PALU – Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengungkap tingginya kasus stunting di Sulteng, bahkan masuk 10 besar kasus tertinggi di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan BKKBN Sulteng. Dra. Maria Ernawati, MM saat membuka Sosialisasi Bina Keluarga Balita Holistik Intergratif (BKB HI) Eliminasi masalah stunting (Emas), di Aula Faukultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu, 16 Desember 2020.
Dikesempatan itu, Maria Ernawati menuturkan, Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dan berbagai kegiatan prioritas di dalamnya senantiasa diarahkan untuk mewujudkan Nawa Cita dan untuk BKKBN memiliki tugas pada Agenda Prioritas ke ketiga, lima dan delapan.
Agenda prioritas ke tiga yaitu, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Agenda Prioritas ke lima, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Kata dia, Program KKBPK berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia agar menjadi modal pembangunan yang berdaya saing di era Bonus Demografi, Globalisasi, dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Sedangkan agenda Prioritas ke delapan, yaitu melakukan revolusi karakter bangsa. Sesuai dengan nawacita ke lima, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia maka perlu meningkatkan penyiapan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tentu dimulai dari tahap anak. Anak sebagai tunas-tunas bangsa diharapkan menjadi anak-anak Indonesia yang cerdas dan berbudi pekerti luhur penerus cita-cita perjuangan bangsa.
“Untuk itulah, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak pada awal kehidupan menentukan kualitas kesehatan fisik dan mental, kemampuan belajar dan perilaku seorang manusia di sepanjang hayatnya. Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal, setiap anak membutuhkan Gizi yang cukup dan seimbang, perawatan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkesinambungan serta perlindungan terhadap bahaya-bahaya fisik dan penyakit,” katanya.
Selanjutnya menurut Maria, orang dewasa yang mampu memberikan kasih sayang, perhatian, keamanan dan perlindungan serta memahami dan mampu merespon apa yang mereka butuhkan. Kesempatan dan lingkungan yang mendukung untuk mengembangkan keterampilan sensorik dan motorik, kemampuan intelektual, kemampuan bahasa, berinteraksi dengan orang lain, bereksplorasi, mengeluarkan pendapat, memikul tanggung jawab, mengekspresikan apa yang dipikirkannya, kemandirian, dan sebagainya.
Lanjut Maria, Periode 1000 hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.
Didalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya seperti jantung, hati, dan ginjal. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Sekali perubahan tersebut terjadi, maka tidak dapat kembali ke keadaan semula. Perubahan tersebut merupakan interaksi antara gen yang sudah dibawa sejak awal kehidupan, dengan lingkungan barunya.
Pada saat dilahirkan, sebagian besar perubahan tersebut menetap atau selesai, kecuali beberapa fungsi, yaitu perkembangan otak dan imunitas, yang berlanjut sampai beberapa tahun pertama kehidupan bayi. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya.
Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi di ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak. Reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi juga meningkatkan risiko terjadinya berbagai Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes dengan berbagai risiko ikutannya pada usia dewasa.
Menurutnya, berbagai dampak dari kekurangan gizi yang diuraikan diatas, berdampak dalam bentuk kurang optimalnya kualitas manusia, baik diukur dari kemampuan mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, rendahnya daya saing, yang semuanya bermuara pada menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Lanjut Maria, Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia merancang dua kerangka besar Intervensi Stunting. Kerangka Intervensi Stunting tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagai macam program yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait. Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif. Intervensi Gizi Spesifik, ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting dan kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan dengan sasaran intervensi dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita.
Intervensi Gizi Sensitif, dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% penurunan Stunting, sasaran dari intervensi ini adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 HPK. Kegiatan Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Sensitif yang salah satunya adalah melalui pemberdayaan keluarga sebagai bentuk pendidikan non-formal. BKKBN memiliki peranan dalam pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegitan Bina Keluarga Balita (BKB) dengan cara Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (sejak saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun). Target kegiatan tersebut adalah keluarga baduta yang terpapar 1000 HPK.
