PALU – Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tengah Triyono Raharjo mengatakan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia pada triwulan 1-2024 masih dalam kondisi terjaga, didukung oleh kondisi fiskal, moneter, dan sektor keuangan yang stabil. Namun, terdapat peningkatan ketidakpastian dan gejolak geopolitik global yang mendorong peningkatan tekanan di pasar keuangan global dan domestik. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus melakukan asesmen forward looking atas kinerja perekonomian dan sektor keuangan terkini seiring risiko ketidakpastian ekonomi global yang meningkat serta gejolak geopolitik dunia yang eskalatif.
Dalam siaran persnya Triyono Raharjo mengatakan, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK II- 2024 baru baru ini, berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global serta gejolak geopolitik yang eskalatif, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Outlook pertumbuhan ekonomi global diprakirakan relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan. Dalam laporan terbaru World Economic Outlook April 2024, IMF memproyeksikan ekonomi global stagnan di level 3,2% yoy di tahun 2024. Sementara itu, perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh pada level 2,5% yoy di tahun 2023, dan diprakirakan kembali menguat ke 2,7% yoy di tahun 2024 seiring dengan kuatnya permintaan domestik dan aktivitas manufaktur AS yang masih ekspansif. Masih kuatnya kinerja ekonomi AS tersebut diikuti dengan kembali meningkatnya laju inflasi dalam beberapa bulan terakhir, sehingga mendorong potensi penundaan dimulainya pemangkasan suku bunga acuan The Fed (high for longer).
“Di sisi lain, Tiongkok diprakirakan tumbuh melambat dari 5,2% yoy di tahun 2023 ke level 4,6% yoy di tahun 2024. Memasuki bulan April 2024, dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan kecenderungan ke arah negatif akibat eskalasi perang di Timur Tengah dan ketegangan geopolitik yang makin tinggi. Kebijakan moneter AS yang cenderung mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dan penundaan pemangkasan suku bunga federal (Fed Fund Rate) – serta tingginya yield US Treasury telah menyebabkan terjadinya arus modal portfolio keluar dari negara-negara emerging dan pindah ke AS serta menyebabkan penguatan mata uang US Dollar dan melemahnya nilai tukar mata uang berbagai negara. Ke depan, risiko terkait potensi penundaan pemangkasan FFR, tingginya yield US Treasury, penguatan US Dollar dan eskalasi ketegangan geopolitik global akan terus dicermati,” ujar Triyono Raharjo, Senin (6/5).
Ia mengatakan, KSSK terus siaga mengantisipasi dengan respons kebijakan yang sinergis dan efektif untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan tekanan dan ketidakpastian global terhadap perekonomian domestik dan stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Di tengah dinamika ketidakpastian global, kinerja ekonomi Indonesia masih cukup resilien. Pertumbuhan ekonomi di triwulan 1 2024 diprakirakan tetap berada di atas 5,0% dan menguat dibandingkan triwulan IV tahun 2023 didukung permintaan domestik yang tetap kuat, baik di sisi konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi LNPRT, seiring dengan penyelenggaraan Pemilu, kenaikan gaji ASN, dan pemberian THR dengan Tukin 100%. Sementara itu, investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan aktivitas konstruksi properti swasta sebagai dampak positif dari insentif Pemerintah. Adapun, kinerja ekspor diprakirakan masih belum cukup kuat sejalan dengan moderasi harga sejumlah komoditas dan lemahnya permintaan global.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 diprakirakan tetap di atas 5,0%.
Ketahanan eksternal ekonomi nasional cukup stabil dengan kebijakan nilai tukar Bank Indonesia (BI) terus diarahkan untuk menjaga stabilitas Rupiah. Pada akhir triwulan 1 2024, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 2,89% ytd (per tanggal 28 Maret 2024), lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lainnya seperti Baht Thailand (6,41% ytd) dan Ringgit Malaysia (2,97% ytd). Kinerja Rupiah yang terjaga tersebut ditopang oleh kebijakan stabilisasi BI dan surplus neraca perdagangan barang.
Reporter: IRMA/***
Editor: NANANG