PALU- Organisasi masyarakat sipil Solidaritas Korban Pelanggaran (SKP) HAM Nurlaela Lamasitudju mengatakan, lembaganya saat ini sedang melakukan pengawasan terhadap dana digelontorkan bank dunia, senilai Rp 3,5 triliun untuk penangganan rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana gempa, tsunami dan likuifaksi di Provinsi Sulawesi Tengah.
“Sekadar informasi, rehabilitasi dan rekonstruksi untuk membiayai kerusakan di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Kabupaten Parigi Mautong, kita berutang pada Bank Dunia Rp3,5 triliun,” kata Sekretaris Jenderal Solidaritas Korban Pelanggaran (SKP) HAM Nurlaela Lamasitudju, dalam workshoop dilaksanakan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulteng dengan tema “Mitigasi dan penanganan bencana untuk perlindungan dan pemenuhan hak penyintas di Sulawesi Tengah di salah satu hotel Kota Palu, Rabu (7/4).
Nurlaela mengatakan, perihal pelaksanaan proyek utang ini dimulai 2019 sampai 2023, pihaknya mulai melakukan monitoring utang ini dari awal 2020 sampai sekarang.
Ia mengatakan, dari hasil monitoring dilakukan ada lima hal menjadi kunci temuan diantaranya, kerangka kerja lingkungan dan sosial (ESF) Bank Dunia hanya mengikat secara “normatif ” terhadap Negara Peminjam.
“Tiada sanksi bagi Negara Peminjam, bila ada pelanggaran,” katanya.
Selanjutnya menurut Nurlaela, belum selesainya berbagai dokumen dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek, lemahnya koordinasi dan keterlibatan pemerintah daerah.
“Minimnya peran dan partisipasi masyaraka dan kurangnya perhatian terhadap isu gender, anak, dan penyandang disabilitas,” sebutnya.
Sampai hari ini pihaknya sudah mengeluarkan tiga laporan penting, sekaitan dengan proyek dana digelontorkan bank dunia tersebut.
Nurlaela menambahkan, salah satu mitigasi dilakukan ialah, memonitoring apa yang sedang dilakukan pemerintah, dengan banyak bertanya serta mencari tahu.
“Bila semua warga melakukan haknya tersebut, pemerintah juga akan senantiasa melakukan evaluasi untuk tidak berleha-leha, semena-mena dan transparan,” tukasnya.
Rep: Ikram/Ed: Nanang