BUOL- Sidang Pembacaan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Mada Yunus atas tuduhan melakukan pendudukan lahan perkebunan sawit dan penghasutan petani digelar di Pengadilan Negeri Buol pukul, Rabu (19/3).

Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya dibacakan mendalilkan bahwa Mada Yunus pada Senin 8 Januari lalu di lahan Koperasi Tani Pasma awal Baru beralamat di Desa Balau dan Desa Maniala, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol, terdakwa telah melakukan perbuatan secara tidak sah yang mengerjakan, menggunakan, menduduki dan/atau menguasai lahan Perkebunan. Sebagaimana pasal 107 huruf (a) Jo. pasal 55 huruf (a) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

Selain itu Mada Yunus juga didakwa telah melakukan perbuatan di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan Undang-Undang maupun perintah jabatan diberikan berdasarkan ketentuan UU.

Atas dakwaan tersebut, Mada Yunus, menyatakan bahwa tuduhan-tuduhan pidana terhadap dirinya itu tidak benar. Apa ia lakukan selama ini adalah memperjuangkan tanah keluarga dan tanah garapannya ditanami sawit oleh PT. Hardaya Inti Plantations untuk kemitraan sawit dengan Koperasi Tani Awal Baru.

Pasalnya menurut Mada lahan tersebut dijadikan kebun kemitraan tanpa persetujuan pihaknya, dan karena janji pengurus koperasi Awal Baru bahwa keluarga Mada dimasukan sebagai peserta/anggota koperasi tidak dipenuhi selama lahan tersebut dikelola pihak perusahaan, sehingga Mada bersama dengan rekan-rekan petani juga menderita kerugian dalam praktik kemitraan tersebut melakukan aksi penghentian sementara operasional kebun sawit di lahan-lahan mereka untuk menuntut keadilan atas hak-haknya yang dirampas.

Tim Penasihat Hukum yang mendampingi Mada Yunus, yakni dari LBH Pogogul Justice, diwakili oleh Budianto Eldist, SH menyatakan pihaknya atas permintaan Mada Yunus mengajukan Eksespsi terkait dengan Dakwaan JPU Krjari Buol. Sebab, menurutnya terdapat perbedaan mendasar dari penuntut umum, apalagi ini adalah urusan keperdataan, juga bersesuaian dengan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI / quasi Peradilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta terkait locus dan tempus bahwa dakwaan kabur/obscuur libel, lebih detailnya dituangkan dalam materi Eksepsi nantinya.

Sementara, Fatrisia Ain selaku koordinator Forum Petani Plasma Buol/FPPB yang juga ikut menyaksikan persidangan menyatakan, pengadilan atas aktivis tani Mada Yunus ini seharusnya tidak ada. Ini dipaksakan dan tidak berdasar. Sebab, pelapor dari Mada Yunus adalah Ketua Koperasi Awal Baru dengan dukungan pihak perusahaan PT. HIP yang sebenarnya secara ‘Alas Hak’ juga perlu dipertanyakan karena Pengurus Koperasi Awal Baru maupun PT. HIP tidak memiliki hak penuh atas seluruh lahan-lahan telah dituntut oleh Mada selama bertahun-tahun, apalagi menurut pengakuan anggota-anggota koperasi lainnya selama bertahun-tahun pembagian SHU/bagi hasil kebun kemitraan tidak pernah ada kecuali 35 ribu/hektar dana jadup di tahun 2017.

Selain itu sebagai menjabat ketua koperasi, Suleman Batalipu juga sudah pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Buol atas dugaan penggelapan uang Koperasi Awal Baru bersama dengan Seketaris dan Bendaharanya pada 2021, tetapi anehnya tidak berlanjut, dan kasus tersebut tanpa kejelasan.

Ini juga menjadi pertanyaan, kata Fatrisia, mengapa pihak kepolisian tidak melanjutkan kasusnya. Tahun lalu di 2024, Suleman Batalipu juga disidangkan atas laporan pihak PT. HIP karena diduga melakukan penipuan dan penggelapan terkait dengan uang diberikan PT. HIP untuk pembuatan Serifikat lahan-lahan anggota di koperasi Awal Baru.

“Namun begitu, kami justru mendengar bahwa perkara itu dicabut oleh penggugat yakni PT. HIP lantaran sertifikat-sertifikat lahan telah terbit justru merupakan atau diterbitkan oleh Pemerintah Buol melalui program PTSL di lokasi sama dengan objek lahan koperasi Awal Baru sudah berhasil dipegang oleh PT. HIP melalui penyitaan pihak Kepolisian Polda Sulteng sebagai barang bukti,” katanya.

