PALU – Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Ahzar Palu, Abdul Basit melakukan pertemuan dengan seluruh kepala SMA se-Kota Palu, Senin (09/03).
Pertemuan itu dalam rangka sharing pengalaman dalam membesarkan Yayasan Al-Ahzar.
Pada kesempatan itu, Basit menuturkan perjuangannya merintis Al-Ahzar di Kota Palu mulai dari mencari lahan hingga membangun gedung sekolah yang menggunakan dana pinjaman dari bank.
“Dari Rp500 juta, kini aset SMA Al Ahzar sudah mencapai Rp15 miliar lebih,” akunya.
Basit menepis adanya isu bahwa segudang prestasi anak didik Al-Ahzar dicapai karena menyeleksi guru-guru dan anak-anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Menurutnya, sejauh ini justru lulusan dari SMP yang berprestasi justru banyak yang melanjutkan ke sekolah negeri, bahkan ke Jawa dan Jakarta. Bahkan, kata dia, guru-guru yang ada di Al-Ahzar juga berawal dari guru-guru yang memiliki kemampuan yang biasa saja.
“Yang pintar-pintar dari SMP tidak mau masuk di sini. Yang kita ajar ini anak-anak yang biasa-biasa saja. Memang ada yang berprestasi lebih dari 30 persen, tapi bukan juara nasional. Tapi Alhamdulillah di sini bisa jadi juara nasional. Jadi yang bekerja itu proses,” tuturnya.
Sementara untuk guru, lanjut dia, juga dilatih dan diberi target harus kuasai satu bidang.
“Banyak guru-guru yang baru pas saya pulang dari Damaskus sekitar 60 persen, saya tetap gunakan mereka. Tapi begitu di dalam kita mulai godok,” terangnya.
Begitu juga dalam sistem penerimaan siswa-siswi baru. Pihaknya melakukan sistem proses bukan dari seleksi, kecuali pendaftar terlalu banyak baru dilakukan seleksi. Tetapi, kata dia, seleksi bukan mencari yang pintar, karena yang pintar belum tentu bisa lulus seleksi.
“Kita terus memacu prestasi anak didik kita. Untuk itu kita harus berani berkorban lebih besar demi mencapai kepercayaan dari masyarakat. Jadi sekolah itu bagaimana membuat orang tua percaya dulu,” tegasnya.
Terkait itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulteng, Irwan Lahace mengaku mendapat pengetahuan yang baru. Bahkan dia mengaku akan mengadopsi apa yang telah dipaparkan Abdul Basit dalam rangka memajukan dunia pendidikan di Sulteng.
“Saya tadi memahami ada yang namanya jendela johari. Artinya kita bisa mengoreksi orang, orang bisa mengoreksi kita, orang bisa menilai kita, kita bisa menilai orang. Saya kira ini diterapkan dalam dunia pendidikan sangat tepat sekali. Supaya juga kepala sekolah tidak menganggap bahwa dialah satu-satunya orang yang bertanggungjawab pada sekolah, padahal di dalam itu ada guru, satpam dan lain-lain,” ucapnya.
Kegiatan diskusi antar kepoala SMA itu juga dihadiri sejumlah pejabat di Dinas Pendidikan Sulteng dan Ketua PGRI Sulteng. (YAMIN)