TOUNA – Pihak SMA Negeri 1 Ampana Kota mengambil langkah tegas, pasca kejadian tindak kekerasan yang terjadi pada siswa dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Siswa Pecinta Alam (Sispala) di sekolah tersebut, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, sebuah video beredar di media sosial memperlihatkan adanya tindak kekerasan yang diketahui dilakukan oleh beberapa siswi senior kepada siswi juniornya dalam kegiatan Diksar Sispala.
Kepala SMA Negeri 1 Ampana Kota, Ainul Khamim, mengatakan, dari kasus tersebut, pihaknya sudah mengambil langkah-langkah, usai mengetahui adanya tindak kekerasan dalam kegiatan Diksar Sispala yang dilakukan oleh beberapa siswi senior kepada siswi lainnya.
“Langkah yang pertama, kita menelusuri peristiwa itu apa yang terjadi dalam tindak kekerasan itu. Setelah kita perintahkan guru BK, akhirnya kita undang semuanya, baik itu korban maupun pelaku. Setelah kita undang semuanya, terungkaplah di situ terjadi tindak kekerasan,” ucapnya saat ditemui Media Alkhairaat, di SMA Negeri 1 Ampana, Ahad (10/11) petang.
Setelah mengetahui peristiwa tersebut, dirinya langsung membekukan organisasi Sispala dengan mengeluarkan surat keputusan pembekuan, kemudian mengundang orang tua dari pihak pelaku dan korban untuk dimediasi.
“Setelah kita mediasi, ada beberapa tuntutan dari orang tua korban. Yang jelas merasa kecewa, beberapa tuntutan antara lain ingin agar pelaku dikeluarkan dari sekolah,” ungkapnya.
Dalam mediasi tersebut, kata Ainul, pihaknya ikut mendengarkan arahan secara daring dari pihak Cabang Dinas Pendidikan Menengah Wilayah III Kabupaten Poso-Tojo Una-Una yang menaungi SMA tersebut.
“Sehingga pada saat itu disampaikan, tidak boleh kalau sampai ada pelaku dikeluarkan dari sekolah. Kita ambil tindakan pembinaan. Apabila dalam masa pembinaan itu ada yang dilanggar maka itu baru boleh dikeluarkan,” ujarnya.
Sebagai bentuk pembinaan, kata dia, para pelaku diharuskan mengaji Al-Qur’an 1 juz sehari, selama 1 bulan. Apabila dalam masa pembinaan tersebut ada pelanggaran tata tertib maka akan dikeluarkan dari sekolah tersebut.
“Tindakan pembinaan ini diterima oleh sebagian besar orang tua korban,” katanya.
Sementara itu, dua orang tua dari pihak korban masih belum menerima putusan yang dilakukan oleh pihak sekolah dan terus melanjutkan proses hukum di kepolisian.
“Kita tidak bisa menahan karena itu haknya mereka dan itu sudah kami sampaikan dalam mediasi berapa kali,” katanya.
Lanjut Ainul, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan pihak Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Kabupaten Touna untuk pemulihan trauma dan mental bagi siswa yang menjadi korban kekerasan tersebut.
Reporter : Riadi
Editor : Rifay