POSO – Puluhan kaum perempuan yang tergabung dalam Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso dan perwakilan Aksi Gender Justice Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Poso, Senin (31/01).

RDP tersebut membahas ganti rugi dan dampak yang diakibatkan oleh aktivitas PT. Poso Energy yang dinilai berlarut-larut tanpa ada penyelesaian.

Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso, Evani Hamzah menyampaikan beberapa poin rekomendasi atas persoalan yang dihadapi perempuan akibat dampak negatif beroperasinya PLTA Poso Energi di tanah Poso.

Evani meminta agar DPRD Poso segera melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Poso untuk mendesak PT Poso Energy agar bertanggung jawab dalam melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan dan ekosistem, serta pemulihan ekonomi perempuan dan masyarakat yang mengalami dampak dari aktivitas tersebut.

“Poso Energy harus memberikan kompensasi kepada masyarakat petani Desa Meko dan desa lain yang mengalami kerugian dan penuruan penghasilan karena persawahan terendam serta hilangnya sumber mata pencaharian akibat akitivitas PT. Poso Energy,” ungkap Evani.

Di hadapan anggota DPRD, Evani Hamzah meminta PT. Poso Energy harus melakukan kajian dampak lingkungan, sosial dan kajian gender, dan kajian uji coba pintu air bendungan karena telah menimbulkan persoalan lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat.

Pihaknya juga meminta agar PT. Poso Energy menghentikan aktifitas pengerukan di sekitar situs cagar budaya prasejarah Pamona.

Sementara itu, kepada Pemkab Poso diminta mengeluarkan peraturan untuk melindungi situs cagar budaya Pamona sebagai Cagar Budaya Nasional.

“Pemda Poso segera mengeluarkan rekomendasi kepada PT. Poso Energy untuk menurunkan kapasitas energi listrik dengan tidak melakukan ekspansi rencana pembangunan PLTA empat di Desa Pandiri,” tutur Evani.

Terkait itu, Anggota DPRD Poso dari PDI-Perjuangan, Prederick Torunde, meminta kepada Solidaritas Perempuan Sintuwu Maroso Poso untuk bersabar, mengingat proses ganti rugi dari PT. Poso Energy sudah berjalan, termasuk ganti rugi hewan ternak yang sudah selesai.

“Bahkan untuk ganti rugi beras tinggal tersisa dua desa, yaitu Meko dan Dulumai,” katanya.

Menurutnya, Pemkab Poso bersama pihak PT. Poso Energy juga telah membentuk tim mediasi untuk menuntaskan seluruh permasalahan yang selama ini muncul.

Ia memastikan, dalam waktu dekat, tim mediasi yang masih melakukan validasi terkait data-data warga yang terdampak masih terus berjalan. Dari 18 jumlah desa yang terdampak, kini tersisa dua desa yang masih menunggu pembayaran ganti rugi beras yakni Desa Meko dan Desa Dulumai, Kecamatan Pamona Utara.

“Sekarang sementara tim mediasi dari Pemda bersama pihak PE sedang melakukan pendataan dan validasi jumlah warga terdampak. Sementara untuk kesepakatan nilai ganti rugi beras yang akan diajukan warga harus butuh kajian,” tuturnya.

Selanjutnya, kata dia, pihak DPRD akan berkomunikasi kembali dengan tim mediasi untuk mengetahui sejauh mana hasil kinerja mereka.

Setelah mendengarkan jawaban dari pihak DPRD Poso, Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso menyerahkan dokumen yang berisi tuntutan perempuan Poso yang terdampak dari aktivitas PT. Poso Energy.

Reporter : Mansur
Editor : Rifay