PARIMO – Surplus beras di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) setiap tahunnya mengalami peningkatan hasil produksi. Tercatat sebanyak 100.158 ton pada Januari hingga November 2023.

Namun tidak bagi Petani di Tolai, Kecamatan Torue, surplus dinilai tidak berdampak baik bagi petani, karena hasil produksi tidak berbanding lurus dengan pendapatan dan pengeluaran pembelian obat-obatan.

Salah satu petani Tolai, I Wayah Kerti, mengatakan, target surplus yang diharapkan pemerintah telah dilaksanakan oleh patani dengan program IP 400 dan IP 300, namun program tersebut sangat memberatkan patani yang dipaksa untuk melakukan penanam dalam setahun tiga kali tanam dengan keterbatasan biaya pembelian obat-obatan.

“Kami menilai penanam tiga sampai empat kali, memang sangat baik untuk petani, tapi tidak baik untuk hasil produksi. Kenapa, biaya yang kita keluarkan tidaklah sedikit, semantara penjualan tidak mengembalikan modal kami,” keluhannya saat ditemui Kamis (30/05).

Kata dia, pemerintah hanya menargetkan program, namun tidak memperhatikan petani dengan serius yang seharusnya ketika menginginkan surplus harga obat-obatan dan penjualan harus ditekan, sehingga petani tidak merasa dirugikan dengan kondisi saat ini.

Bahkan, untuk pupuk yang sudah masuk dalam RDKK berdasarkan usulan petani telah mencukupi, namun jumlah yang telah diusul diawal tidak sesuai ketika tiba ke petani.

“Setiap kami mengusulkan pupuk, itu sudah sesuai jumlah kebutuhan kami, tetapi begitu kita terima selalu mengalami kekurangan, ini sebenarnya pengelolaannya seperti apa,” tegasnya.

Petani lainnya, Made Agus, mengatakan, akibat harga beras yang tidak stabil ini, sejumlah petani berencana akan mengalihkan sebagian lahannya untuk ditanami tanaman lainnya, karena kondisi penjulan beras yang saat ini menurun.

Bahkan, pembelian di Bulog pun tidak sesuai dengan harapan karena berdasarkan HET yang dikeluarkan oleh pemerintah, pihaknya sempat meminta untuk menaikkan harga beras dari petani.

“Berapa kali kita sampaikan ke Bulog untuk dinaikan harganya, mereka malah bertahan diharga yang pemerintah keluarkan,” jelasnya.

Menurut dia, ketika harga beras di kalangan petani naik, beras dari luar daerah seperti makasar masuk dengan harga murah, sehingga menjatuhkan beras petani lokal.

“Harusnya pemerintah daerah lebih mengutamakan beras petani lokal ketimbang dari daerah luar, jangan mengejar surplus tapi menyengsarakan petani,” pungkasnya.

Reporter : Mawan
Editor : Yamin