DONGGALA – Tradisi memukul bedug jelang buka puasa di Bulan Ramadhan, kemungkinan besar sudah jarang ditemui, apalagi di kota-kota yang sudah mengandalkan pengeras suara.
Meski demikian, tradisi ini masih bisa dijumpai ketika melewati kawasan Masjid Raya Donggala, sesaat menjelang buka puasa. Tradisi yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam sampai saat ini masih tetap dipertahankan.
“Itulah salah satu keunikan yang dimiliki Masjid Raya Donggala. Meskipun berada di tengah kota dan sudah menggunalan pengeras suara secara modern, tapi tradisi memakai bedug untuk buka puasa masih dijalankan,” kata Sekretaris Masjid Raya Donggala, Amiruddin Masri, Kamis (22/04).
Menurut Amiruddin, Masjid Raya pernah memiliki tiga unit bedug yang cukup besar, namun sekarang tinggal dua unit yang dipakai untuk berbagai kegiatan berkaitan dengan keagamaan atau perayaan hari-hari besar agama Islam.
Biasanya, kata dia, bedug dipakai saat kegiatan pawai berkaitan perayaan agama Islam. Bahkan dalam acara-acara momentum pemerintahan, kadang meminjam bedug masjid.
Dulu, kata dia, hampir semua masjid di Donggala memakai bedug. Bukan saja saat jelang buka puasa dan tarwih, melainkan dibunyikan setiap shalat lima waktu. Sebab masa itu belum ada pengeras suara, sehingga bedug menjadi pedoman waktu shalat.
“Hingga tahun 1970-an, selain bedug sebagai penanda waktu shalat juga dikumandangkan adzan dari atas menara masjid dengan menggunakan seng yang dipiling agar suaranya terlempar jauh,” kenang tokoh masyarakat setempat, Abd. Rauf Thalib.
Kata dia, mengumandangkan adzan dengan memanjat menara masjid zaman dahulu memang cukup unik. Bahkan pernah seorang muadzim di saat sedang mengumandangkan adzan, tiba-tiba terjatuh, sehingga mengundang heran para jemaah.
“Akhirnya sekali lagi sang muadzim kembali memanjat menara mengulangi adzan,” kenangnya.
Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay