Sementara itu, makam Tandu Alang, mengalami penurunan nilai karena telah ditegel seluruhnya, selain batu pusara yang diselimuti kain putih. Secara peringkatan nilai, Tugu dengan Tandu Alang mengalami penurunan nilai, ada perubahan bentuk.
“Registrasi penilaian Makam Tandu Alang atau Hasan Tandu Alamsyah yang bertempat di belakang Keraton, tidak sampai 50,” ujar Hardan, ketika ditemui beberapa hari sebelumnya.
Sedangkan Tugu, kata dia, meskipun memiliki sejarah panjang tentang gerakan militer, tetapi memiliki kesamaan dengan daerah lain, seperti Luwuk dan Poso.
“Sama halnya dengan gedung MULO, karena kita belum registrasi masalahnya. Kalau sudah teregistrasi baru dibongkar, harus ada registrasi berikutnya penjelasan tentang itu (kalau SK sebelumnya tidak lagi berlaku). Jadi situs yang ada tetapi sudah tidak ada jejaknya, jadi hangus,” ujar Hardan.
Hardan menjelaskan, cagar budaya di Balut saat ini baru tiga yang terdaftar resmi tingkat provinsi dari 5 yang diusulkan. Ketiga cagar budaya tersebut, yakni Gedung Disparbud, Makam Raja Mandapar, dan Meja Rapat di Keraton. Dua lainnya Tugu Permesta (ada di kantor polisi) dan Makam Tandu Alang.
Selain Makam Tandu Alang, terdapat beberapa makam yang termasuk situs sejarah, tapi kesemuanya pun sudah ditegel. Sehingga menyebabkan kendala dilakukan registrasi.
“Kita punya kuburan raja berapa titik. Di belakang Kelurahan Lompio itu ada sekitar lima tapi sudah ditehel (tegel) semua, termasuk di belakang Al-khairat. Dan itu sudah tidak masuk, karena sudah ada perubahan bentuk. Termasuk yang ada di pertamina sana, lorong pertamina, bagian Kamali Putal, di atasnya. Jadi tinggal kita mencari cagar tak terduga itu, apa di Bokan atau di Bangkurung. Kuburan yang di Tinakin itu juga, tapi sama sudah ditehel,” pungkas Hardan.