PALU – Mantan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Bunta, Dean Granovic, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A PHI/Tipikor/Palu, Selasa (24/01).
Dean didakwa melakukan pemerasan, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Chairil Anwar tersebut beragendakan pemeriksaan terhadap Dean Granovic selaku terdakwa.
Dari pantauan madia, dalam persidangan, terdakwa Dean Granovic menyampaikan kronologis saat dirinya di BAP dan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu.
Kala itu, Dean didampingi Penasehat Hukum (PH) yang ditunjuk oleh Kejati Sulteng. Sebelumya Dean Granovic memang sempat gonta-ganti PH, sebelum akhirnya didampingi Tim Penasehat Hukum Jabar Anurantha Djaafara,SH.,MH.
“Penasehat hukum memang bertanda tangan dalam BAP, namun selama berjalannya proses BAP, justru penasehat hukumnya keluar dan tidak kembali lagi ke ruangan mendampingi atau menyaksikan secara keseluruhan sampai menjadi tersangka,” ucap Dean Granovic di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, ada poin di BAP yang sedianya ingin direvisi, yakni pernyataan bahwa saksi Soehartono datang ke kantornya di Bunta untuk memperkenalkan diri. Menurut pengakuan Dean, keterangan itu salah dan ingin diubahnya dari BAP. Hanya saja, saat itu penyidik menyampaikan bahwa nanti saja di persidangan.
“Jadi tidak diperkenankan lagi mengubah dan nanti saja di persidangan dan itu tidak benar,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa uang yang ia terima dari Soehartono/Ko Heri itu hasil pinjaman untuk kebutuhan anaknya masuk Akpol dan kebutuhan pribadi serta keluarga dengan perjanjian bunga 12 persen per tahun dan jaminan sertifikat tanah serta bangunannya.
“Tidak ada kaitannya dengan perizinan SPB dan tidak memiliki hubungan kerja hanya pertemanan saja,” tutur Dean Granovic
Dalam persidangan, Dean juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah meminta atau memeras, melainkan pihak PT AMS yang memberikan atas dasar inisiatif kekawatiran saja. Terkait aset-aset yang disita oleh JPU itu adalah hasil sebelum ia menjadi Kepala Syahbandar di Bunta. Di mana Dean menjabat menjadi kepala syahbandar tahun 2020.
Usai sidang, wartawan memintai keterangan Dean Granovic dan penasehat hukumnya.
Menyikapi hal itu, Afdil Fitri Yadi, SH selaku kuasa hukum Dean Granovic mempertanyakan perihal proses BAP terhadap kliennya saat ditetapkan sebagai tersangka, sebagaimana yang diungkap Dean Granovic dalam persidangan.
“Memang kalau diperiksa sebagai saksi, tidak wajib didampingi penasehat hukum. Tapi kalau di BAP sebagai tersangka, setidaknya harus didampingi Proses BAP sampai selasai,” ujar Afdil saat ditemui usai persidangan.
Ia menyatakan, setelah tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) nanti, tim penasehat hukum akan mengajukan pledoi atau pembelaan. Pihaknya akan mengajukan bukti-bukti dan keterangan terhadap bantahan dakwaan tersebut.
“Dari semua dakwaan itu, kita akan menghadirkan bukti-bukti. Kita juga bisa memperlihatkan bukti fakta persidangan dari ahli pembanding bahwa tidak bisa rasa kekhawatiran itu dikatakan memeras, selama seseorang itu tidak ada meminta. Sesuai ahli, seseorang dikatakan memeras jika ada ancaman, intimidasi dan lainnya. Tetapi kan faktanya tidak seperti itu,” katanya.
Ia mengungkapkan fakta persidangan sebelumnya terkait dakwaan kasus pemerasan yang dilakukan oleh Dean kepada PT AMS. Saat persidangan, lanjut Afdil, saksi dari PT AMS (Nispu, Heldi, Djhoni) menyatakan bahwa mereka memberikan uang kepada Dean karena kekhawatiran tidak dikeluarkannya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk PT. AMS , yang di ungkapkan saksi dalam persidangan.
“Artinya, Dean memang tidak pernah meminta, tapi inisiatif AMS yang memberikan karena rasa khawatir itu,” tuturnya.
Sementara terkait dakwaan suap, lanjut dia, saksi Soehartono selaku Direktur PT Fortino Artha Sejahtera (FAS) yang bertindak sebagai investor PT Aneka Nusantara Internasional (ANI) sudah menerangkan bahwa sejumlah uang yang ditransfer kepada Dean bukanlah suap, melainkan sebagai pinjaman darinya kepada Dean karena adanya hubungan pertemanan keduanya.
“Sementara dakwaan TPPU, semua aset yang disita dari Dean adalah hasil yang diperoleh Dean sebelum dia menjabat sebagai KUPP Bunta,” jelasnya.
Ia menilai, kasus ini masih sangat prematur, si penerima (Dean) bisa menjadi tersangka, sementara tidak ada si pemberinya. Pihaknya juga mengaku bingung, siapa yang menjadi pelapor kasus ini sebab yang jadi dasar kejaksaan menetapkan Dean sebagai tersangka hanya ladumas, tidak ada pelapor yang dihadirkan dalam persidangan.
“Jadi bisa kita lihat, dari semua fakta persidangan yang sudah lewat, Pak Dean tidak bisa dikategorikan bersalah karena dakwaan dari JPU itu sampai saat ini belum ada yang terbukti. Kami meminta kepada majelis agar tidak berat sebelah dalam memutus perkara ini. Majelis hakim betul-betul mengedepankan hati nurani untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya,” harapnya.
Selain Afdil Fitri Yadi, dalam perkara ini Dean Granovic juga didampingi tim penasehat hukum lainnya, yakni Jabar Anurantha Djaafara, Yuyun, Mohamad Akbar dan Afdil Fitri Yadi.
Sebelumnya, Dean ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka pemerasan terkait pengurusan SPB PT. AMS berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Nomor : Print-01/P.2/Fd.1/07/2022 tanggal 06 Juli 2022. (RIFAY)