PALU – Sidang lanjutan dugaan pupuk ilegal dengan terdakwa Helmi Ahmad Badjeber terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA Palu pada Kamis (18/9/2025). Agenda sidang yakni menghadirkan pembuktian Jaksa Penuntut Umum (JPU).
JPU sendiri dalam pembuktiannya menghadirkan 3 saksi fakta yakni Ferianto alias John selaku Kepala Buruh dan Kepala Gudang, I Gede Ari Gunawan selaku pembeli pupuk dan Suyuti selaku Sales Marketing PT MNNI yang merupakan produsen pupuk, salah satu perusahaan tempat terdakwa mengambil pupuk.
Saksi John bertugas melakukan pencatatan pupuk yang masuk dan keluar dari dalam gudang. “Kalau pembelian pupuk darimana dan dijual kemana kami tidak mengetahui,” ujar John kepada majelia hakim di ketuai Abdul Hakim di Pengadilan Negeri Kelas 1 A /PHI/Tipikor/Palu, Kamis (18/9).
Jhon menambahkan , dalam sebulan pupuk yang datang dua sampai tiga kali dalam kontainer berkapasitas 25 ton.
Sementara, I Gede Ari Gunawan yang merupakan rekan bisnis Helmi dan sudah mengenal terdakwa sejak Desember 2023. Dia juga telah setahun lebih membeli pupuk dari Helmi.
“Saya membeli pupuk dari Helmi dan diedarkan kepada petani di daerah Napu, Poso. Ada yang dijual ada yang diberikan kepada petani dengan barter sayur ada juga dipakai sendiri,” kata Ari.
Ari menjelaskan pupuk dengan merek Dolomit Makaredo menjadi salah satu jenis pupuk paling banyak ia pesan dengan terdakwa. Satu bulan sampai dengan 300 karung.
“Dolomit Makarindo, harganya Rp 42-45 ribu per karung untuk harga dari gudang. Sedangkan harga ke petani dinaikan mulai dari 10 ribu tergantung biaya ekspedisi,” ujarnya.
Ari menuturkan, bahwa pupuk dengan merek Dolomit Makarindo tidak hanya dijual oleh terdakwa, saksi juga mengaku ada pula di wilayah Masomba.
Sepengetahuan saksi pupuk-pupuk yang dijual merupakan pupuk non subsidi.
Adapun saksi Suyuti alias Yuti selaku Sales Marketing PT MNNI selaku produsen pupuk pertanian yang pabriknya berlokasi di Gresik menjelaskan bahwa PT MNNI menjual 6 merek pupuk kepada terdakwa termasuk Akazia ZA.
Terdakwa dalam hal ini merupakan distributor PT MNNI di wilayah Sulteng sudah lima tahun bermitra. Selama bermitra sambung saksi, terdakwa telah menjual 2500 ton pupuk.
“Sangat bisa diedarkan pupuk-pupuk dari PT MNNI, setiap orang bebas membeli dan dapat dijual kembali jika menjadi distributor resmi kami. Pupuk produksi PT MNNI terdaftar di Kementan dan pupuk non subsidi,” jelasnya.
Di persidangan, saksi Suyuti juga menunjukan bukti izin edarnya kepada majelis. Saat disingung syarat menjadi distributor, Suyuti menjelaskan calon distributor harus memiliki finansial, gudang dan dokumen kepemilikan gudang.
Kasus tersebut bermula ketika Tim Satgas Asta Cita Ditresrimsus Polda Sulteng mendapat informasi dari masyarakat bahwa telah terjadi peredaran pupuk secara illegal di wilayah Sulawesi Tengah khususnya di Kota Palu.
Berdasarkan informasi tersebut polisi bersama petugas Pengawas Pupuk dan Pestisida Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sulawesi Tengah kemudian mendatangi gudang diduga menjadi tempat penyimpanan pupuk tersebut di Kelurahan Baiya.
Setelah dilakukan pemeriksaan diduga terdapat jenis pupuk non subsidi yang tidak terdaftar di Kementrian Pertanian RI yakni Akasia ZA, MKP Bellrus, Phospate Bellrus, Pupuk NPK Nt Phoska serta pupuk dengan merek Dolomit Makarindo.
Hemi didakwa sendiri didakwa dengan Pasal 122 Juncto Pasal 73 Undang-undang nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistim Budidaya pertanian berkelanjutan.