Maria menyampaikan, Sulteng masuk dalam rangking 10 besar sebagai provinsi dengan stunting tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2019, penduduk Sulteng sebanyak 3,054 juta jiwa yang umumnya mendiami daerah pedesaan dengan presentasi 71 persen. Jika ditelisik lebih dalam maka ditemukan bahwa dalam komposisi penduduk Sulteng, pada kelompok umur 0 – 4 tahun, 299.228 jiwa (9,80 persen). Dari jumlah penduduk ini, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan stunting 32,2 persen dan wasting 12,2 persen. Secara nasional, stunting 30,8 persen dan wasting 12,2 persen.
“Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2019, menunjukkan bahwa dari 136.761 bayi bawa lima tahun (balita) ditemukan 29.208 angka stunting atau 21,4 persen dari total balita. Angka yang masih tebilang tinggi sehingga memerlukan intervensi yang komprehensif,” terangnya.
Maria menjelaskan, Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Hal ini telah disepakati oleh para ahli di seluruh dunia sebagai saat yang terpenting dalam hidup seseorang. Sejak saat perkembangan janin di dalam kandungan, hingga usia anak 2 tahun menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang. Oleh karena itu untuk mencetak anak Indonesia yang sehat dan cerdas, langkah awal yang paling penting adalah pastikan pemenuhan gizi ibu dan bayi selama masa kehamilan hingga anak menginjak usia 2 (dua) tahun. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengalami malnutrisi.
Dia menambahkan, BKKBN dengan core bisnis keluarga memiliki peranan dalam pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dengan cara Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai Pengasuhan 1000 HPK (sejak saat kehamilan hingga anak berusia 2 tahun). Target promosi dan KIE pengasuhan 1000 HPK adalah calon ibu, ibu hamil, dan keluarga baduta yang terpapar 1000 HPK.
Program Bina Keluarga Balita (BKB) sebagai bagian dari Program KKBPK, mempunyai tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran ibu beserta anggota keluarga lainnya yang menjadi anggota kelompok dalam membina tumbuh kembang balitanya melalui rangsangan fisik, motorik, kecerdasan, sosial emosional serta moral yang berlangsung dlam proses interaksi antara ibu/anggota kelompok. Program BKB akan berjalan dengan baik jika mendapat dukungan dan komitmen dari pemangku kepentingan dan masyarakat akan pentingnya penyiapan kualitas SDM sejak usia dini. Salah satu sinergi yang kita bangun adalah melalui BKB holistik integratif yang terintegrasi dengan Posyandu dan PAUD. Jumlah BKB HI yang dibina BKKBN sebanyak 232 kelompok terbesar di 13 kabupaten/kota
Lanjut dia, pada tahun 2019, jumlah keluarga yang terpapar 1000 HPK hampir 30 ribu keluarga dan tahun ini, ditargetkan 40.996 keluarga dan tagert 2021 juga 40.996 keluarga. Pada tahun ini, target keluarga yang terpapar 1000 HPK 40.996 keluarga dengan lokus Kabupaten Banggai, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Morowali. Berkat duukungan Bapak/Ibu terutama penyuluh dan bidan maka target 40.996 keluarga telah kami capai.
Kegiatan itu mengahdirkan peserta sebanyak 175 orang, berasal dari unsur kader BKB se-Kota Palu dan Sigi, bidan se-Kota Palu dan Sigi, Persit Kartika Chandra Kirana (KCK) Koorcab Korem 132 PD XIII/Mdk, Bhayangkari Daerah Sulteng, dan Perwakilan BKKBN Provinsi Sulteng.
Kegiatan bertujuan untuk Membangun komitmen mitra kerja di tingkat Kabupaten/Kota demi terlaksananya BKB HI Emas dan tersosialisasinya pengasuhan 1000 HPK dalam rangka pencegahan stunting di kabupaten/kota.
Diharapkan kegiatan itu bisa meningkatkan komitmen mitra kerja, pengelola, dan kader di tingkat kabupaten/kota dalam pelaksanaan dan pengembangan kelompok BKB HI, serta tersosialisasnya pengasuhan 1000 HPK dalam rangka pencegahan stunting di kabupaten/kota.
Selain itu juga untuk meningkatnya pengetahuan dan pemahaman mitra kerja, pengelola BKB, dan kader tingkat kabupaten/kota, serta masyarakat tentang BKB HI dan pola pengasuhan 1000 HPK dalam rangka pencegahan stunting. (YAMIN)