Sindir Nur Sangadji Selalu Benar, Basir Cyio: Angkat Tangan Saya Ranga

oleh -
Dua guru besar Universitas Tadulako, Muhammad Nur Sangadji dan Muhammad Basir Cyio

PALU- Ketua Senat Universitas Tadulako (Untad) Prof. Muhammad Basir Cyio memberikan tanggapan atas laporan Wakil Sekretaris Kelompok Peduli Kampus (KPK) UNTAD Muhammad Nur Sangadji ke Kepolisian Daerah Sulteng (Polda Sulteng), atas tindakan serangan fisik dan verbal, serta intimidasi kepada Muhammad Nur Sangadji pada acara wisuda sarjana Untad, di Gedung Rektorat Untad, Rabu 15 Desember 2021 lalu.

Mantan Rektor Untad ini, mengatakan, terkait tuduhannya, bukan kali ini Nur Sangadji menuduhnya. Menurutnya Nur Sangaji membuat episode ke episode ke sekian, yang isinya menuduh.

“Jadi, kalau sudah Pak Nur Sangadji yang bilang, sudah itu yang benar. Soalnya, selama kurang lebih 30 tahun mengabdi di Faperta, beliau itu adalah pribadi yang tidak pernah salah dalam membawa ke diriannya di tengah warga, baik di dalam kampus maupun di luar kampus,” sindir Basir Cyio, lewat teks yang disampaikannya kepada wartawan, Senin (20/11).

Ia mengatakan, jadi percaya saja apa yang Nur Sangaji katakan. Bahkan penjelasan darinya tidak terlalu penting.

“Apa yang Pak Nur sampaikan sudah itu yang benar. Kalau beliau bilang ada kekerasan fisik, sudah itu yang benar. Kalau beliau sampaikan ada intimidasi, sudah itu yang benar, tidak perlu tanya kepada orang-orang yang ada di sekitar rektorat,” ujarnya.

Pokoknya, menurutnya lagi, pernyataan Nur itu setara dengan “titah seorang raja”. Jadi terserah dia, lapor Polisi, atau mau ketemu empat mata berdiskusi.

BACA JUGA :  Pascaputusan MK, Pengumuman Pendaftaran Calon Kepala Daerah Menunggu Template dari KPU RI

“Soalnya saya orang yang tidak memiliki kemampuan berdebat seperti Pak Nur Sangadji. Angkat tangan saya ranga (kasian)” kata Basir Cyio.

Dia menyindir pula, jika menyebut satu kata kepada Nur Sangadji, maka dia sudah sepuluh, dan jika meluruskan yang sepuluh, maka bantahan Nur Sangadji sudah 150. Sehingga, menjawab pertanyaan Nur Sangadji, tidak memberi manfaat sosial dan manfaat dari sisi informasi.

“Nanti kalau saya jawab, apanya memang yang sakit Pak Nur jika beliau terkena kekerasan fisik? Bisa-bisa jumpa pers lagi. Jadi mending saya kembalikan kepada beliau dan masyarakat, apa yang Pak Nur Sangadji bilang sudah itu yang benar karena beliau orang yang tidak pernah salah,” tekannya.

Dia membenarkan, bila ia memegang pundak Nur Sangadji sebagaimana foto-foto yang beredar di medsos. Namun dia tidak tahu siapa yang mengambil gambar itu, karena orang yang ada di lorong depan ruang Rektor sangat banyak menjelang naik bus menuju tempat wisuda.

“Tapi kalau saat saya pegang pundak sambil berdialog, dan itu terasa sakit, dan dianggap sebagai tindakan kekerasan fisik, berarti otot beliau masih sangat sensitif. Ibarat bayi, otot-otonya masih muda sakali. Kalau itu dimasukkan sebagai kekerasan fisik, sudah itu yang benar. Jangan saya bantah, nanti konferensi pers lagi!” Basir satire.

BACA JUGA :  Terdakwa Pelanggar UU ITE Terkait Tambang Poboya Dituntut 9 Bulan Penjara

Dia menambahkan lagi, di lorong itu banyak orang, dan tidak satupun beranjak mendekat, apalagi melerai. Lantas kenapa Nur Sangadji tidak berteriak minta tolong, kalau merasa disakiti melalui kekerasan fisik? Kenapa saat konferensi pers baru memperlihatkan “drama kolosal”.

“Tapi sudahlah, itulah yang saya tahu tentang beliau. Tidak pernah salah,” ulangnya.

Dia menyebutkan tindakannya itu, semua berlangsung spontan, ketika berjumpa Nur Sangadji saat berdiskusi dengan Prof Syukur Umar, dosen Fakultas Kehutanan. Maka mumpung bertemu setelah ia anggap banyak episode drama kolosal yang Nur Sangaji sampaikan ke media, ia mendekati sembari memegang pundak Nur.

“Pertanyaan saya sederhana, siapa yang menulis di media yang terlihat tidak paham antara jurnal predatory dan tulisan yang Plagiat? Sebab Jurnal itu milik orang lain, dan tidak ada kaitan antara jurnal dengan kualitas tulisan. Dimanapun terbit, sepanjang tulisannya bagus, ya tetap bagus. Bahwa karena terbit di Jurnal yang manajemennya predatory dan nilai KUM-nya turun, itu urusan tim penilai. Tetapi tidak ada kaitannya dengan plagiat, karena itu sangat berbeda antara bumi dan langit,” ungkapnya.

Dia bertanya untuk mendengar penjelasan Nur Sangadji, sebab dia yakin yang menulis itu pasti bukan penulis artikel dan 100 persen tidak bisa membedakan plagiasi dan predatori. Tetapi Nur sudah menyangkal dan dengan tegas mengatakan bahwa tulisan KPK yang dimuat di media itu, sama sekali dia tidak tahu dan itu keliru.

BACA JUGA :  Sertifikat Nasabah Hilang, BRI Cabang Bumi Nyiur Beralasan 'Hanya Tercecer'

“Saya tidak lanjutkan memberi pencerahan. Cuma dalam hati saya, untung beliau tidak pernah dapat amanah jadi pemimpin di kampus. Tipe begini ini sangat berbahaya sebab ketika ada masalah, yang salah pasti anak buahnya,” imbuhnya.

Dia menekankan, jikalau Nur Sangadji sosok gentlemen, mestinya berkata jujur bahwa artikel itu mereka yang tulis. Tapi Nur menunjuk koleganya bernama Drs Nasrum dari FISIP, dan mengaku jika ia sama sekali tidak mengetahui tulisan itu.

“Kenapa yah di saat ketemu langsung kerjanya hanya menyangkal. Tetapi kalau jumpa pers, Pak Nur ini seolah kesucian dan kemuliaan itu hanya ada pada empat tempat bersemayam. yang pertama dada Allah Subhanawataalah, kedua Nabi, ketiga malaikat dan keempat ada dalam dirinya. Di luar dari itu, terutama orang yang dibenci, semua dianggap noda,” ujarnya kesal.

Dia menyimpulkan, apa yang Pak Nur sampaikan selama menggelar jumpa pers, mulai dari episode satu sampai episode-episode mendatang, tidak perlu wartawan konfirmasi kepada orang yang ia jelek-jelekkan.

“Sebab, kebenaran hanya ada pada Pak Nur Sangadji. Titik,” tegasnya.

Reporter: IKRAM/KS
Editor: NANANG