PALU – Komisi IV DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) akhirnya mengambil sikap kongkret mengundang sejumlah pihak terkait untuk membahas maraknya teror buaya yang terjadi di pesisir Teluk Palu, akhir-akhir ini.
Pembahasan mengenai satwa predator itu berlangsung melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IV dengan Polairud Polda Sulteng, BKSDA, Dishut Sulteng, dan Korem 132/Tadulako, di ruang sidang utama DPRD, Senin (09/05).
Pada kesempatan tersebut, Ketua Komisi IV, Dr. Alimuddin Pa’ada yang sekaligus memimpin jalannya RDP, mengatakan, pihaknya sengaja menginisiasi RDP tersebut karena keprihatinan atas kejadian teror buaya yang sudah memakan korban jiwa.
Olehnya, kata dia, pada pertemuan perdana itu, pihaknya terlebih dahulu meminta masukan dan saran dari pihak terkait yang diundang, untuk sama-sama dicarikan solusinya, agar keberadaan buaya tersebut tidak terus menerus menghantui warga yang beraktivitas di pesisir Teluk Palu.
“Setelah ada masukan dari pihak terkait, tentunya kita akan menindaklanjutinya di tingkat komisi untuk mencari solusi terbaik,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Pada kesempatan tersebut, Alimuddin kemudian memberikan kesempatan kepada pihak Direktorat Polairud, Polda Sulteng untuk menyampaikan masukan.
Menurut Dirpolairud Polda Sulteng, dari beberapa kejadian buaya tersebut, pihaknya menyarankan agar harus membentuk tim cari di mana buaya bertelur dan bersarang.
“Jadi bukan hanya mencari buaya yang muncul saja. Kami siap membantu,” katanya.
Hal senada juga disampaikan perwakilan dari Korem Tadulako. Pada intinya, pihaknya mendukung hal-hal yang dilakukan untuk menangani keberadaan buaya tersebut.
Sementara itu, pihak Dinas Kehutanan (Dishut) Sulteng, menyampaikan bahwa buaya-buaya tersebut merupakan satwa yang dilindungi, tentunya harus ada peraturan dalam penanganannya.
“Karena berada di luar kawasan habitatnya, yaitu di laut maka jadi tanggung jawab pemerintah untuk mencari solusi. Memang pada dasarnya perlu dibentuk tim,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, Hasmuni Hasmar, terlebih dahulu menyampaikan apresiasi kepada komisi IV DPRD Sulteng yang sudah mau menggelar RDP.
“Karena selama ini tidak pernah ada yang mau terlibat, baru kali ini,” katanya.
Terkait tim atau satgas, kata dia, pihaknya sendiri sudah membuat SK terkait penanggulangan konflik antara satwa liar dengan manusia yang ditandatangani Gubernur Longki Djanggola, pada 2021 lalu.
Hanya saja, kata dia, keberadaan SK tersebut belum memiliki kekuatan hukum. Ia menyarankan kepada komisi IV kiranya bisa menginisiasi pembentukan peraturan daerah (perda)
“Karena salah satu kendalanya di mana ada masyarakat yang masih menganggap bahwa buaya-buaya ini adalah keluarga mereka. Ada yang katakan neneknya, saudaranya dan lain-lain. Jadi ini memang harus ditangani lintas sektoral,” tuturnya.
Langkah selanjutnya, kata dia, adalah membuat penangkaran yang lebih besar. Sebab selama ini, pihaknya sudah berusaha membawa buaya-buaya yang berhasil ditangkap untuk ditangkarkan ke daerah lain, namun tidak ada satupun daerah yang mau menerima.
“Di Surabaya pun tidak mau menerima,” katanya.
Ia juga menyarankan perlunya kegiatan penelitian apakah bisa dilakukan perburuan atas buata-buaya tersebut.
“Dan yang berkompeten meneliti adalah LIPI. Jika memang hasil penelitian membenarkan, maka kita bisa melakukan perburuan,” pungkasnya.
Setelah mendengarkan berbagai masukan, Ketua Komisi IV DPRD Sulteng, Alimuddin Pa’ada mengatakan, pihaknya akan mendorong keberadaan SK tim tersebut agar memiliki kekuatan hukum.
Ia pun menyampaikan perlunya pertemuan sekali lagi untuk mencari solusi konkret atas permasalahan yang dimaksud.
Menurut Anggota Komisi IV, Fairus Husen Maskati, RDP tersebut dalam rangka mencari solusi penanganan buaya di Sungai Palu yang sudah meresahkan warga karena telah memakan korban jiwa.
Anggota Komisi IV lainnya, Erwin Burase, mengaku sepakat jika SK satgas yang ada saat ini perlu diperkuat dengan perda.
“Buaya ini selain meresahkan juga mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat. Memang perlu penangkaran besar yang tentunya membutuhkan anggaran. Memang ini perlu ada pembahasan lebih lanjut,” katanya. (RIFAY)