Sebagian besar wilayah di Provinsi Sulteng terendam banjir bandang akibat hujan deras yang mengguyur, beberapa hari belakangan ini. Tak hanya materi, banjir juga mengakibatkan dua korban jiwa di Kabupaten Tolitoli. Keduanya bernama Salma (60) yang beralamat di Jalan Anoa dan Rahmi (62), tinggal di Dusun Pilado Tambun.
Dua warga lainnya ini dinyatakan hilang, yakni Mea (43) dan Sastro (41) yang beralamat di Dusun Doyan.
Sejauh ini, hujan masih mengguyur daerah penghasil cengkeh itu. Sejumlah wilayah sulit dijangkau karena terendam dan akses jalan di beberapa titik permukiman masyarakat terputus akibat jembatan putus dan tanah longsor.
Banjir itu merupakan yang terbesar yang pernah melanda daerah itu. Banjir tersebut merendam ribuan rumah penduduk dan fasilitas publik. Jalan-jalan raya juga tidak dapat dilintasi karena tertutup banjir.
Banjir juga menyebabkan warga tidak dapat melaksanakan aktivitas shalat tarwih karena sejumlah masjid ikut terendam banjir.
“Air masuk ke dalam masjid seperti di Masjid Mujahidin di Kelurahan Panasakan, dekat rumah saya,” kata warga Panasakan, Pranajaya Rais.
Selain itu, Masjid Alfatah di Kilometer Satu, Kampung Buol dan Masjid di Perumnas Kelurahan Baru juga terkena dampak banjir sehingga tidak ada aktivitas ibadah di masjid tersebut.
Tak hanya itu, lebih 100 santri di pesantren Alkhairaat Tolitoli juga terpaksa ikut mengungsi ke rumah pimpinannya karena kawasan pemondokannya ikut terkena dampak banjir. Pesantren di Kampung Arab, Kelurahan Baru yang menampung 150 santri itu tergenang air banjir dengan ketinggian hingga di dalam ruangan mencapai 50 centimeter.
Pimpinan Pondok Pesantren Alkhairaat Tolitoli M Marjan, mengatakan, saat banjir datang, perangkat elektronik pesantren seperti komputer masih sempat diselamatkan. Namun mesin cuci dan kulkas yang selama ini digunakan santri ikut terendam banjir.
Selain santri dirinya juga menampung sejumlah warga sekitar yang rumahnya tidak bisa ditempati karena masih tergenang banjir.
Dia mengatakan selama pesantren tersebut berdiri dan beberapa kali banjir menerjang Tolitoli, baru kali ini banjir terbilang besar hingga menggenangi dalam pesantren.
Hingga Sabtu malam, ribuan orang masih berada di pengungsian khususnya warga di dekat daerah aliran sungai seperti di Kelurahan Tuweley.
Di beberapa titik yang tergenang, air masih bervariasi antara 1-4 meter dan aliran listrik sejak Sabtu (3/6) sampai Minggu masih padam.
Musibah yang sama juga dialami warga Kota Palu, Ahad. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, ada enam kelurahan yang terdampak banjir kiriman Sungai Palu.
Enam kelurahan itu yakni, Kelurahan Tatura Selatan, Kampung Baru, Ujuna, Nunu, Besusu Barat dan Lolu Utara.
Suai data sementara, tercatat sekitar 600 rumah yang masih terendam banjir sehingga sebagian besar warga terpaksa mengungsi sementara ke rumah tetangga dan tempat aman lainnya.
Di Sigi pun demikian. Ratusan hektar lahan persawahan milik warga, ikut terendam air.
Di wilayah Kabupaten Donggala, bajnjir juga mengakibatkan sejumlah rumah terendam.
“Di Siraurang ada 14 rumah yang terendam banjir. Penghuninya terpaksa mengungsi ke rumah tetangga,” kata seorang tokoh agama di Kecamatan Dampelas, Ridwan Sandepa, pekan lalu.
“Ada yang hanya dapurnya saja yang tergenang,” katanya.
