PALU- Menyikapi Omnibus Law tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja diusulkan Pemerintah, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengajukan empat tuntutan besar dan dua isu lokal.
“Keluarkan klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Lapangan Kerja, tolak kenaikan iuran BPJS Ketenagakerjaan, ” demikian disampaikan Ketua Koordinator Wilayah (Korwil) KSBSI Sulteng Karlan S.Ladandu , turut didampingi sekretaris Rismawan Laula dan jajaran pengurus saat konferensi pers di Sekretariat KSBSI Sulteng, Jalan Yojokodi 56 Kota Palu, Rabu (15/1).
Selain itu kata dia, tolak upah perjam, segera bentuk tim khusus cluster ketenagakerjaan dan periksa perusahaan melanggar hak dan kepentingan buruh
“Segera tempatkan pegawai mediator di setiap dinas ketenagakerjaan,” katanya.
Ia menyebut , ada lima alasan KBSI memprotes, rencana rancangan undang-undang cipta lapangan kerja tersebut.
Pertama kata dia, serikat buruh/serikat pekerja tidak dilibatkan dalam pembahasan rancangan undang-undang cipta lapangan kerja tersebut.
“Padahal rancangan undang-undang tersebut membahas isu-isu ketenagakerjaan,” ujarnya.
Kedua, bentuk hubungan kerja yang berlaku haruslah dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
“Hubungan kerja ini harus diberlakukan dalam era industri digital online yang sedang menjamur saat ini,” ungkapnya.
Selanjutnya ketiga, menolak diberlakukannya sistem upah per jam dalam pengupahan upah minimum sebagai safetynet. Harus dipertimbangkan dalam penetapan sistem pengupahan.
Keempat, rancangan undang-undang ini harus mempertimbangkan keberlangsungan seluruh program jaminan sosial BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan sebagai program wajib bagi seluruh pekerja/ buruh.
Dan yang kelima kata dia, rancangan undang-undang ini harus memastikan terciptanya pekerjaan layak (Decent Work) dan upah layak (Decent Wage) untuk mendukung pendapatan negara melalui pajak.
Menurutnya, seharusnya, rancangan undang-undang cipta lapangan kerja (CILAKA) ini harus dapat merampingkan dan menyederhanakan keberadaan undang-undang yang tumpang tindih yang merupakan penyebab masalah sistem perundang-undangan yang ada.
Dia mengatakan, KSBSI mendukung program pemerintah dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran.
“Akan tetapi proses pembuatan RUU CILAKA yang tidak mengikutsertakan serikat buruh dalam proses pembahasan pembuatan rancangan undang-undang ini sangat kami sesalkan,” ujarnya.
Padahal kata dia, sebagai stakeholder pembangunan perekonomian bangsa posisi serikat buruh sangat strategis dalam memberikan masukan yang komprehensif bagi pemerintah. Untuk itu, KSBI Sulawesi Tengah kata dia, mengusulkan pemerintah untuk segera membuat omnibus law khusus ketenagakerjaan.
Selanjutnya, menindak tegas perusahaan pelanggaran hak dan kepentingan buruh secara transparan dan efisien. Dan mencabut SK mediator memperlambat anjuran dan risalah mediasi untuk penciptaan hubungan industrial yang harmonis dan kesejahteraan sebagai salah satu penggerak perekonomian bangsa. (Ikram)