JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) selaku Termohon menjelaskan mengenai ketentuan Pasal 71 ayat (5) UU Pilkada yang mengatur sanksi pembatalan calon.

Sanksi tersebut hanya ditujukan bagi petahana yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3) secara bersamaan atau kumulatif. Dalam kasus ini, pengangkatan dan pelantikan pejabat oleh Gubernur Sulteng pada tanggal 22 Maret 2024, yang sebelumnya dipermasalahkan, telah dibatalkan berdasarkan Keputusan Gubernur Sulteng Nomor 800/110/BKD. Dengan demikian, pengangkatan dan pelantikan tersebut dinyatakan tidak berlaku.

“Yang melakukan pengangkatan dan pelantikan pejabat bukan Wakil Gubernur Petahana melainkan oleh Walikota Kota Palu yang menjabat pada saat itu dengan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri,” ungkap Ali Nurdin, kuasa hukum Termohon, dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Jumat (24/01).

Terkait dengan dalil Pemohon yang mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hak pilih di 152 TPS, Termohon menerangkan bahwa jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS-TPS tersebut sebanyak 77.485, yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan selisih perolehan suara antara pasangan calon yang mencapai 102.825 suara.

Oleh karena itu, Termohon berpendapat bahwa dugaan pelanggaran yang disampaikan Pemohon tidak berdampak signifikan terhadap hasil pemilihan secara keseluruhan.

“Jika dalil Pemohon dianggap benar dan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU), hal tersebut tetap tidak akan berpengaruh signifikan terhadap hasil pemilihan, mengingat perbedaan suara yang signifikan antara pasangan calon,” tegas Ali.

Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng Nomor Urut 2, Anwar dan Reny A. Lamadjido, yang hadir sebagai Pihak Terkait, turut memberikan keterangan.

Kuasa hukum Pasangan calon dengan tagline Berani itu, Gugum Ridho Putra, menjelaskan bahwa produk hukum yang menjadi objek sengketa berupa SK pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulteng dan Kota Palu tidak diterbitkan oleh Reny A. Lamadjido, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palu. SK tersebut diterbitkan oleh Wali Kota Palu yang menjabat saat itu.

“Tidak ada konsekuensi hukum terhadap calon wakil kami. Surat keputusan yang diterbitkan oleh Wali Kota Palu telah dibatalkan, dan Kementerian Dalam Negeri juga telah menegaskan bahwa pembatalan tersebut sah secara hukum,” jelas Gugum.

Lebih lanjut, Gugum menegaskan bahwa pengangkatan pejabat yang dipermasalahkan sudah dibatalkan dan tidak relevan untuk dipersoalkan lebih lanjut.

Di sisi lain, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah, Muh. Rasyidi Bakry, menyampaikan bahwa laporan yang diajukan oleh Pemohon dalam sengketa hasil Pilgub 2024 tidak disertai dengan bukti atau temuan pelanggaran pemilihan.

Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Sulteng yang tertuang dalam Laporan Hasil Pengawasan tertanggal 12 Desember 2024, tidak ditemukan unsur pelanggaran administrasi pemilihan yang dapat diproses lebih lanjut.

Bawaslu juga mengungkapkan bahwa meskipun telah dilakukan pelantikan pejabat oleh Gubernur Sulawesi Tengah pada 22 Maret 2024, keputusan tersebut tidak bersifat final dan mengikat karena belum diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPMT).

Pelantikan pejabat tersebut akhirnya dibatalkan pada 5 April 2024 dan dilaksanakan kembali pada 29 April 2024 setelah memperoleh izin dari Kementerian Dalam Negeri.

“Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar, pengangkatan pejabat tersebut dianggap tidak pernah terjadi karena telah dikeluarkan surat pembatalan,” ungkap Rasyidi.

Pemohon, yaitu Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng Nomor Urut 1, Ahmad H.M. Ali dan Abdul Karim Al Jufri, sebelumnya mengajukan gugatan terkait dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 2 dan 3, Anwar-Reny dan Rusdy-Sulaiman, terkait pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kota Palu yang diduga melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyatakan batal atau tidak sah Surat Penetapan KPU Provinsi Sulteng Nomor 434 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng 2024, serta mendiskualifikasi kedua pasangan calon tersebut dari kontestasi Pilgub 2024.

Namun, dengan bukti-bukti yang disampaikan, pihak Terkait dan Bawaslu menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran yang cukup signifikan untuk mempengaruhi hasil pemilihan.

Sidang sengketa hasil Pilgub Sulawesi Tengah 2024 ini masih berlangsung dan akan dilanjutkan dengan pembahasan lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.

Editor : Yamin