Ratusan hektare lahan pertanian di Kecamatan Sojol dan Dampelas, juga terkena dampaknya.
“Akibat banjir, banyak sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah rusak, termasuk lahan pertanian milik warga,” kata Bupati Donggala Kasman Lassa.
Ia mengatakan bahwa banjir yang terjadi pada hari Sabtu juga merusak sarana dan prasarana berupa drainase, jalan, dan saluran irigasi.
“Infastruktur yang dibangun oleh Pemerintah rusak total, termasuk bendungan sungai untuk mencegah abrasi juga hancur,” katanya.
Dampak banjir juga dialami warga di Tojo Una-Una (Touna). Puluhan rumah warga di Kelurahan Dondo, Kecamatan Ampana Kota, terendam banjir setinggi satu meter. Warga terpaksa mengungsi ke tempat yang aman.
Sebelumnya, banjir bandang juga terjadi di Kecamatan Mamosalato, Kabupaten Morowali Utara. Empat desa di wilayah itu terisolasi
Banjir juga mengakibatkan tiga jembatan yang merupakan akses utama penghubung sejumlah desa di Kecamatan Mamosalato, putus. Akibatnya, aktivitas warga menjadi terganggu bahkan pasokan sembako yang biasa didatangkan dari daerah tetangga seperti Luwuk Banggai kini tidak bisa lagi.
Selain merendam areal pemukiman warga di empat desa tersebut, banjir ini juga merusak sekitar 60 hektar sawah milik warga siap panen.
AKIBAT TAMBANG
Bencana banjir yang melanda puluhan rumah warga Kecamatan Sojol dan Dampelas, Kabupaten Donggala, antara lain dipicu oleh kegiatan penambangan pasir dan batu di bagian hulu sungai.
“Salah satu faktor yang membuat air sungai menghantam permukiman warga Desa Balukang, yaitu penambangan sirtu besar-besaran di bagian hulu sungai,” ungkap Bupati Donggala Kasman Lassa yang dihubungi dari Palu, Ahad.
Kata Bupati Kasman, kegiatan pengambilan material di bagian hulu sungai Desa Balukang antara lain dilakukan oleh mantan anggota DPRD Kabupaten Donggala Nasar Haji Tongko yang juga mantan pengurus DPD Partai Golkar Donggala.
Sejak menjadi anggota DPRD kabupaten, politisi Golkar tersebut membuat kegiatan usaha penambangan di hulu sungai Desa Balukang I.
“Iya, sejak ia menjadi anggota DPRD Kabupaten Donggala, sejak itu ada perusahaan tambangnya dan kegiatan pengambilan material di sungai Desa Balukang I,” kata Kasman.
Menurut Bupati kegiatan pengambilan material yang tidak diikutkan dengan pengendalian lingkungan memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan hidup masyarakat.
Karena itu, Bupati Kasman Lassa mendesak Nasar Haji Tongko untuk segera melakukan perbaikan alur sungai tempat ia menambang serta memberikan kepedulian sosial terhadap korban bencana banjir.
“Nasar Haji Tongko harus memperbaiki sungai serta memberikan bantuan sosial kepada masyarakat di Desa Balukang I,” desak Bupati Kasman Lassa.
Bupati mengakui selain faktor tersebut, faktor alam juga mempengaruhi sehingga terjadi banjir yang berdampak meningalnya satu warga di Kecamatan Sojol.
“Ini luka lama. Karena permukiman warga saat ini, itu sebelumnya adalah alur sungai. Karena itu, air pasti akan mencari jalannya semula,” jelasnya.
Tak hanya banjir, dalam kurun waktu akhir bulan Mei hingga awal Juni 2017 ini, sejumlah wilayah di Sulteng juga diguncang gempa bumi. Daerah yang mengalami bencana tersebut, yakni Kabupaten Morowali, Tolitoli, Poso, dan Kabupaten Sigi. (RIFAY/SAFA’AD/HARIS/ANT)