Sidang Dugaan Korupsi Bank Sulteng, Auditor BPKP Tidak Bisa Buktikan Kerugian Negara

oleh -

PALU – Dasar perhitungan kerugian negara pada perkara kerja sama bisnis antara PT Bank Sulteng dan PT Bina Artha Prima (BAP) periode 2017-2021, dinilai tidak jelas. Untuk itu, kerugian negara yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap tidak memenuhi unsur kepastian.

Hal ini terungkap dari keterangan Mirza Asep Shena, auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulteng yang dihadirkan sebagai ahli oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada sidang lanjutan dugaan korupsi di Bank Sulteng, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palu, Senin (16/10) kemarin.

Di depan majelis hakim, Mirza Asep Shena mengakui adanya Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor : PE.03/SR-254/PW19/5/2022 tanggal 26 Agustus 2022 atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara PT Bank Sulteng dan PT BAP tahun 2017 – 2021 yang dikeluarkan oleh BPKP Perwakilan Sulteng.

Laporan hasil audit tersebut, menurut Mirza, dibuat hanya berdasarkan target Rp25 miliar yang berasal dari memo internal Bank Sulteng yang tidak tercantum dan disepakati di dalam perjanjian kerja sama antara PT Bank Sulteng dengan PT BAP.

Tapi, Mirza mengaku tidak mengetahui jika memo internal Bank Sulteng tersebut justru mengikat pihak ketiga dalam hal ini PT BAP untuk mencapai target.

“Tidak tahu,” kata Mirza saat dicecar oleh penasihat hukum terdakwa.

Di sisi lain, Mirza menyebutkan bahwa pelanggaran yang dilakukan Direksi PT Bank Sulteng karena perjanjian kerja sama dengan PT BAP tidak melalui proses lelang.

Namun keterangan tersebut bertentangan ketika Mirza dicecar pertanyaan oleh penasihat hukum eks Dirut Bank Sulteng. Mirza bahkan mengaku tidak mengetahui kapan pengadaan barang dan jasa dilakukan lelang dan tidak mengetahui dasar hukum pelaksanaan lelang kerja sama tersebut.

“Kami hanya berdasar pada keterangan Kepala Divisi Kepatuhan Bank Sulteng saat itu, terkait hal tersebut (pelaksanaan lelang kerjasama pihak ketiga),” jawab Mirza.

Mirza juga mengakui baru pertama kali memberikan keterangan sebagai ahli dalam perkara tindak pidana korupsi. Ia tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam memberikan keterangan sebagai ahli dalam perkara tipikor.

Merujuk pada hal tersebut, penasihat hukum eks Direktur Utama Bank Sulteng, Rahmat Abdul Haris, menilai, penetapan nilai kerugian negara pada perkara kerja sama bisnis Bank Sulteng-PT BAP, sifatnya masih prematur karena tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Machbub selaku penasehat hukum terdakwa (Rahmat Abdul Haris), juga menyoroti keterangan ahli yang menyandarkan pemeriksaan pada keterangan Direktur Kepatuhan Bank Sulteng yang menyebutkan harus dilakukan lelang untuk kerjasama bisnis Bank Sulteng dan PT BAP.

“Ahli tidak paham tentang aturan pengadaan barang dan jasa, tapi tidak bertanya pada ahlinya tentang hal tersebut, padahal ada aturan serta undang-undangnya. Ahli hanya menjadikan keterangan Divisi Kepatuhan sebagai dasar menyebut terjadinya pelanggaran,” tegas Machbub.

Machbub juga mengaku kecewa dengan ahli yang tidak paham tentang pengertian jasa lainnya dalam mencermati lalu menghitung terjadinya kerugian negara pada perkata kerja sama bisnis Bank Sulteng-PT BAP.

“Kerja sama antara PT Bank Sulteng dengan PT BAP sifatnya adalah alih daya tenaga pemasaran, untuk mencari nasabah kredit. Tapi pengertian alih daya dalam kerja sama bisnis perbankan ini juga tidak diketahui oleh ahli,” ungkap Machbub.

Selain itu, ahli juga dianggap tidak mampu menunjukkan ketentuan yang dilanggar kliennya, Rahmat Abdul Haris. Hal itu terungkap saat ahli ditanya apakah ada ketentuan undang-undang yang dilanggar.

“Perhitungan kerugian negara hanya berdasar pada target kerja sama bisnis, padahal secara keseluruhan kerja sama Bank Sulteng dan PT BAP ini dalam laporannya dan keterangan saksi lainnya, justru menguntungkan,” tambah kuasa hukum lainnya, Muhammad Nursalam.

Dalam persidangan, Nursalam juga menyoroti auditor BPKP yang tidak menggunakan perjanjian kerja sama Bank Sulteng dan PT BAP sebagai rujukan, termasuk saat melakukan perhitungan kerugian negara.

“Dalam perjanjian kerja sama antara Bank Sulteng dan PT BAP tidak pernah disebutkan adanya target Rp25 miliar. Target tersebut hanya pada memo internal yang sifatnya justru mengikat ke PT BAP sebagai mitra,” pungkas Nursalam. *