Selain itu pula, kata Fatrisia laporan-laporan petani sudah hampir setahun sejak STPL dikeluarkan tidak ada progres oleh pihak kepolisian selain SP2HP penyelidikan yang baru-baru ini keluar, setelah adanya pemeriksaan oleh KOMPOLNAS RI karena aduan dibuat pihak petani. “Apalagi bisa sampai dalam tahap persidangan, rasanya seperti menunggu keajaiban saja,” katanya lagi.

Sehingga wajar pihaknya menilai perkara atas aktivis-aktivis tani membela haknya selama ini, termasuk Mada Yunus terkesan dipaksakan. Sebab, setiap laporan dari pihak perusahaan, ataupun pengurus koperasi bahkan belum melaksanakan kewajibannya untuk Rapat Anggota selama 3 tahun belakangan tersebut bisa diproses dengan cepat oleh kepolisian, termasuk kasus Mada Yunus.

Dalam perkara Mada Yunus ini, pihaknya menilai tidak terlepas dari persoalan yang sama, yakni akibat praktik buruk dalam pelaksanaan program kemitraan pembangunan kebun sawit dikelola oleh perusahaan inti PT. HIP di Buol, dimana kemitraan ini dibangun di atas lahan-lahan milik para petani Buol tidak hanya tergabung di satu Koperasi plasma Awal Baru saja, tetapi juga di 6 koperasi tani lainnya.

Menurutnya, para petani pemilik lahan tidak mendapatkan bagi hasil kebun kemitraan dari PT. HIP secara adil selama lahannya jadi objek kebun kemitraan sudah dibangun sejak tahun 2008-2011, sebagian besar SHM tanah petani yang dijaminkan di Bank pemberi kredit pembangunan kebun pun juga kini telah diambil alih-ditahan oleh PT. HIP tanpa persetujuan para pemilik.

Khusus masalah kemitraan di koperasi tani plasma Awal Baru, kata Fatrisia, sangat kompleks. Dalam temuan pihaknya ada masalah dengan SK Bupati tentang penetapan nama petani dan lahan untuk kemitraan diterbitkan pemerintah Buol. Sebab, kenyataannya banyak petani memiliki lahan telah digarap tidak dimasukan dalam SK Bupati, termasuk kasus Mada Yunus dan keluarganya, namun ada pula orang tidak memiliki lahan justru masuk dalam SK Bupati.

“Bahkan, pada kasus Koperasi plasma lainnya dari pegawai hingga pejabat di Buol namanya dimasukkan sebagai petani peserta kemitraan plasma di SK Bupati,” sebutnya.

Masalah kedua, diatas lahan kemitraan pembangunan kebun koperasi Awal Baru, pada 2016 dijadikan obyek program TAURAT (tanah untuk rakyat) oleh pemerintahan Bupati Amirudin Rauf melalui program PTSL, sehingga subyeknya tidak bersesuaian dengan subyek dalam SK Bupati untuk kemitraan inti-plasama program revitalisasi.

“Jadi ada orang yang memiliki SHM program TAURAT tetapi tidak masuk dalam SK Bupati tersebut. Artinya tidak masuk dalam anggota koperasi. Sebaliknya Subyek atau orang-orang dimasukan dalam SK Bupati tidak seluruhnya sebagai pemegang SHM dalam lahan Koperasi Awal Baru,” imbuhnya.

Apalagi imbuhnya, sudah ada putusan sidang majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI, yang menyatakan bahwa perusahaan PT. HIP telah secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 35 Ayat (1) Undang Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM. Yang dikuatkan dengan putusan Pengadilan Niaga (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) yang menolak gugatan banding perusahaan di tahun 2024. Putusan tersebut harusnya dapat menjadi acuan baik oleh pemerintah daerah maupun APH dalam menangani masalah konflik kemitraan ini.

“Kami berharap Bupati Buol dan Wakil Bupatinya baru menjabat ini, memiliki komitmen baik dan adil dalam menyelesaikan masalah kemitraan ini sebagai pimpinan rakyat. Tidak seperti pemerintahan sebelumnya yang gagal menyelesaikan,” katanya.

Karena kata Fatrisia, jika dibiarkan berlarut-larut lebih banyak mengorbankan para petani, dan memperburuk tata kelola sawit. Kriminalisasi terhadap petani kerap diabaikan oleh pemerintahan sebelumnya, kemitraan ini sudah mengorbankan 5 orang Buol dipenjara pada 2021 karena memperjuangkan hak-haknya.

“Sekarang kriminalisasi Mada Yunus dan 25 petani lainnya yang mendapat panggilan polisi atas laporan perusahaan, ini harus dihentikan. Jangan sampai petani dilanggar hak-haknya selama belasan tahun justru mendapat pelanggaran HAM lagi hanya karena berjuang atas tanahnya sendiri,” ujarnya.

Reporter : **/IKRAM