengah Berkelanjutan dan Inklusif”, Selasa (05/08).
Kegiatan dialog yang dibuka oleh Gubernur Sulteng, Anwar Hafid itu menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu Menpan-RB periode 2022-2024, Abdullah Azwar Anas, Direktur Film, Musik dan Animasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Prof Dr. Amin Abdullah, dan narasumber berkompeten lainnya.
Kepala KPw BI Sulteng, Muhamad Irfan Sukarna, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Sulteng menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Pada triwulan 1 Tahun 2025 tumbuh 8,69%, jauh dari atas pertumbuhan nasional yang sebesar 4,69%.
Kata dia, industri pengolahan nikel menjadi motor peningkatan ekonomi di Sulteng sebesar 39,35%.
Namun, kata dia, industri pengolahan nikel yang memberikan nilai tambah besar, multiplier effect ekonomi secara merata di Sulteng masih terbatas.
“Angka ini masih berada pada kisaran 2 digit, menunjukkan perlunya upaya lebih kuat untuk mendorong perekonomian yang inklusif dan berkesinambungan. Salah satunya yang akan dibahas di hari ini adalah sektor pariwisata,” kata Irfan yang baru satu hari menjabat sebagai Kepala KPw BI Sulteng, menggantikan posisi Rony Hartawan.
Menurutnya, di berbagai daerah, pariwisata adalah sektor yang mampu menciptakan multi efek jauh lebih banyak dibandingkan sektor yang lain, karena banyak melibatkan usaha kecil menengah dan industri pendukungnya.
“Saat ini sudah disampaikan bahwa potensi pariwisata Sulteng belum optimal. Tercermin dari kontribusi sektor pariwisata yang direpresentasikan oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum baru 2,32%, sangat jauh dibandingkan nikel yang hampir setengahnya,” katanya.
Olehnya, kata dia, masih perlu banyak upaya untuk mengembangkan sektor yang bisa mendekati atau harapannya bisa menggantikan industri nikel.
“Angka ini memberikan pesan bahwa potensi wisata di Sulteng ini, baik dari pesona alam hingga kekayaan budaya, belum berhasil kita terjemahkan untuk memberikan nilai tambah ekonomi yang signifikan,” katanya.
Ia berharap, melalui kegiatan tersebut, dapat teridentifikasi potensi pengembangan pariwisata Sulteng, termasuk menyusun rekomendasi dan solusi yang tidak hanya membangun destinasi, tapi bisa membangun ekosistem.
Ia berharap kepada para narasumber, seperti mantan Menteri PAN RB, Abdullah Azwar Anas untuk berbagi pemikiran dan pengalaman, bagaimana memberikan rekomendasi agar pembangunan ekosistem ini bisa terlaksana di Sulteng.
“Jadi bagaimana kita meng-create orang untuk mau berkunjung, menciptakan nilai yang membuat orang mau berinvestasi,” ujarnya.
Nikal, kata dia, sepanjang masih bisa men-support, tetap dimanfaatkan, tapi sedikit demi sedikit membangun sektor lain yang lebih berkelanjutan.
“Jadi tidak ditinggalkan, tapi dijalankan secara pararel menciptakan sektor yang ke depan bisa tidak tergantung oleh sumber daya alam. Itu yang sebenarnya lebih baik,” imbuhnya.
Sementara itu, Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, mengakui, pertumbuhan ekonomi Sulteng belum berkeadilan, karena baru tumbuh dari sektor industri pengolahan.
“Saya tidak bisa bayangkan, kalau semua sektor bergerak, angka kemiskinan 5 tahun ke depan akan turun sangat drastis, sangat signifikan,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, butuh sebuah strategi yang baru, tidak hanya mengandalkan industri pengolahan, tapi ke depan bisa menggali potensi lain yang membuat pertumbuhan ekonomi lebih berkeadilan.
“Kita jujur saja, kehadiran industri-industri industri pengolahan di Morowali, Morowali Utara dan di bagian timur Sulawesi Tengah, dari sisi tenaga kerja saja belum bisa memberikan porsi yang besar bagi masyarakat Sulteng. Karyawan di Morowali dan Morowali Utara, yang dari Sulteng paling banyak 40%,” ungkapnya.
Sesuai data yang didapat dari perbankan, kata dia, setiap bulan di Morowali dan Morowali Utara, pendapatan bisa mencapai Rp300 miliar, tapi dalam waktu 7 hari habis.
“Dibawa ke mana uang itu? Dibawa ke Jakarta, dibawa ke Sulawesi Selatan, dibawa ke mana-mana. Karena di Sulteng belum tersedia tempat penampungan uang. Penampungan yang saya maksud, misalnya uang-uang itu habis dibelanjakan atau dipakai rekreasi di wilayah Sulteng ini,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Gubernur, lapangan-lapangan usaha di industri pertambangan, 80% masih dari luar. Mulai dari kebutuhan daging, kebutuhan ikan, kebutuhan telur, kebutuhan beras, hampir semua dari luar.
“Oleh karena itu, saya kira tema diskusi kita ini adalah salah satu solusi untuk mencari alternatif lain bagaimana pariwisata ini menjadi salah satu sektor andalan Sulawesi Tengah. Saya setuju dengan Kepala Perwakilan BI, bahwa nikel tidak bisa kita harap lagi. 10 tahun menurut para ahli habis cadangan nikel kita,” katanya.
Jika bicara sektor pariwisata, lanjut dia, Sulteng adalah daerah yang sangat indah. Ada pulau Togean, juga ada Paisupok di Banggai Kepulauan yang menurut para ahli merupakan danau terjernih di dunia.
“Kita punya Danau Poso, Danau Lindu dan sebagainya yang bisa dikelola untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Kegiatan dialog dihadiri Rektor Untad, Prof Dr Amar, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Sulteng, anggota DPRD, dan pihak terkait lainnya.