LUWUK – Program pemberdayaan kaum perempuan membutuhkan sinergitas dan kolaborasi, antara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Dinas UMKM serta instansi lain.
Hal itu diperlukan agar program pemberdayaan tidak hanya ideal dalam tataran wacana.
“Kolaborasi itu penting dilakukan, dalam melahirkan regulasi dan program yang memang benar-benar pro perempuan, khususnya dalam Pemberdayaan Ekonomi (UMKM),” kata Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Sri Atun saat membawakan materi dalam kegiatan Pelatihan Kewirausahaan bagi Perempuan pelaku UMKM, di Kota Luwuk Kabupaten Banggai, Sabtu (28/05) kemarin.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng itu menambahkan, UMKM telah terbukti menjadi penyelamat dan penopang perekonomian Indonesia saat krisis moneter tahun 1998 lalu.
“UMKM kala itu mampu bertahan dan mampu menjaga roda ekonomi negara dari ancaman banyaknya pengangguran,” kata Sri Atun.
Mengutip tulisan Putri Paramita Agritansia, S.E., M.Acc, staf Pengajar di Department of Accounting Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, bahwa wirausaha, bahkan dianggap bisa menjadi solusi atasi krisis finansial dunia.
Terkait regulasi bagi pelaku UMKM, menurut Sri Atun diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2008. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
Sementara itu, terkait optimalisasi peran perempuan, menurut Anggota DPRD Sulteng Daerah Pemilihan Kabupaten Banggai bersaudara ini, perempuan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan di desa-desa, tetapi juga pembangunan secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera.
Dalam paparannya, secara kritis Sri Atun juga melihat, bahwa dalam konstruksi APBD Sulawesi Tengah, belum bisa sampai pada kesimpulan, bahwa alokasi untuk program pemberdayaan wirausaha, khususnya untuk kaum perempuan secara signifikan telah dilakukan oleh pemerintah.
Olehnya itu, kata dia, dibutuhkan regulasi yang memihak kepada pelaku usaha, terutama perempuan. Tidak kalah penting adalah perlunya informasi terkait penyaluran bantuan yang bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat latar belakang.
“Alhamdulillah, secara personal sebagai anggota DPRD Provinsi, yang setiap tahunnya mendapatkan alokasi Anggaran Pokok Pikiran (Pokir), kami selalu mengadvokasi anggaran, walaupun juga sangat terbatas, khusus untuk pemberdayaan kaum perempuan melalui bantuan di majelis-majelis taklim,” tandasnya. (**)