SP-Palu Gelar FGD Peringati Hari Pergerakan Perempuan Indonesia

oleh -
Jalannya FGD yang digelar SP Palu bersama Walhi Sulteng, Kamis (22/12). (FOTO: DOK. SP PALU)

PALU – Solidaritas Perempuan (SP) Palu berkolaborasi dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan topik “Perempuan Pembela Lingkungan dan Hak Asasi Manusia,” di salah satu kafe, di Kota Palu, Kamis (22/12).

FGD yang dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Pergerakan Perempuan Indonesia atau Hari Ibu itu dihadiri perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulteng, Kementrian Hukum dan HAM Sulteng, DP3A Provinsi Sulteng, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng, Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Solidaritar Korban Pelanggaran HAM (SKP HAM) Sulteng, serta perempuan perwakilan dari Desa Siliwangan dan Watutau.

Ananda Farah Lestari, Koordinayor Program SP-Palu, mengatakan, kegiataan ini bertujuan sebagai penguatan bersama terkait perlindungan perempun pembela lingkungan dan HAM.

“Selain itu dalam FGD ini, kita mendorong implementasi pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap perempuan pembela lingkungan dan HAM di Silteng,” ujar Ananda yang dimintai keterangan sehari setelah kegiatan, Jumat (23/12).

Ketua Badan Eksekutif Komunitas (BEK) SP-Palu, Fitriani S. Pairunan, dalam materinya, memaparkan bahwa perempuan pembela HAM adalah pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dan Pembela HAM lain yang membela hak-hak perempuan dan hak-hak yang berkaitan dengan gender dan seksualitas pekerjaan mereka dan tantangan yang mereka hadapi.

“Telah diakui dalam deklarasi Marrakesh, memandatkan setiap negara anggota PBB untuk melindungi perempuan pembelaan pada tahun 2018,”  papar Fitriani.

Fitriani menambahkan, diskriminasi terhadap perempuan didorong oleh menguatnya fundamentalisme dalam berbagai bentuk diantaranya populisme politik, otoritarianisme dan keserakahan korporasi, dan pihak-pihak pencari keuntungan yang tidak bisa dikontrol yang semuanya secara intensif memberi tantangan kepada perempuan pembela HAM.

“Pengalaman perempuan pembela HAM harus dipahami lebih dari persoalan individu, tetapi merupakan bagian dari penindasan sistematis dan struktural karena gender mereka atau karena kerja yang berkaitan dengan gender, misal pada kasus kriminalisasi oleh PT Kurnia Luwuk Sejati dan Polres Banggai,” imbuhnya.

Reporter : Iker
Editor : Rifay