SIGI- Pertemuan bersama tokoh masyarakat, adat dan tokoh pemuda di Gedung Pertemuan Ampera Kabupaten Sigi, Senin (30/6) dijadikan ajang curhat bagi peserta, sosialisasi terkait tantangan dan implementasi empat pilar kebangsaan di era konvergensi digital, bersama anggota DPR RI Komisi II Longki Djanggola.

Moh Ansar mengatakan, banyak jalan jalan nasional yang berada di Kabupaten Sigi sampai saat ini belum diperhatikan oleh Pemerintah pusat.

“Sampai saat ini banyak jalan jalan yang berstatus jalan nasional belum ditangani dengan baik oleh pemerintah pusat, salah satu bukti nyata yakni jalan Poros Kulawi-Gimpu, yang sampai saat ini belum ditangani dengan baik oleh instansi terkait,” ujar Moh Ansar.

Lain halnya Reynold mempertanyakan betapa sulitnya mendapatkan akses bantuan untuk masyarakat tidak mampu. Sampai saat ini dirinya belum pernah tersentuh bantuan masyarakat tidak mampu.

Longki Djanggola mengatakan, dirinya akan menampung keluhan tersebut dan melanjutkan kepada komisi terkait.

“Dalam pertemuan ini masyarakat silakan menyampaikan apa yang menjadi keluhannya. Saya hadir di sini mewakili anggota DPR/MPR RI. Insya Allah keluhan keluhan dapat direspon,” ujar mantan gubernur Sulteng tersebut.

Sebelumnya Longki mengatakan, perubahan zaman yang semakin cepat, utamanya di era digital yang serba konvergen saat ini, menuntut untuk lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan informasi. Kemajuan ini tentu membawa banyak manfaat mulai dari akses informasi yang terbuka luas, meningkatnya literasi digital, hingga kemudahan komunikasi dan interaksi sosial. Di sisi lain, kita juga menghadapi tantangan serius yang menyentuh sendi-sendi kebangsaan.

Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika kini diuji relevansinya dalam menghadapi realitas digital saat ini mulai dari persoalan Pendidikan, etika moral hingga masalah pemberitaan media yang berisikan hoax,” Ujarnya.

Adapun tantangan utama empat pilar dalam era digital adalah, pertama, meningkatnya disinformasi dan hoaks di tengah derasnya arus informasi digital. Masyarakat rentan terpapar informasi palsu yang berpotensi menimbulkan keresahan sosial, mengganggu stabilitas politik, bahkan memecah persatuan bangsa.

Kemudian, kedua, dekadensi nilai dan etika berbangsa. Kebebasan berekspresi di media sosial sering kali tidak diiringi dengan tanggung jawab moral. Banyak ujaran kebencian, intoleransi, bahkan radikalisme yang menyelinap di ruang-ruang digital.

Ketiga, krisis pendidikan karakter, khususnya pendidikan kewarganegaraan, menghadapi tantangan besar dalam membentuk generasi muda yang memiliki jiwa nasionalisme dan semangat kebangsaan. Sering kali, konten-konten luar negeri lebih mendominasi ruang belajar anak-anak kita daripada nilai-nilai kebangsaan.

Dan keempat, polarisasi sosial dan politik algoritma media digital cenderung menciptakan, di mana pengguna hanya menerima informasi yang memperkuat pandangan mereka sendiri. Ini memicu polarisasi dalam masyarakat, melemahkan dialog kebangsaan.

    Menurutya, tantangan-tantangan tersebut penting bagi kita untuk memperkuat implementasi nilai-nilai empat pilar di semua lini kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan, pemberitaan, dan penggunaan media digital.

    “Maka dari itu literasi digital berbasis nilai-nilai pancasila harus diperluas, dengan melibatkan semua unsur dari pemerintah daerah, institusi pendidikan, tokoh masyarakat, hingga kelompok pemuda dan mahasiswa,” katanya.

    Dia berharap melalui kegiatan ini, para peserta mampu memahami secara mendalam esensi tantangan empat pilar kebangsaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dapat menjadi agen perubahan dalam melawan disinformasi, serta menjaga semangat kebhinekaan dalam meningkatkan kepekaan terhadap tantangan bangsa di era digital dan berperan aktif dalam mengatasinya.

    Reporter: IRMA
    Editor: NANANG